Rektor Unair Keluhkan Kampus Merdeka Tak Bebas dari Pemeriksaan
Rektor Universitas Airlangga (Unair) sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) periode 2022-2023, Prof Mohammad Nasih menyampaikan keluh kesahnya di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang ketatnya pemeriksaan yang dilakukan BPK.
Menurut Nasih, perguruan tinggi memang memiliki tanggung jawab untuk mengelola dana dengan baik dan transparan. Namun, di sisi lain, pemeriksaan yang terlalu ketat juga bisa menghambat kreativitas dan inovasi yang menjadi salah satu tujuan dari program Merdeka Belajar.
"Kita selama ini masih dihantui, kampus Merdeka ini harusnya tempat berkreasi inovasi, tapi ketika mampu menjual dan hasil penjualannya dilirik oleh Kejaksaan, KPK, hingga BPK," kata Nasih ditemui dalam pembukaan Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Surabaya, Senin, 15 Januari di Graha Unesa.
Menurut Nasih, kejelasan penggunaan dana ini menjadi fokus perhatian dari KPK atau BPK. "Ini harus dibayarkan kemana kalau mau dipakai, modal persediannya, dalam bentuk apa, dan seterusnya. Kita di perguruan tinggi masih menemukan banyak hal. Mohon maaf, ini uneg-uneg kekhawatiran kita semuanya," terangnya.
Ia membandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dimana Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat (DAMAS) jauh dari sorotan BPK. Tetapi saat ini kembali dilirik bagaimana ini harus diperiksa.
"Sehingga Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli penuh dengan pemeriksaan, mulai dari irjen, BPK dan seterusnya. Alhasil kemerdekaannya jadi agak terenggus sedikit karena proses-proses demikian," katanya.
Menurut Nasih, keluhan semacam ini tak hanya dirasakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tapi juga Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Pajaknya terus menjadi incaran pemeriksaan. "Mohon maaf Pak Jokowi. Kita harus tertib, padahal ya pendapatan dosen itu berapa. Pendapatan PTS juga sangat minim, tapi terus diuber-uber pajak, listrik belum pakai tarif sosial, dan lainnya," paparnya.
Bagi Nasih, rasa was-was karena dibayang-bayangi oleh lembaga pemeriksaan keuangan itu, menjadi penghambat akan rasa merdeka belajar yang harus diberikan bagi para mahasiswa. Ia berharap Merdeka Belajar bisa dilanjutkan dengam kondisi kampus yang merdeka.
Terlebih, ujar Nasih, perguruan tinggi harus berkontribusi untuk menyiapkan Indonesia maju yang dipercepat, bukan pada 2045 tetapi 2034 mendatang.
"Jalan menuju Indonesia maju sangat terjal dan Salah satu kunci adanya insan Indonesia sehat, terdidik dan terlatih serta fokusnya ada di dunia pendidikan. Untuk sampai kesana dibutuhkan komitmen kuat, kebersamaan yang masif, dan leadership," ungkap Nasih.
"Kalau pemimpin nasional tidak konkret, ya mohon maaf kami mendukung Pak Jokowi untuk bisa menyiapkan pemimpin yang kuat bagi Indonesia. Yang terbaik harus mendapat kesempatan mengelola atau menjadi dirijen dalam pengembangan bangsa," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi dalam forum rektor juga menyampaikan beberapa poin terkait bekal untuk meraih Indonesia maju pada tahun 2034 mendatang.
Poin-poin tersebut antara lain penambah dana riset bagi perguruan tinggi, mendorong perguruan tinggi untuk aktif mencetak lebih banyak S2 dan S3, serta mendorong mahasiswa Indonesia untuk mempelajari AI dan Robotic.
Advertisement