Rezeki Perajin Sandal Pasuruan di Tengah Penyekatan PPKM
Para perajin sandal di Dusun Karangbangkal, Desa Karangrejo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan mulai sumringah. Meski omset sempat turun hingga 50 persen akibat penyekatan selama PPKM, kini sandal buatan mereka diincar oleh para pasangan yang hendak menikah untuk dijadikan souvenir pernikahan.
Buah manis ini salah satunya dialami oleh Tatik Farichah, usia 45 tahun, yang tak lain adalah Ketua kelompok UPPKS Al Diva Maju Jaya di Desa Karangrejo. Ia menuturkan, di saat sandal-sandal buatannya tak bisa dikirim ke luar daerah lantaran penyekatan PPKM, ternyata ada banyak muda-mudi yang memesan souvenir perkawinan dalam bentuk sepasang sandal.
Pesanan tersebut tentunya menjadi berkah baginya dan anggota yang sama-sama merasakan bagaimana beratnya bertahan di tengah Pandemi Covid-19. “Hanya bisa bersyukur, karena ada rejeki yang Allah SWT berikan untuk kami melalui pemesanan souvenir pernikahan ini,” kata Tatik, saat ditemui di rumahnya, Selasa 3 Agustus 2021.
Khusus di bulan Agustus ini, Tatik mengaku mendapatkan order sebanyak 6 ribu pasang sandal. Ribuan pasang sandal ini merupakan sandal jepit perempuan bermotif yang ia jual dengan harga grosir, yakni cuma Rp 6 ribu per pasang. “Saya beri harga grosir. Makanya banyak yang pesan, karena memang murah sekali Cuma Rp 6 ribu,” singkatnya.
Meski murah, sandal buatannya tak murahan. Tatik menyebut bahwa sandal buatannya laris di pasaran. Utamanya di Provinsi Kalimantan, di mana pesanan yang datang sampai melebihi kemampuan dalam membuatnya.
Rahasianya hanya satu, yakni menjaga kualitas sandal agar tetap nyaman dipakai dan tak gampang putus atau rusak. “Bisa saya bilang bahwa di Kalimantan, kami memiliki pangsa pasar tersendiri. Ya karena murah tapi bagus. Gak gampang putus dan tahan lama,” ungkapnya.
Dengan banyaknya pesanan sandal sebagai souvenir pernikahan, Tatik melibatkan para tetangganya yang juga anggota kelompoknya. Tercatat ada 12 kelompok perajin sandal yang mengandalkan penghasilannya dari membuat sandal. “Semua sandal kirimnya ke saya. Kemudian saya jual sesuai pesanan. Ada adik saya yang membantu pengirimannya,” jelasnya.
Sementara itu, saat ditanya perihal pengaruh PPKM Level terhadap proses pengiriman sandal, Tatik mengaku mau tak mau harus kehilangan lebih dari 50 persen omset yang biasanya dicapai dalam satu bulan.
Dalam satu bulan sebelum pandemi datang, omset yang diterimanya secara bersih mencapai Rp 8 juta. Akan tetapi, sejak pandemi plus kebijakan PPKM darurat atau level, dalam satu minggu yang biasanya mengirim 50 kodi, kini menyisakan 20 kodi.
Sehingga secara otomatis membuat omsetnya menurun drastis hingga menyisakan Rp 2 juta sebulan. “Kalau dulu bisa ditabung untuk memperluas usaha. Tapi kalau sekarang ya cukup buat makan sehari-hari. Yang penting sehat, itu saja” tutupnya. (Pas)