Regenerasi NU Dalam Perspektif Islam
oleh Dr. H. Ahmad Fahrur Rozi.
Regenerasi dalam Kamus besar bahasa Indonesia berarti pembaruan semangat dan tata susila, penggantian alat yang rusak atau yang hilang dengan pembentukan jaringan sel baru, penggantian generasi tua kepada generasi muda atau peremajaan.
Regenerasi merupakan sunnatullah (hukum alam), baik itu pada level terkecil dalam struktur masyarakat yaitu keluarga maupun dalam struktur terluas yaitu negara ataupun organisasi Internasional.
Regenerasi menjadi suatu kewajiban organisasi. Sebuah organisasi hidup karena kepedulian mereka terhadap regenerasi. Regenerasi dalam suatu organisasi adalah sebagai bukti telah dilakukan pengaderan anggota secara berkualitas.
Regenerasi menurut pandangan Islam memiliki tujuan selektivitas mutu kualitatif dengan kadar ketakwaan di hadapan Allah SWT. Regenerasi manusia telah menjadi ketetapan Allah SWT semenjak zaman azaly, sebagaimana telah ditegaskan dalam salah satu firman-Nya: “Kemudian kami jadikan kamu pengganti-penggganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu semua berbuat” (Qs. Yunus: 14).
Dalam Alquran, kita menemukan banyak ayat berkaitan dengan regenerasi, semisal wasiat regenerasi ala Nabi Ya’kub dalam Surat Al Baqarah ayat 133, doa nabi Ibrahim dalam surat Shod ayat 100, kisah Mabi Zakariya dalam surat Maryam ayat 5-6 , dan ajaran untuk menyiapkan generasi kuat dalam surat Annisa ayat 9.
Musyawarah dan Masalah Regenerasi NU
Dalam Alquran kita menemukan istilah syura yaitu proses dialog dalam memecahkan permasalahan.
Allah SWT memerintahkan bermusyawarah dalam firman Nya: "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu" (Qs. Ali `Imran: 159), dan Allah memberi pujian kepada orang beriman yang selalu bermusyawarah, disebut dalam firman Nya: "Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan bermusyawarah antar mereka" (Qs. As Syuraa: 38).
Muktamar adalah bentuk permusyawaratan tertinggi organisasi NU dan merupakan pintu menuju proses regenerasi, proses regenerasi secara alamiah tentu harus dilakukan dengan penuh kesadaran, tanpa menimbulkan chaos atau ketidakstabilan situasi. Pemimpin mutlak harus berperan sebagai pengaderan, dia bukan hanya berkewajiban sebagai leader, tetapi juga sebagai creates leader and creates leader to creates leader.
Suksesnya sebuah proses regenerasi merupakan tolok ukur dan tanda dari kualitas pemimpin yang berhasil menjalankan proses regenerasi, sebagaimana sering dinyatakan oleh guru besar kaderisasi NU Almarhum Prof. Dr. KH . Tholchah Hasan bahwa: “Masa dua periode sudah cukup untuk melakukan kaderisasi. Jika setelah dua periode tidak muncul pemimpin baru berarti dia telah gagal melakukan kaderisasi dan tidak layak untuk dipilih kembali."
Kepemimpinan, Pemuda dan Regenerasi dalam Sejarah Islam
Seseorang pemimpin harus memiliki pemahaman bahwa sejatinya masa kepemimpinan tak akan bertahan lama abadi dan selamanya. Ia akan mengalami sebuah fase saat kapabilitas kepemimpinannya akan dipertanyakan dengan cara bagaimana meneruskan estafet perjuangan kepada generasi penerus dan pembaharu.
Dia tidak boleh bersikeras untuk mempertahankan posisi atau jabatannya dengan berbagai sarana dan prasarana yang ada, karena pada ujungnya pasti akan berakhir dan kedudukannya akan ditempati oleh orang lain yang sebelumnya menjadi bawahannya baik dalam usia maupun jabatan.
Rasulullah SAW melakukan kaderisasi secara nyata dan berlangsung sukses dalam perjalanan perjuangan beliau dengan merekrut generasi muda yang hebat. Sejarah mencatat Ada sepuluh sahabat pemuda yang dikenal sebagai Al-Mubasysyaruuna bil Jannah (sahabat istimewa yang dijamin masuk surga), mereka masuk Islam, menemani dan membantu perjuangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat mereka masih di usia muda.
Disebutkan dalam kitab “Asy-Syabab fis Sunnah An-Nabawiyyah” karya DR. Nafidz Husain dan Walid Al-Gharbawi, bahwa ketika itu, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA berusia sekitar 37 tahun, Umar bin Khoththaab RA di usia sekitar 27 atau 33 tahun, Utsman bin ‘Affan RA sekitar 34 tahun, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sekitar 15 tahun, Thalhah bin Ubaidillah sekitar 13 tahun, Az-Zubair bin Awam sekitar 15 tahun, Abdur Rahman bin ‘Auf sekitar 30 tahunan, Sa’ad bin Abi Waqash sekitar 17 tahun, Sa’id bin Zaid sekitar 14 tahun, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sekitar usia 27 tahun.
Rasulullah SAW mengangkat Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memegang bendera perang menjadi pemimpin pasukan saat beliau masih berusia sekitar 23 tahun dan menunjuk sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dipercaya menjadi komandan pasukan yang beranggotakan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma padahal Usamah ketika itu belum genap 20 tahun. Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu ‘anhu diangkat menjadi komandan perang pada umur sekitar 20 tahun.
Perawi Hadits terbanyak adalah para pemuda di kalangan sahabat. Ada enam orang sahabat muda yang terbanyak meriwayatkan hadits dan menyampaikan sebagian besar ajaran agama Islam kepada kita . Para pemuda yang bergelar Al-Muktsirina min riwayatil Hadits itu, ketika Rasulullah SAW wafat, mayoritas mereka masih berumur 20 tahunan, mereka adalah :
1. Abu Hurairah RA di usia 27 tahun, meriwayatkan 5374 hadits.
2. Abdullah bin Umar berusia 21 tahun, meriwayatkan 2630 hadits.
3. Anas bin Malik RA usia 20 tahun, meriwayatkan 2286 hadits.
4. Aisyah bintu Abi Bakr RA usia 18 tahun, meriwayatkan 2210 hadits.
5. Abdullah bin Abbas di usia 15 tahun, meriwayatkan 1660 hadits.
6. Abu Sa’id al-Khudri RA di usia 20 tahun, meriwayatkan 1170 hadits.
( kitab Asy-Syabab fis Sunnah An-Nabawiyyah, DR. Nafidz Husain dan Walid Al-Gharbawi, hal. 17-20)
Dalam sejarah Nahdlatul Ulama periode awal proses regenerasi pergantian ketua PBNU sangat dinamis dan berlangsung singkat. Tidak ada jabatan Ketua PBNU yang berlangsung dua periode di masa awal berdiri tahun 1926 hingga era sebelum NU menjadi Parpol di tahun 1956. Bahkan konon mereka tidak dipilih oleh muktamirin namun diangkat oleh Rais Aam.
Berikut data nama ketua Umum dan Rais Aam PBNU dari masa ke masa:
1. 1926-1929: Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari, Hasyim Asyari Rais Akbar, KH. Hasan Gipo Hasan Ketua Umum.
2. 1929-1937: Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari Rais Akbar, KH. Ahmad Noor Ketua Umum.
3. 1937-1946: Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari Rais Akbar, KH. Mahfudz Siddiq Mahfudz Siddiq Ketua Umum.
4. 1946-1947: Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari Rais Akbar, KH. Nahrawi Thohir Ketua Umum.
5. 1947-1951: KH. Abdul Wahhab Hasbullah Rais Aam, KH. Nahrawi Thohir Ketua Umum.
6. 1951-1954: KH. Abdul Wahhab Hasbullah Rais Aam dan KH. Abdul Wahid Hasyim Ketua Umum.
7. 1954-1956: KH. Abdul Wahhab Hasbullah Rais 'Aam, KH. Muhammad Dahlan Ketua Umum.
8. 1956- 1971: KH. Abdul Wahhab Rais Aam, DR Idham Khalid Ketua Umum.
9. 1971-1984: KH. Bisri Syansuri Rais Aam, Dr. KH. Idham Chalid Ketua Umum.
10. 1984-1992: KH. Ahmad Shidiq Hasan Rais Aam wafat digantikan KH. Muhammad Ilyas Ruchyat Rais Aam.
(1992-1994): Dr. KH. Abdurrahman Wahid Ketua Umum.
11. 1994-1999 KH. Muhammad Ilyas Ruchyat Rais Aam, Dr. KH. Abdurrahman Wahid Ketua Umum.
12. 1999-2010: Dr. KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfuz Rais 'Aam, KH. Ahmad Hasyim Muzadi Ketua Umum.
13. 2010-2015: Dr. KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfuz KH. Sahal Mahfudh.
(2010-2014) KH. Ahmad Musthofa Bisri.
(2014-2015) Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. Ketua Umum.
14. 2015-2021: Prof. Dr. K. H. Ma'ruf Amin Ma'ruf Amin Rais Aam.
(2015-2018) KH. Miftachul Akhyar Rais Aam.
(2018-2021) Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A.
Pada saat ini banyak sekali generasi muda kader NU yang bagus dan berkualitas namun masih belum muncul tampil ke permukaan. Faktor salah satunya adalah belum adanya ruang dan kesempatan yang dibuka dari generasi sekarang meski telah menjabat dua periode, masih banyak yang ingin tetap bertahan dan memandang belum waktunya regenerasi dilakukan sekarang. Para kiai muda atau Gus sudah saatnya diberi panggung agar tampil ke depan. Mereka adalah faktor penggerak roda kehidupan NU di masa yang akan datang.
Akhir kata, regenerasi itu sangat penting. Organisasi ibaratnya api unggun. Anggotanya adalah kayu bakar. Untuk membuat apinya terus besar, harus ada kayu bakar baru yang terus masuk.” Selamat ber-Muktamar dengan riang gembira....
Malang, 16 Desember 2021.
* Penulis adalah Wakil Ketua PWNU Jatim, Wakil Sekjen DP MUI Bidang Fatwa, Pengasuh PP ANNUR 1 Bululawang Malang.
Advertisement