Resolusi Gencatan Senjata Gaza, Dosen Unair: Sejarah & Dilematis
Resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghentikan kontak senjata antara Hamas dan Israel di Gaza di sisa bulan Ramadan merupakan torehan yang bersejarah.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga Probo Darono Yakti mengatakan, resolusi gencatan senjata tersebut sebenarnya sudah beberapa kali dimunculkan dalam sidang Dewan Keamanan PBB, namun Amerika Serikat selalu memveto resolusi tersebut karena tidak adanya kecaman terhadap Hamas.
"Ini sudah sempat diusulkan oleh AS namun dengan syarat bahwa PBB harus mengecam Hamas, maka dari itu diveto oleh Tiongkok dan Rusia. Semestinya ini bisa menjadi satu peringatan keras bahwa semestinya resolusi dari Dewan Keamanan ini harus diindahkan," ujarnya, Kamis 28 Maret 2024.
Walau resolusi DK PBB mengharuskan kedua belah pihak menghentikan kontak senjata, namun Probo pesimistis Israel akan menjalankan resolusi ini. Karena resolusi DK PBB ini menurutnya tidak bersifat mengikat.
"Resolusi dari PBB ini tidak mengikat dan menjadi dilematisnya. Memang gencatan senjata itu sudah disahkan sebagai satu resolusi, tapi dalam implementasinya memang tidak bisa sepenuhnya surveillants atau pengawasan di lapangan sangat minim," jelasnya.
Jika resolusi ini tidak dapat dilaksanakan, maka Probo berharap PBB dapat menggelar forum yang lebih tinggi, yakni Sidang Umum atau General Assembly untuk membahas permasalahan antara Palestina dan Israel.
"Dalam General Assembly atau Sidang Umum itulah kemudian persoalan tentang Israel dan Palestina bisa dibicarakan secara lebih luas, terlebih sekarang sudah mulai banyak negara-negara yang merekomendasikan Palestina sebagai suatu negara yang berdaulat," tambahnya.
Terkait sikap abstain yang dilontarkan Amerika Serikat, melalui Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield pada sidang Dewan Keamanan PBB, Selasa 26 Maret 2024 lalu, Probo meyakini sikap tersebut memiliki tujuan tertentu.
Apalagi, selama berlangsungnya sidang DK PBB yang membahas mengenai resolusi gencatan senjata, AS selalu memveto keputusan yang akan diambil.
"Amerika Serikat dan sekutunya selalu menggunakan kacamata kuda untuk membela Israel. Untuk itu, perlu diwaspadai karena setelah ini di Amerika Serikat akan ada pemilihan umum untuk memilih presiden, sehingga bisa jadi pemerintahan yang sekarang mencari simpati karena berbagai macam protes dan tuntutan itu sudah disuarakan di seluruh penjuru Amerika Serikat, terkait dengan sikap Amerika Serikat terhadap Palestina," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden DK PBB Yamazaki Kazuyuki menetapkan resolusi DK PBB terkait gencatan senjata di Gaza, pada Selasa 26 Maret 2024 lalu. Sebanyak 14 negara setuju, 0 negara menentang, dan 1 negara, yakni Amerika Serikat bersikap abstain.