Rembug Budaya Haul Gus Dur Ke-10 Hasilkan 10 Rekomendasi
Rembug Budaya dalam rangka Haul ke-10 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 2019, Presiden RI ke-4 menghasilkan 10 rekomendasi yang akan diserahkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Kegiatan Rembug Budaya ini bertajuk 'Kebudayaan untuk Melestarikan kemanusiaan' yang digelar di Masjid Jami Al-Munawarah, di Jalan A Munawarah II, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Desember 2019.
Hadir dalam acara tersebut Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono, Eks Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, dan dosen UI Saras Dewi Dharmantra sebagai pembicara.
"Kita akan diserahkan ke dirjen kebudayaan sebagai mitra kami. Karena ini adalah upaya dirjen kebudayaan juga untuk mendapatkan masukan dari masyarakat yang lebih luas. Dan kita akan kawal terus supaya nanti ada wujudnya," kata Putri pertama Gus Dur, Alissa Wahid dalam keterangannya, Sabtu, 28 Desember 2019.
Kata Alissa, forum Rembug Budaya merupakan salah satu dari bagian gerakan kebudayaan. Menurutnya, hasil dari diskusi ini akan terus dilanjutkan demi mewujudkan perubahan dalam masyarakat.
"Yang jelas forum budaya ini kita tempatkan sebagai salah satu dari bagian gerakan kebudayaan yang lebih besar. Jadi nggak hanya berhenti di forum ini tadi. Tapi akan dilanjutkan dan juga akan dimasukkan ke kebudayaan yang lebih besar untuk mendorong perubahan, yang benar-benar perubahan, tidak hanya slogan-slogan," kata Alissa.
Berikut 10 hasil rekomendasi Rembug Budaya yang akan diserahkan ke Kemendikbud:
Kebudayaan harus melestarikan kemanusiaan dengan menangkap pergumulan kemanusiaan, khususnya pengalaman hidup kelompok kelompok rentan/lemah seperti perempuan.
Gerakan dan kebijakan kebudayaan harus membangun ekosistem kebudayaan yang partisipatoris, sehingga pengembangan kebudayaan tidak bertumpu pada elitisme kebudayaan.
Negara dan masyarakat harus mengedepankan pendekatan kebudayaan sebagai bentuk pengelolaan keberagaman dan instrumen resolusi konflik.
Negara harus menjadi fasilitator dalam tata kelola kebudayaan, dengan menjadikan kebudayaan sebagai kata kerja, sumber pengetahuan, dan peran vital dalam membangun peradaban yang lebih manusiawi.
Paradigma pembangunan harus berdasarkan strategi kebudayaan nasional, dan dijabarkan dalam kebijakan dan strategi anggaran, serta diimplementasikan secara komprehensif sampai ke pemerintah daerah.
Negara harus memberikan jaminan perlindungan berekspresi dan dukungan sumber daya untuk gerakan kebudayaan dalam bentuk akses, fasilitas, dan ruang.
Negara dan masyarakat perlu membangun model praktik keberagamaan yang kontekstual dengan konstruksi budaya Indonesia. Agama dan budaya tidak saling mengalahkan, bukan dikotomi yang kontradiktif, tetapi dialektis, keduanya saling belajar dan mengambil. Beragama yang berkebudayaan berarti praktik beragama yang membawa manfaat dan maslahat termasuk untuk alam.
Sistem pendidikan harus mengembangkan potensi kemanusiaan agar tidak dikendalikan oleh teknologi, tetapi menguasainya melalui khazanah pengetahuan dan budaya.
Kebudayaan perlu dioptimalkan sebagai cara menumbuhkan daya kritis terhadap kekuasaan, untuk mengikis pragmatisme dan apatisme politik.
Negara perlu meninggalkan model ekonomi ekstraktif yang mengorbankan keberlanjutan ekologi dan mulai menggali potensi ekonomi yang berbasis pengetahuan tradisional dan kearifan lokal.