Ribuan Anak Afghanistan Meninggal, Lembaga Donor Galang Bantuan
Rata-rata, lima anak di Afghanistan terluka setiap hari selama 14 tahun terakhir. Save the Children melaporkan terdapat 26.025 anak meninggal atau cacat sejak 2005 hingga 2019.
Lembaga ini mendorong negara pendonor untuk melindungi masa depan anak-anak Afghanistan, dalam pertemuan kunci di Jenewa.
Negara yang masuk peringkat 11 dengan status paling bahaya bagi anak di dunia ini, bertanggungjawab atas meninggalnya 874 anak dan 2.275 mengalami cacat, sepanjang 2019, menurut Save the Children yang dirilis pada Jumat lalu.
Lebih dari dua per tiga anak yang meninggal atau cacat adalah laki-laki. "Ini muncul karena konflik antara kelompok yang pro dan anti pemerintah atau akibat alat peledak baik ledakan bunuh diri atau tidak," katanya.
Laporan juga menyebutkan jika sekolah menjadi sasaran rutin serangan dalam konflik jangka panjang yang melibatkan pemerintahan Afghanistan yang didukung Pemerintah AS, melawan Taliban dan kelompok pemberontak lainnya.
Di tahun 2017 dan 2019, terdapat lebih dari 300 kali serangan yang ditujukan ke sekolah. "Bayangkan hidup dalam ketakutan, bahwa hari ini adalah hari terakhir anak Anda. Mereka terancam akibat ledakan bom bunuh diri atau serangan udara," kata Chris Nyamandi, Direktur Save the Children di Afghanistan.
Laporan itu dibacakan di Konferensi Afghanistan 2020 di Jenewa. Konferensi yang mempertemukan donor internasional dan berlangsung sejak Senin, 23 November 2020. Lembaga donor mendorong negara pendonor untuk ikut menjaga masa depan anak-anak Afghanistan dengan meningkatkan pendanaan kemanusiaan.
Lembaga donor juga menyerukan pemerintah Inggris untuk berkomitmen serta mendorong negara aliansinya untuk berhenti menggunakan senjata peledak di area dengan penduduk.
Konflik di Afghanistan
Afghanistan telah mengalami konflik berkepanangan dan menyebabkan ribuan penduduk sipil meninggal.
Pasukan Amerika Serikat telah berada di negara tersebut sejak tahun 2001 dalam operasi memburu Taliban yang disebut bertanggungjawan atas serangan 11 September di New York.
Taliban kemudian diturunkan paksa dari kekuasaan namun kemudian muncul kembali dan kini menguasai lebih banyak wilayah dibanding ketika Amerika masuk ke Afghanistan.
Pada Februari lalu, Amerika Serikat mulai menarik pasukannya setelah menyepakati perjanjian dengan para pemberontak. Namun, kekerasan di negara tersebut meningkat kembali setelah Taliban meningkatkan serangan akibat negosiasi yang mandek dengan pemerintahan Afghanistan.
Akhir pekan lalu, roket di Kabul menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai 30 lainnya.
Hasil investigasi BBC tahun lalu menemukan jika kekerasan telah berdampak di hampir seluruh wilayah Afghanistan dengan korban yang jatuh setiap hari, pada Agustus 2019.
Banyak pengamat memperingatkan jika militer Afghanistan tak terlalu kuat untuk mengatasi pemberontakan, setelah Amerika Serikat pergi.
Namun, Amerika Serikat mengumumkan pengurangan anggaran, pada minggu lalu dan menarik 2.000 pasukan di pertengahan Januari tahun depan. Diperkirakan tersisa 2.500 anggota militer Amerika Serikat di Afghanistan.
Selain Amerika Serikat, Inggris juga sempat terlibat dalam konflik di Afghanistan. Selama 13 tahun, antara 2001 hingga 2014, Inggris juga terlibat dalam konflik melawan Taliban dan Al Qaeda. Namun, di akhir 2014 seluruh pasukan Inggris telah ditarik dari Afghanistan. (Bbc)