Reformasi di Tubuh Polri?
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo membawa angin segar mengawali reformasi di dalam tubuh Polri sesuai aspirasi masyarakat sejak lama. TNI sudah melakukannya pada awal reformasi, sekarang giliran Polri. Didepan DPR ketika uji kelayakan, pak Sigid menekankan bahwa dalam menegakkan hukum Polri harus memperhatikan “Rasa Keadilan di Masyaraka“.
Pandangan pak Kapolri itu dekat sekali dengan cara pandang kaum santri (kitab kuning) dalam menerapkan suatu hukum. Barangkali selama ini pak Sigit menjalin hubungan dekat dengan kalangan pesantren sehingga mampu menangkap dan memaknai nuansa kata “adil dan rasa keadilan “. Katanya, “penegakan hukum harus manusiawi”, bukan dengan pendekatan yang rigid ( terlepas dari denyut nurani masyarakat ).
Dalam khazanah Kitab fiqh khususnya mazhab Syafii antara lain memuat dalil bahwa “ ان مرا عا ة الا دب اولى من امتثال الحكم " (memelihara tata krama / etika atau unggah ungguh itu lebih utama dalam melaksanakan suatu hukum). Intinya didalam suatu teks hukum itu ada nilai yang lebih tinggi yaitu “rasa keadilan“.
Dalam budaya Jawa nuansa kata “adil dan rasa keadilan itu” bisa dijelaskan dengan ungkapan “bener lan pener“ yang artinya “benar dan lurus atau tepat”. Tidaklah benar (adil) jika seorang wanita tua mengambil 3 buah cocao , dihukum sama beratnya dengan hukuman seorang professional yang mencuri satu ton buah cocao .
Saya pikir Pak Kapolri memulai suatu pembaharuan dengan Langkah yang tepat, bertitik tolak dari pentingnya menempatkan “ rasa keadilan masyarakat”.
Menampung suara hati masyarakat dan mewujudkannya dalam praktik keseharian perilaku anggauta Polri akan memberikan sumbangan sangat besar dalam pembangunan demokrasi sekali gus rasa aman dan ketertiban masyarakat.
Selamat Berjuang!
DR KH As'ad Said Ali
Pengalat Sosial Politik, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdaltul Ulama periode 2010 - 2015. Tinggal di Jakarta.