Ahli Hukum Sebut UU Minerba Untungkan 8 Konglomerat Tambang
Ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan, UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang disahkan dalam rapat paripurna DPR bertujuan untuk menyelamatkan para penambang-penambang raksasa. Sebab masa kontraknya akan habis pada 2019, 2020, 2021 dan paling lama 2025.
Dikatakan ada delapan perusahaan raksasa milik konglomerat yang menguasai 70 persen tambang batu bara di tanah air. “Mereka ingin memastikan agar bisa menguasai kembali tambang itu dalam kurun waktu 10 tahun atau 20 tahun ke depan,” kata Refly dalam video berjudul “RUU Minerba Disetujui, Negara Dirampok Konglomerat Tambang” yang dibagikan kepada media, Senin 18 Mei 2020.
Dengan adanya UU Minerba yang baru ini, maka para konglomerat tambang kembali akan menguasa 70 tambang di tanah air. Padahal dalam UU Minerba sebelumnya, yakni UU Nomor 4 tahun 2009, negara melalui BUMN berpeluang untuk menguasai tambang tersebut.
Dalam UU Nomor 4 tahun 2009, disebutkan bahwa ketika konsesi berakhir, maka dikembalikan kepada negara dan negara mengelurkan izin usaha pertambangan khusus.
Pihak pertama yang mendapatkan kesempatan untuk mengelola tambang tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertambangan.
Sayangnya peluang itu disia-siakan oleh pemerintah, sehingga tambang mineral dan batu bara akan kembali dikuasai oleh konglomerat tambang. “Coba banyangkan BUMN hanya menguasai kurang dari 5 persen saja dari pertambangan yang ada,” kata Refli.
Padahal, kata Rafly, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Ini terjadi ironi, ketika kita bicara tambang batubara, yang menguasai 70 persen adalah delapan perusahaan tambang batubara. Ini yang membuat kita sangat miris,” ujarnya.
Ia menambahkan, DPR dan pemerintah telah melanggengkan kekuasaan para penambang raksasa yang disebutnya sebagai penumpang gelap kekuasaan. “Tapi rupanya kekuasaan sering ditunggangi penumpang-penumpang gelap, oleh mereka yang powerfull secara ekonomi yang juga berkolaborasi dengan penguasa,” kata Refly.
Refly menyebut delapan penambang raksasa yang akan habis masa kontraknya dan menguasai 70 persen tambang minerba di tanah air merupakan orang-orang yang terkait dengan kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan.
“Kenapa negara tidak membela BUMN? Kenapa Presiden tidak membela BUMN, kenapa Menteri BUMN tidak juga membela BUMN, ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa penguasaan tambang baru bara ini tetap akan didominasi oleh penambang-penambang raksasa tersebut,” kata Refly.
“Padahal ada peluang bagi negara untuk menguasai kembali melalui BUMN. Kenapa dibiarkan?. Sukar bagi saya untuk kemudian tidak merasa marah dengan fenomena seperti ini,” lanjut Refly Harun.
UU Minerba dikebut pada masa pandemi covid-19. Rancangan UU ini mulai dibahas pada Februari dan langsung disahkan menjadi UU pada 12 Mei 2020.
Advertisement