Ribuan Driver Ojek Online Jember Tuntut Tarif Sesuai SK Gubernur
Ribuan driver ojek online menggelar unjukrasa di Kantor Bupati dan DPRD Jember, Selasa, 31 Oktober 2023 siang. Driver yang tergabung dalam Forum Komunikasi Jember Online Bersatu (FKJOB) menuntut kenaikan tarif sebagaimana telah diatur dalam SK Gubernur Jawa Timur.
Ketua FKJOB, Dedy Novianto menyampaikan, pada intinya driver online Jember mendesak Pemkab Jember agar menerapkan SK Gubernur tentang kenaikan tarif angkutan online. Selama ini driver online sekadar diiming-imingi kenaikan tarif melalui SK Gubernur, sementara penerapannya tidak ada.
“Kita seperti dikasi permen namun permennya tidak bisa dimakan. Saya menyebut SK Gubernur tersebut hanya PHP (pemberi harapan palsu),” ungkap Dedy, Selasa, 31 Oktober 2023.
Padahal driver online saat ini menuntut kesejahteraan dengan ketentuan tarif yang manusiawi. Sejauh ini, driver ojek online Jember taat pajak, namun pada saat menuntut hak, pemerintah seakan-akan tidak peduli.
Sampai saat ini, ojek online Jember sudah lima tahun berjuang demi perbaikan Nasib. Namun, sampai saat ini tak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
“Kami mendesak DPRD Jember sebagai wakil kami agar menekan Pemkab Jember memperhatikan nasib para driver ojek online. Kami bukan menolak peraturan, namun meminta diatur,” pungkasnya.
Sementara Anggota Driver Jember Community (Dreco), Charis Saksi Fitriadi mengatakan, kenaikan tarif yang tertera dalam SK Gubernur Jawa Timur sebenarnya masih jauh dari kata Sejahtera. Sebab kondisi geografis Kabupaten Jember berbeda dengan kondisi di Surabaya dan Malang.
Di dua kota besar tersebut, driver online bisa langsung mendapatkan penumpang setelah menurunkan penumpang. Sedangkan di Jember jarak empat kilo dari kota sudah dipastikan tidak ada penumpang, sehingga pada saat pulang kosongan, tidak membawa penumpang.
Kendati demikian aturan tersebut sampai saat ini juga tak kunjung diterapkan di Jember. Charis menilai, SK Gubernur terkait tarif angkutan online tersebut hanya formalitas belaka. Kenyataannya, SK tersebut tidak bisa diterapkan dengan alasan menjadi kewenangan dua Kementerian di pusat.
Sejauh ini, Kementerian yang sudah bersikap adalah Kementerian Perhubungan. Sementara Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memiliki kewenangan mengatur aplikasi sampai saat ini belum ada tindakan apa pun.
“Tidak ada koneksi antar kementerian, saling lempar tanggung jawab. Kementerian Perhubungan sudah melakukan tugasnya, tetapi Kementerian Komunikasi dan Informatika terkesan tidak melakukan apa-apa,” tutur Charis.
Akibatnya, tarif yang diberlakukan pihak aplikator masih menggunakan tarif lama, jauh dari standar yang telah ditetapkan. Jangankan untuk biaya operasional, untuk konsumsi bahan bakar saja tidak cukup, khususnya bagi driver online roda empat.
“Titik ke titik penjemputan kadang macet. Tarifnya kadang hanya Rp 10 ribu, kita terima Rp 8.500 per order. Dengan uang sebanyak itu untuk membeli bahan bakar saja tidak cukup. Parahnya lagi empat aplikator besar kini juga menurunkan tarif menyesuaikan dengan aplikator lain,” pungkas Charis.
Sementara Fandy, juga perwakilan ojek online menyampaikan, pihaknya sudah berkali-kali datang ke Gedung DPRD Jember memperjuangkan nasib. Namun sampai saat ini belum ada solusi konkret.
Fandy meminta ojek online yang berjumlah sembilan ribu mendapatkan perhatian. Mereka merupakan warga Jember yang juga mencari nafkah yang layak.
Selain itu, Fandy juga meminta DPRD Jember mengalokasikan anggaran khusus peningkatan skill bagi pengemudi ojek online. Minimal, saat penghasilan jauh dari Sejahtera, mereka memiliki usaha sampingan.
Fandy menyangkan program budi daya ikan bagi pengemudi online yang gagal beberapa waktu lalu. Padahal program tersebut akan sangat membantu.
“Kami meminta perhatian, terserah apakah dalam bentuk pelatihan kerja, yang penting para driver ojek online mengalami peningkatan skill,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Jember Agus Wijaya mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan mendesak pihak aplikator menyesuaikan tarif sesuai SK Gubernur. Sebab, kewenangan tersebut menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Tak hanya itu, terkait izin angkutan sewa khusus (ASK) yang harus dimiliki driver online roda empat juga menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Sementara untuk kendaraan roda dua berada di Kementerian pusat.
Kendati demikian, Dishub Jember tetap melakukan langkah-langkah pelayanan. Dishub Jember menampung seluruh aspirasi dari paguyuban ojek online Jember.
“Kita hanya menampung. Sudah membuat surat dua kali, kita sampaikan ke Provinsi. Kalau aplikator berada di Kementerian kominfo,” pungkasnya.
Kepala Dinas Kominfo Jember Bobby Ari Sandy mengatakan, pihaknya juga menampung seluruh aspirasi yang disampaikan FKJOB. Seluruh aspirasi tersebut akan dibahas, Rabu, 1 November 2021.
Boby memastikan, pihaknya akan menyampaikan seluruh aspirasi tersebut ke pihak berwenang. Bobby berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika segera memberikan perhatian atas persoalan yang dialami FKJOB.
Kepala UPT PPP LLAJ Dishub Jatim di Jember, Teguh Budi Hartono mengatakan, kewenangan dari Gubernur terkait penetapan tarif, perizinan, dan pengawasan. Sementara hal-hal yang berhubungan dengan aplikator menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sejauh ini, Kementerian Perhubungan telah memberikan petunjuk teknis, sehingga bisa menjadi pedoman bagi Lembaga di bawahnya, untuk menegakkan Angkutan Sewa Khusus. Berbeda dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sampai saat ini belum ada petunjuk teknis.
Sehingga meskipun ASK sudah selesai yang menjadi kewenangan Gubernur Jatim sesuai Peraturan Menteri Perhubungan, namun tarif yang ditentukan belum bisa diterapkan karena belum ada tindak lanjut dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Dengan adanya tarif, sesuai aturan ada tarif batas bawah dan atas. Menjadi masalah karena ada dua kewenangan, yakni di Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Perhubungan. Ini ibaratnya ada dua kaki, Perhubungan dan Kominfo. Saat ini jalan satu kaki, hanya Perhubungan," tuturnya.
Teguh juga sepakat SK Gubernur Jatim dapat segera diaplikasikan di Jember dengan tidak mengurangi atau menambah. Sebab, nominal yang tertera sudah dihitung secara matang, mulai dari biaya tidak tetap dan tetap.
Teguh juga mendorong Pemkab Jember mengeluarkan aturan yang belum diatur dalam SK Gubernur. Sebab sesuai permintaan ojek online Jember harus ada peraturan di tingkat daerah.
“Kalau ada kebutuhan sudah masuk di dalamnya. Tarif yang sudah ada tidak boleh dikurangi dan ditambah,” pungkasnya.