Redam Radikalisme, Ini Langkah RI di Tengah Tragedi Rohingya
Jakarta: Peningkatan aktivitas radikalisme di Indonesia dengan memanfaatkan krisis Rohingya di Myanmar bisa diredam dengan partisipasi aktif pemerintah untuk menyelesaikan krisis tersebut.
Ansyaad Mbai, mantan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mengungkapkan hal itu, menyusul pemantauannya tentang peningkatan aktivitas radikalisme di Indonesia sejak pecah krisis kemanusiaan yang menimpa minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, pada akhir Agustus.
Ansyaad mengatakan langkah pemerintah Indonesia dengan mengambil langkah diplomatik dan mengirim bantuan bagi warga Rohingya yang mengungsi ke negara tetangga Bangladesh ikut meredam pemanfaatkan krisis ini untuk kepentingan kelompok-kelompok radikal.
Dengan kata lain, argumentasi perlunya pengiriman milisi ke Myanmar atau menyerang kepentingan-kepentingan Myanmar di Indonesia menjadi lemah, kata Ansyaad.
"Langkah pemerintah sudah tepat. Pemerintah Indonesia dengan cepat merespons dengan memberi bantuan terhadap para pengungsi (Rohingya), sehingga otomatis isu-isu itu akan tereliminir," kata Ansyaad, dikutip ngopibareng.id, menanggapi kajian BBC Monitoring, Jumat (22/09/2017).
Ansyaad mengatakan pemanfaatan krisis Rohingya untuk menarik simpati kalangan yang progerakan garis keras di Indonesia tidak terjadi tahun ini saja.
Dimanfaatkan ISIS dan al-Qaida?
Beberapa tahun lalu Densus 88, unit antiterorisme Polri, menangkap beberapa orang yang akan menyerang kedutaan Myanmar di Jakarta. "Setiap kali ada insiden di sana (Myanmar) pasti direspons oleh kelompok radikal di Indonesia," kata Ansyaad.
Peningakatan kegiatan radikalisme di Indonesia terpantau oleh tim BBC Monitoring yang melakukan kajian melaui analisis media sosial mulai 25 Agustus hingga 15 September.
Terungkap bahwa seruan jihad dan menjadi relawan ke Rakhine untuk membantu warga Muslim Rohingya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di media sosial, akun-akun yang progerakan radikal banyak memakai kata-kata seperti 'Muslim, jihad, syahid, relawan, siap berangkat, dan pendaftaran relawan'.
Yang menjadi kekhawatiran beberapa pihak adalah isu ini akan dimanfaatkan oleh kelompok pro-ISIS dan al-Qaida sebagai sumber perekrutan milisi kelompok garis keras.
Krisis kemanusiaan di Rakhine pecah pada 25 Agustus setelah milisi menyerang pos-pos keamanan 'yang dibalas dengan operasi militer Myanmar yang dikatakan sebagai operasi pembersihan teroris'.
Gelombang kekerasan menyebabkan lebih dari 400.000 warga Muslim Rohingya mengungsi ke negara tetangga Bangladesh.
PBB menyebut perlakuan terhadap warga Rohingya di Rakhine sebagai 'jelas-jelas pembersihan etnis'. (adi)
Advertisement