Rekomendasi Wisata Religi di Mojokerto saat Ramadan
Wisata religi menjadi salah satu rekreasi yang sangat cocok dikunjungi di bulan Ramadan. Selain bisa lebih mendekatkan diri pada Allah SWT juga bisa sekalian belajar sejarah tentang Islam.
Di Mojokerto terdapat beberapa destinasi wisata religi yang bisa dikunjungi mulai dari masjid hingga makam tokoh-tokoh yang menyebarkan agama Islam.
Nah, berikut ini beberapa destinasi wisata religi di Mojokerto yang bisa dikunjungi saat bulan Ramadan.
1. Makam Troloyo
Wisata religi pertama yang wajib dikunjungi adalah Makam Troloyo yang terletak di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Makam Troloyo merupakan pemakaman Islam pada zaman Kerajaan Majapahit. Namun tidak setiap muslim dimakamkan di tempat ini.
Kepopuleran Makam Troloyo karena terdapat Makam Syekh Jumadil Kubro, kakek Sunan Ampel atau sesepuh Walisongo.
Kompleks Makam Troloyo telah ada sejak abad ke-14. Lokasinya tidak jauh dari situs-situs peninggalan kerajaan Majapahit.
Beberapa batu nisan di Makam Troloyo bercorak Islam yang berangka tahun 1350 dan 1478. Temuan tersebut membuktikan bahwa agama Islam telah dianut oleh sebagian kecil penduduk ibu kota Majapahit.
Setiap Jumat Legi dan malam Lailatul Qadar bulan Ramadan banyak para peziarah berkunjung ke pemakaman ini.
Masyarakat meyakini dengan mengunjungi makam tersebut akan mendapatkan berkah. Hal ini lantaran, orang-orang yang dimakamkan dianggap memiliki kharisma.
Makam Troloyo buka selama 24 jam. Harga tiket masuk Makam Troloyo sebesar Rp 5.000.
Makam Troloyo terdiri dari dua kompleks makam, yaitu makam di bagian depan (tenggara) dan di bagian begian belakang (barat laut).
Terdapat sekitar 19 tokoh yang dimakamkan di pemakaman tersebut, antara lain Syekh Al Chusen, Tumenggung Satim Singomoyo, Imamudin Sofari, Patas Angin, Nyai Roro Kepyur, Syekh Jumadil Kubro, Raden Kumdowo, Sunan Ngudung, Ki Ageng Surgi, Syekh Jaelani, Syekh Qohar, serta Ratu Ayu Kenconowungu.
Pada bagian belakang Makam Troloyo terdapat makam tujuh atau kubur pitu yang merupakan makam Pangeran Noto Suryo, Pangeran Noto Kusumo, Gajah Permodo, Naya Genggong, Sabdo Palon, Eman Kinasih, dan Polo Putro.
2. Makam Kiai Musthofa ‘Kiai Tiban’
Kiai Musthofa wafat pada 27 September 1955. Jenazahnya dimakamkan di belakang Masjid Al Musthofa. Meski begitu, keharuman namanya masih terus dikenang.
Haulnya rutin diperingati para santri maupun anak cucu santri di Masjid Al Musthofa.
KH Moh Musthofa atau KH Musthofa yang memiliki julukan ‘Kiai Tiban’ memiliki kontribusi penting bagi perkembangan Tarikat Qadariyah Naqsabandiyah dan kemajuan pendidikan Mojokerto dan sekitarnya hingga saat ini.
Lokasi makam Kiai Tiban ini berada di belakang Masjid Al Musthofa, Dusun Kedungsumur, Desa Canggu, Kecamatan Jetis, Mojokerto.
3. Masjid Agung Al Fattah Kota Mojokerto
Kemudian ada Masjid Agung Al - Fattah. Tempat ibadah umat muslim ini tertua di Kota Mojokerto.
Masjid yang dibangun pada masa kolonial Belanda tepatnya tahun 1877 Masehi ini telah berumur 144 tahun. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Kromodjojo Adinegoro III atau Raden Ersadan. Ia ditunjuk oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menjadi bupati (Bupati era penjajahan Belanda) Mojokerto pertama yang memerintah tahun 1866-1894
Kemudian masjid ini dipugar dan pemugaran baru selesai awal tahun 2020 lalu dengan memadukan budaya Islam Timur Tengah dan Majapahit. Kebudayaan Majapahit di bagian dalam masjid masih dipertahankan sampai saat ini yaitu berupa ukiran pada 4 tiang penyangga bangunan. pada masing - masing soko gurudari kayu jati ini terdapat ukiran cerita pewayangan.
Dengan kemegahannya saat ini, masjid yang berdiri di depan alun-alun Kota Mojokerto tepatnya di kelurahan kauman, prajurit kecamatan kulon tersebut mampu menampung 5.500 jemaah.
4. Masjid Agung Darussalam
Masjid Agung Darussalam di Desa Gemekan, Kecamatan Sooko digadang-gadang menjadi salah satu ikon baru Kabupaten Mojokerto. Masjid berusia 131 tahun ini mempunyai beduk raksasa yang bobotnya mencapai 560 Kg.
Diameter beduk raksasa ini mencapai 225 cm dengan panjang 350 cm. Pasak-pasaknya menggunakan kayu merbau dari Kalimantan yang dicat warna emas. Sabuk pengikatnya berbahan rotan yang juga berwarna sama.
Masjid ini pertama kali ini dibangun pada 15 Januari 1893 oleh Raden Adipati Kromo Djoio Adi Negoro yang saat itu menjabat sebagai bupati.
Raden Adipati Kromo Djoio Adi Negoro tercatat sebagai bupati kelima Mojokerto. Masjid yang dibangun di atas tanah seluas 1,2 hektare memiliki dua lantai dan berkapasitas sekitar 5.000 jemaah.
Saat Bulan Suci Ramadan ini, masjid yang berada di ruas jalan arteri tersebut sering dijadikan tempat salat sekaligus beristirahat pengendara untuk menantinya buka puasa.
Advertisement