Rekonstruksi Bunuh 4 Anak Ternyata...
Oleh: Djono W. Oesman
Jelang akhir 2023 Polres Jakarta Selatan menggelar rekonstruksi Panca Darmansyah, 41, meng-KDRT isteri, Devnisa Putri, 27 dan membunuh empat anak mereka. Sadis. Seperti orang sakit mental. Tapi psikiater Polri sudah mendiagnosis, Panca sehat, layak dihukum.
—-------------
KRONOLOGI pembunuhan itu sudah dimuat lengkap di semua media massa. Juga tersebar di medsos. Di acara rekonstruksi di TKP, kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat, 29 Desember 2023, terdiri 42 adegan (10 KDRT Panca ke Devnisa, 32 pembunuhan 4 anak ditambah Panca mencoba bunuhdiri).
Garis besar kronologi, sama, antara yang dimuat media massa dengan di rekonstruksi. Cuma ada beda tipis.
Ternyata, saat Panca membunuh dimulai dari anak terkecil, berurut sampai yang besar, mereka tidak melihat saat adik mereka dibunuh. Mereka dipisah di dua kamar. Lalu diambili satu-satu oleh Panca untuk dibekap di kamar pembantaian. Tidak seperti diberitakan media massa, dibunuh di satu kamar sehingga yang hidup melihat pembunuhan.
Diungkap, motif KDRT, yang berlanjut ke pembunuhan anak-anak. Panca mengaku ke penyidik, melihat video perselingkuhan isteri dengan tiga pria sekaligus. Kata Panca, itu ia ketahui setelah membobol password Instagram isteri. Videonya ada di situ. Di draft, terkunci, tak terlihat publik.
Panca ditanya wartawan, perselingkuhan yang bagaimana? Dijawab: “Ya, kayak suami-isteri begitu.”
Jarang, perempuan bersuami selingkuh direkam video, rekamannya disimpan di Instagram. Tapi ini pengakuan tersangka, yang tentunya dicek penyidik.
Karenanya, menurut logika Panca, ia membunuh semua anak, lalu ia bunuhdiri. Katanya: “Supaya saya dan anak-anak menyatu di akhirat.” Panca coba bunuhdiri lima kali, sejak selesai membunuh empat anak, Minggu, 3 Desember 2023 pukul 14.00 WIB sampai ditemukan tetangga, Rabu, 6 Desember 2023 sore. Caranya, mengiris lengan kiri, kanan, mencoblos perut, dengan pisau dapur.
Motif pembunuhan itu mirip dilakukan Muhammad Qo'dad Af'alul Kirom, 29, alias Affan, di Gresik, Jatim. Affan membunuh puteri kandungnya AZ, 9. Sabtu, 29 April 2023 dini hari, saat AZ masih tidur, dengan tikaman pisau dapur. Tikaman 24 kali mencacah punggung AZ. Motif, Affan yang pernah dihukum karena mengedarkan narkoba, ditinggal isteri yang kemudian jadi PSK.
Affan tidak bunuhdiri. Tapi ia minta dihukum mati ketika diadili. “Biar ketemu anak saya di surga. Anak kalau mati, kan langsung masuk surga,” ujarnya.
Affan, sama seperti Panca, dikenakan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Affan divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Gresik, Kamis, 28 Desember 2023 dengan hukuman seumur hidup.
Panca juga dijerat Pasal 340 KUHP, ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau bisa juga 20 tahun penjara. Terserah hakim.
Tujuan hukuman penjara terhadap pembunuh, sebagai efek jera terhadap terhukum dan calon pembunuh. Juga agar terpidana bertobat. Ada juga tujuan yang tak tertulis, agar terpidana tak punya kesempatan membunuh lagi. Maka dihukum mati. Atau penjara seumur hidup. Atau 20 tahun penjara, sehingga ketika bebas ia sudah tua dan tak punya energi membunuh lagi.
Tujuan terakhir itu demi melindung masyarakat. Supaya terpidana tidak membunuh lagi, karena sudah menua di dalam penjara.
Padahal, mantan narapidana pembunuh yang sudah bebas penjara dan tua, belum tentu tidak membunuh lagi. Belum ada riset soal ini. Kendati, ada contohnya. Di Kota Lewiston, Negara Bagian Idaho, Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari The New York Times,19 Juli 2019 berjudul: A Murderer Deemed Too Old for Violence Was Just Convicted of Another Killing. Memberitakan tentang Albert Flick (saat diberitakan usia 77) membunuh Kimberly Dobbie, 48, pada 2018, dengan penikaman pisau bertubi-tubi. Dilakukan di depan mata dua puteri kembar Kimberly Dobbie yang saat itu usia 11.
Diselidiki reporter The Times, ternyata Albert Flick pernah membunuh dan melakukan percobaan pembunuhan. Bukan pembunuh berantai. Tapi sering membunuh. Kalau pembunuh berantai (serial killer) membunuh beberapa orang dalam suatu kurun waktu. Kalau sering membunuh: Membunuh dihukum, membunuh lagi, dihukum lagi. Sering.
Diceritakan, pada 1979 Flick (waktu itu usia 37) tinggal di Kota Westbrook, Los Angeles, AS. Ia bekerja di toko donat tak jauh dari rumah. Beberapa tahun sebelumnya, ia menikah dengan janda satu anak, Sandra, tinggal serumah dengan anak perempuan Sandra dari suami terdahulu, bernama Elsie Kimball Clement, usia SD.
Suatu siang di 1979 Flick-Sandra bertengkar hebat. Anak Sandra, Elsie, takut, ngumpet di kolong ranjang. Dia melihat ortu bertengkar.
Flick diceraikan Sandra yang tidak tahan menikah dengan Flick. Sebaliknya , Flick ogah dicerai. Sandra meletakkan surat cerai di meja. Lalu menelepon polisi, meminta polisi mengeluarkan Flick dari apartemen itu, yang milik Sandra.
Flick mengemas barang-barang, seperti hendak pergi. Tahu-tahu, Flick dengan pisau lipat terbuka, mendekati Sandra dari belakang. Ia meringkus tangan Sandra, menekuknya ke belakang. Lalu menggorok leher isteri berkali-kali. Darah menyebur, Sandra tumbang.
Polisi belum tiba. Flick keluar apartemen dengan baju berlumuran darah. Ia berpapasan dengan tetangga. Pastinya, para tetangga menyingkir, ngeri. Setelah Flick pergi, para tetangga mengetuk pintu apartemen Sandra. Ditemukan Sandra sudah tewas. Si kecil Elsie histeris. Dia saksi pembunuhan.
Flick ditangkap polisi, disidik, diadili. Akhirnya divonis hukuman 25 tahun penjara tanpa pembebasan bersyarat. Tahun 2004 ia bebas hukuman. Ia sudah umur 62.
Tiga tahun kemudian Flick pacaran dengan seorang perempuan, lalu cekcok. Flick menikam dada perempuan itu dengan garpu. Tidak sampai mati.
Flick diadili lagi. Waktu itu warga di sana heboh. Mendesak pengadilan agar menghukum Flick seumur hidup. Warga demo di pengadilan saat Flick diadili. Mendesak pihak pengadilan, agar Flick jangan pernah bebas bebas.
Jaksa menilai, Flick memang membahayakan masyarakat. Waktu itu Flick usia 65. Jaksa menuntut Flick dengan hukuman delapan tahun penjara. Pertimbangan jaksa, saat bebas penjara kelak Flick usia 73. Sudah tak galak lagi.
Hakim Robert E. Crowley menjatuhkan vonis empat tahun penjara. Dengan pertimbangan begini: “Pada titik tertentu, Tuan Flick akan semakin tua dari kapasitasnya untuk terlibat dalam kejahatan ini (penganiayaan) lagi. Hukuman melebihi batas usianya, menurut saya, tidak masuk akal dari sudut pandang kriminologis atau fiskal."
Flick bebas hukuman 2011 di usia 69. Keluar penjara jalannya sudah tidak tegak lagi. Ia memang tidak melakukan kejahatan lagi. Sampai 2018 ia membunuh Kimberly Dobbie. Dengan tikaman bertubi-tubi.
Flick ditangkap, lalu diadili di Pengadilan Maine, dekat New Hampshire, AS. Ketika diadili, Flick mengenakan alat bantu pendengaran sebentuk earphone, karena sudah tuli. Sebentar-sebentar ia membetulkan alat kuping itu, mungkin karena kurang dengar ucapan hakim.
Di persidangan itu, anak perempuan yang dulu kecil, Elsie, duduk di deretan pengunjung. Saat itu dia sudah dewasa.
Di sela persidangan, Elsie mengatakan: “Tidak ada usia yang terlalu tua untuk melakukan pembunuhan. Ia seharusnya tidak pernah boleh berada di jalanan.”
Maine sudah tidak menerapkan hukuman mati. Hukuman maksimal, penjara seumur hidup. Warga Amerika, khususnya perempuan, sangat benci Flick. Terus mendesak pengadilan agar Flick dihukum maksimal.
Akhirnya, Flick dihukum penjara seumur hidup. Kini usianya 81. Masih dipenjara.
Hukuman penjara bukan sarana balas dendam. Karenanya di Indonesia dinamakan Lembaga Pemasyarakatan. Mengandung makna, melatih pemasyarakatan penghuninya. Yang kelak akan bermasyarakat lagi. Meski Indonesia masih menerapkan hukuman mati.
Kisah Flick itu belum ada padanannya di Indonesia. Juga, belum ada masyarakat kita ramai-ramai demo menuntut terdakwa pembunuh dihukum berat, kecuali yang demo keluarga dan kerabat korban. Karena, orang Indonesia lebih pemberani banding di AS.
*) Wartawan Senior
Advertisement