Reuters; Angka Kematian di Indonesia Lebih dari 2.200 Jiwa
Setiap hari, saat siang, pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengeluarkan angka terbaru kasus COVID-19 di Indonesia, angka penambahan pasien yang sembuh serta pasian yang meninggal.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, setiap siang menggelar konferensi pers di di Graha BNPB Jakarta untuk menjelaskan angka-angka tersebut.
Hari ini, Selasa 28 April, up date yang disampaikan Achmad Yurianto; terdapat 9.511 kasus terkonformasi positif, pasien sembuh 1.254 orang dan meninggal dunia 773 jiwa.
Data resmi di atas tentu bukan satu-satunya data yang beredar di masyarakat. Bahkan kantor berita Reuters pun punya data yang berbeda. Menurut Reuters, data yang dikumpulkan dari 16 dari 34 provinsi di Indonesia menunjukkan kematian akibat COVID-19 jauh lebih tinggi daripada angka resmi yang disampaikan juru bicara setiap hari.
Menurut Reuters, seperti dikutip Aljazeera.com hari ini, lebih dari 2.200 orang Indonesia telah meninggal dengan gejala akut COVID-19, tetapi tidak dicatat sebagai korban penyakit ini.
Indonesia memiliki salah satu tingkat pengujian terendah di dunia, dan beberapa ahli epidemiologi mengatakan bahwa hal itu telah membuat sulit untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang tingkat infeksi di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini.
Data terbaru dari 16 provinsi menunjukkan ada 2.212 kematian pasien di bawah pengawasan karena mereka memiliki gejala coronavirus akut. Kementerian kesehatan Indonesia menggunakan akronim PDP untuk mengklasifikasikan pasien-pasien ini ketika tidak ada penjelasan klinis lain untuk gejalanya.
Data iu dikumpulkan oleh lembaga-lembaga di tingkat provinsi setiap hari atau setiap minggu dari angka yang dipasok oleh rumah sakit, klinik dan pejabat yang mengawasi pemakaman.
Data itu diperoleh Reuters, dengan memeriksa situs web, berbicara dengan pejabat provinsi dan meninjau laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ke 16 provinsi tersebut mencakup lebih dari tiga perempat dari 260 juta penduduk negara itu.
Anggota senior gugus tugas COVID-19 pemerintah, Wiku Adisasmito, tidak membantah temuan Reuters tetapi menolak mengomentari jumlah korban virus corona yang ia yakini dapat ditemukan di antara pasien yang diminta sebagai PDP (Pasien Dalam Pengawasan).
Dia mengatakan banyak dari 19.897 orang yang diduga penderita coronavirus di Indonesia belum diuji karena jumlah spesimen yang menunggu diproses di laboratorium, dan karena kurangnya staf. Beberapa orang telah meninggal sebelum sampel mereka dianalisis, katanya.
"Jika mereka memiliki ribuan atau ratusan sampel yang perlu mereka uji, mana yang akan mereka prioritaskan? Mereka akan memberikan prioritas kepada orang-orang yang masih hidup," katanya kepada Reuters.
Wiku Adisasmito adalah pakar kesehatan masyarakat paling senior di gugus tugas COVID-19 Indonesia.
Menurut pedoman COVID-19 terbaru dari Kementerian Kesehatan, pasien yang diklasifikasikan sebagai PDP adalah pasien dengan penyakit pernapasan akut yang tidak ada penjelasan klinis selain coronavirus baru.
"Saya percaya sebagian besar kematian PDP disebabkan oleh COVID-19," kata Pandu Riono, seorang ahli epidemiologi di Universitas Indonesia, mengutip gejala COVID-19 mereka dan bahwa tidak ada penyebab lain kematian yang diidentifikasi.
Beberapa anggota senior pemerintah menganggap sepele corona pada Januari dan Februari, dengan mengatakan wabah akan hilang dengan doa, pengobatan herbal dan cuaca panas akan dapat membunuh virus. Jumlah korban meninggal di Indonensia, menurut Reuters, sekarang adalah yang tertinggi di Asia setelah China.
Indonesia telah secara resmi mencatat 9.096 infeksi virus korona pada tanggal 27 April. Indonesia telah melakukan 210 tes per satu juta orang. Australia telah menguji 100 kali lebih banyak per kapita, sementara pengujian Vietnam sekitar 10 kali lebih tinggi.
"Tingkat infeksi dan kematian sebenarnya lebih tinggi daripada data yang dilaporkan secara resmi, karena tes kami masih sangat rendah dibandingkan dengan populasi," kata Dr Iwan Ariawan, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia.
Daeng Faqih, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mendesak pemerintah untuk mengungkapkan jumlah nasional yang diduga pasien COVID-19 yang meninggal tetapi belum diuji.
Kantor perwakilan WHO di Indonesia juga mengatakan pada akhir pekan bahwa kematian terduga pengidap virus korona harus diungkapkan. (nis)
Advertisement