Rekonsiliasi Jangan Digunakan untuk Tutupi Kecurangan Pemilu
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menganggap perbedaan yang terjadi adalah hal biasa dalam berkompetisi. Meski demikian, Koordinator juru bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan kubu 02 menghormati usulan agar Kubu Jokowi dan Prabowo melakukan rekonsiliasi.
Anjuran rekonsiliasi ini pertama kali muncul dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Muhammadiyah juga siap menjadi mediator 'rekonsiliasi nasional', istilah yang dikemukakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Bagi kubu Prabowo rekonsiliasi adalah persoalan mudah. "Pertanyaannya sekarang apa arti dari rekonsiliasi kalau tujuannya untuk menutupi kecurangan di Pemilu dan untuk mengalahkan kubu lain.
Rekonsiliasi itu dilakukan kalau ada konflik. Emang sekarang ada konflik? Kan nggak ada. Jadi justru cara berpikirnya yang harusnya diperbaiki. Kalau ada konflik baru ada rekonsiliasi. Ini nggak ada konflik sama sekali," ujar Dahnil ketika dihubungi ngopibareng.id, Selasa pagi 23 April 2019.
Sementara terkait situasi 'panas' yang muncul dari kampret (sebutan pendukung Prabowo) dan cebong (sebutan pendukung Jokowi), Dahnil menilai hal itu akibat adanya kecurangan yang terstruktur, sistematik, dan massif (TSM).
"Panas karena ada TSM itu. Kecurangan yang TSM. Panas karena ada ketidakadilan. Kalau semuanya baik-baik saja ya tidak masalah. Kuncinya penegakan hukum yang adil. Jadi perhatian khusus kita itu di situ," ujar Dahnil.
Hingga kini, rekonsiliasi terus disuarakan oleh ormas-ormas Islam, di antaranya Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahkan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang dibentuk belasan ormas Islam juga turut menyampaikan hal senada.
Daripada memobilisasi massa, mereka menyarankan berbagai sengketa pemilu diselesaikan lewat jalur hukum di Mahkamah Konstitusi. (asm)