Refly: Perkara Dahlan Lebih ke Persoalan Administratif
Jogjakarta: Penanganan kasus korupsi yang menjerat Dahlan Iskan saat masih menjabat Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU) terus mendapatkan sorotan para akademisi. Perkara bisa menimbulkan ketakutan di kalangan direksi BUMD. Sebab, apa yang dipersoalkan jaksa lebih mengarah pada proses administratif. Bukan ranah tindak pidana korupsi.
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun melihat jaksa sejauh ini sekedar mempermasalahkan persoalan yang masuk wilayah hukum administrasi. “Kalau saya ikuti di media, jaksa kok sepertinya belum menemukan mens rea (sikap batin melakukan perbuatan pidana),” ujar pria yang juga pengajar di Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Menurut dia, jaksa sekedar menemukan indikasi adanya kesalahan prosedur administrasi. Misalnya benar atau tidaknya ada izin dari DPRD Jatim terkait pelepasan aset PT PWU. Dalam hukum administrasi pemerintahan, apa yang dipermasalahkan jaksa tersebut sebenarnya bisa diperbaiki.
Refly menambahkan, jika memang terjadi kerugian negara dalam proses pelepasan aset PT PWU, maka pertanggungjawaban hukumnya juga tidak harus dibebankan pada Dahlan sebagai direksi. “Kalau sudah disetujui dalam RUPS sebenarnya tidak ada masalah. Tapi kalau masih dianggap terjadi kerugian negara ya korporasi yang seharusnya mengganti,” ujar Refly dalam diskusi Mewujudkan Profesionalisme Manejemen BUMD di Universitas Gadjah Mada, Senin (10/4).
Dalam pandangan Refly, tidak semua kerugian negara bisa membuat seseorang dipidanakan. “Sekali lagi harus dicari niat jahat atau mens rea orang tersebut,” imbuhnya.
Pria yang kini menjadi salah satu komisaris PT Jasa Marga itu risau cara pandang jaksa dalam kasus Dahlan. Sebab hal itu bisa menimbulkan ketakutan di kalangan BUMN atau BUMD.
Jika hal itu dibiarkan maka, kalangan profesional takut terjun sebagai direksi di BUMN atau BUMD. “Kalau bukan profesional yang masuk, ya BUMN atau BUMD kita sulit menjadi perusahaan besar,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap Presiden Joko Widodo menunjukan kekuatannya untuk mencegah terjadinya kriminalisasi. Terutama di BUMN atau BUMD. Sebab di BUMN dan BUMD memang terdapat celah yang rentan dimanfaatkan penegak hukum.
Misalnya sebuah tindakan korporasi sudah disetujui RUPS dan ada pernyataan acquit et de charge. Kondisi itu sebenarnya membuat tindakan direksi tidak bisa dipermasalahkan lagi. Tapi kenyataanya, penegak hukum masih sering mempermasalahkannya.
''Jadi Presiden Jokowi seharusnya tegas dengan yang seperti ini. Dalam sistem presidensial, presiden bisa kok melakukan intervensi terhadap proses hukum yang tidak benar,” katanya. (wan)
Advertisement