Rendang Pak Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) gemar kulineran. Tentu saja, mayoritas masakan nusantara. Di Jakarta, banyak restoran kegemarannya.
Untuk olahan ranah minang, Pak Jokowi suka sekali ke sini. Restoran Sari Ratu di Plaza Indonesia. “Pak Jokowi, paling suka makan rendang,” ungkap Adi, salah satu pelayan.
Minggu lalu, saya mampir ke restoran ini. Lantas memilih duduk di lokasi kegemaran Pak Jokowi. Di bagian pojokan.
Saya juga memesan rendang dan gulai tunjang. Saat melirik meja sebelah, ekor mata saya menangkap gulai otak. Ya sudah, pesan satu sekalian. Sudah sangat lama sekali, saya tak mencicipi gulai otak ini.
“Sesekali dikasih asupan otak, biar makin pinter,” batin saya. Urusan kolestrolnya, dipikir belakangan saja. Tentu saja, setelahnya saya harus berlari.
Selain rendang, ada satu menu lagi kegemaran Pak Jokowi. Setiap santap siang di restoran ini, mantan Gubernur DKI ini memilih menu paru. “Pak Jokowi makannya sedikit,” tambah Adi.
Untuk minumannya, Pak Jokowi tak memilih es teh manis atau jeruk hangat. Mantan Wali Kota Solo ini lebih suka sari buah. Dia selalu meminta jus alpukat.
Namun, Pak Jokowi selalu datang didampingi banyak orang. Dari pejabat hingga petugas pengamanan presiden. Tak heran, sekali santap siang, tagihannya bisa bikin geleng kepala.
“Biasanya, notanya lebih dari 20 juta,” jawab Uni kasir. Yang di mejanya, ada foto dirinya bersama Pak Jokowi. Foto dengan senyum simpul itu.
Sebenarnya, ada satu menu lagi yang enak di sini. Saya tak tahu, kenapa Pak Jokowi tak pernah ditawari. Menu itu, telur dadar yang digoreng dadakan.
Bisa pesan di tempat. Saat disajikan, masih terasa hangatnya. Gurih dan lembutnya tiada terkira.
Satu porsi telur dadar ini, disajikan di piring kecil. Satu bulatan penuh, dibelah menjadi empat potong. Disajikan dengan alas daun pisang.
Tapi jangan kuatir, rendang jaringan Restoran Sari Ratu ini, enak. Memang, siapa yang benari menolak suguhan rendang. CNN International bahkan mentahbiskannya sebagai makanan terenak sejagad pada 2011 lalu.
Sebagai orang Jawa, kelahiran Solo, tentu Pak Jokowi pas memilih menu ini. Rendang diyakini mewakili semangat kesabaran. Bagaimana tidak, butuh empat jam untuk mengolahnya.
Dimasak dengan jilatan api kecil, agar seluruh bumbu merasuk sempurna. Kelembutan daging muncul. Juga warna dan aroma paripurna yang mengugah selera.
Rendang memang ikon ranah Minang.
Berbicara Minang, tak elok kalau kita tak menjura kepada AA Navis, salah satu sastrawan besar. Dengan karya monumentalnya, “Alam Takambang Menjadi Guru” dan “Robohnya Surau Kami.”
Saya mengenal dua buku itu saat masih SD. Tinggal di kampung pelosok di Bandar, Batang di Jawa Tengah, tak ada hiburan lain. Yang ada hanya tumpukan buku di perpustakaan sekolah.
Saat itu, buku seluruh perpustakaan, ludes saya baca. Termasuk karya sastrawan yang diterbitkan Balai Pustaka. Banyak ilmu dan pesan yang dibabar para sastrawan itu:
Dalam Alam Takambang Menjadi Guru, Navis memaparkan, alam adalah hal utama di masyarakat Minangkabau. Itulah guru sejati. Dia mengajari dan mendidik dalam proses berkehidupan.
Pandangan hidup Minangkabau dinukilkan dalam pepatah, petitih, pituah, hingga mamangan. Semua mengambil bentuk, sifat, dan kehidupan alam. Navis juga menyinggung perihal status dan peran manusia yang berbeda-beda.
Semua tergantung kodrat dan harkat yang diberikan alam. Tetapi, nilainya tetap sama. Salah satu ciri utama urang Minang, mereka adalah perantau ulung.
Di sinilah, urang Minang akan diuji keliatannya. Karena ada pergulatan baru. Proses meninggalkan alam kampung halaman untuk belajar dengan alam-alam lainnya di luar Minangkabau.
Dan jangan lupa, rendang adalah menu utama, sebagai bekal saat merantau. Rendang yang mengajarkan kesabaran, kegigihan, dan ketekunan. Karena setelah melewati seluruh perjuangan itu, kita akan menapak jalan kesuksesan.
Pak Jokowi, mungkin sangat memahami filsafat rendang dan menyerap perilaku hidup urang Minang ini. Buktinya, 12 kepala daerah di Sumatera Barat (Sumbar) mendeklarasikan dukungannya. Pada 9 April 2019, saat kampanye tim Jokowi-Ma’ruf di Danau Cimpago, Padang.
Sayangnya, hasil Pilpres berkata lain. Di Pilpres 2019 suara Pak Jokowi-Abah KH Ma'ruf Amin hanya meraup 14,1 persen. Padahal, pada Pilpres 2014 pasangan Pak Jokowi-Pak Jusuf Kalla meraih 23,1 persen suara.
Tentu kondisi ini menarik untuk diskusikan. Pasalnya, Pak Jokowi sudah beberapa kali mendatangi Sumbar. Memberikan banyak program pembangunan.
Selain dukungan kepala daerah, Pak Jokowi juga didukung ulama seperti Buya Masoed, Buya Shofwan, Buya Bagindo. Bahkan, rasa takzim dan hormatnya kepada Buya Syafii Maarif bisa jadi contoh, betapa cintanya atas urang Minang.
Apakah masih ada pepatah dan petitih yang harus dipelajari Pak Jokowi? Agar hati urang Minang takluk dan cinta kepadanya. Atau, haruskah menyerah pada cerita lama, bahwa cinta tak harus memiliki.
Tapi maaf, saya sudah lapar. Kita bincangkan lain waktu ya. Itu, rendang, gulai tunjang, dan gulai otak bikin perut keroncongan. Harumnya nasi hangat dan telur dadar dadakan sudah bikin mabuk kepayang.
Oh ya, Restoran Sari Ratu di Plaza Indonesia, lokasinya di lantai dasar. Siapa tahu, Anda ingin mencoba duduk di pojokan sambil menikmati rendang kegemaran Pak Jokowi.
Ajar Edi, kolumis “Ujar Ajar” di ngopibareng.id