Revolusi Industri 4.0, Ini Peran Diambil Muhammadiyah
Muhammadiyah perlu melihat bagaimana kondisi masyarakat di era revolusi Industri 4.0 sehingga kedepan Muhammadiyah terus mengambil peranan informasi dan pemberdayaan dengan hadirnya era ini.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Agung Danarto mengungkapkan hal itu, ketika memberikan pengantar diskusi Dua Mingguan PP Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah Ciditiro, Yogyakarta, pada Selasa 29 Oktober 2019.
“Dengan diskusi malam ini bisa menimbulkan inovasi-inovasi baru Muhammadiyah atau paling tidak yang mencerahkan. Sehingga pembanguan-pembangunan yang sudah dilakukan Muhammadiyah selama ini akan terus bermanfaat dan optimal khususnya di era revolusi industri,”katanya dalam pengantar diskusi.
Hadir sebagai pemateri Heddy Shri Ahimsa Putra yang mengupas mengenai tema “Kajian Paradimatik dan Semiotik atas Simbol-simbol Keagamaan di Era Digital dan Post Truth” dan Hakimul Ikhwan “Proyeksi Pengikut Muhammmadiyah Era Digital”.
Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Heddy Ahimsa, mengatakan, ada tiga hal yang penting dari nilai dasar paradigma yaitu asumsi, nilai, dan metode (model), hal ini berlaku juga ketika orang melihat Muhammadiyah.
Ketiga nilai dasar itu membentuk sebuah paradigma sehingga apa yang dilihat orang mengenai Muhammadiyah saat ini berdasarkan ketiga nilai tersebut.
“Dari paradigma tadi muncul lah paradigma semiotika, yang mengkaji mengenai tanda dan lambang. Inilah yang banyak di bahas terutama dalam ilmu sosial budaya terutama ilmu linguistik.Tanda dan lambang inilah yang tidak banyak orang menyadari,” paparnya.
Dari kacamata tertentu seperti yang filsuf Ernst Cassier yang mengartikan manusia sebagai animal symbolicum (Dikutip juga oleh Jujun Sumantri, dalam Filsafat Imu 1982). Cassier berpendapat, manusia sebagai animal symbolicum memiliki cangkupan yang lebih luas dari homo sapiens atau manusia sebagai makhluk berfikir.
“Lambang ini sulit didefinisikan tetapi dalam termininologi lambang adalah sesuatu hal yang dimaknai. Karena itu lambang mempunyai dua dimensi pelambangnya dan linambangnya. Jadi segala sesuatu akan menjadi lambang ketika dia diberi makna, apapun itu. Hal ini penting dipahami, karena Muhammadiyah adalah lambang dan simbol,” paparnya.
Sementara itu, Hakimul Ikhwan, Dosen Sosiologi UGM menyampaikan, saat ini kita semua mengalami dimana struktur dalam masyarakat digital berbeda sekali dari zaman seperti yang diprediksikan oleh para ilmuan dulu hari ini jungkir balik. Mungkin sudah tidak bisa lagi digunakan saat ini.
“Yang hari ini kita alami, bukan transformasi biasa. Tetapi yang sedang kita alami saat ini adalah pergeseran lempeng sosial. Mau tidak mau hal itu juga menjadi tantangan Muhammadiyah saat ini,” katanya.