Redam Konflik Internal, Resep Muhammadiyah Utamakan Islah-Ukhuwah
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, dalam dinamika organisasi, singgungan di antara sesama pegiatnya dianggap wajar. Meskipun begitu, konflik yang ada harus segera diselesaikan dengan islah dan ukhuwah.
Haedar mengibaratkan singgungan itu bagaikan api. Sehingga jika tidak dikelola dengan benar, suatu saat akan mampu berubah menjadi kerugian.
“Yang harus kita perkokoh agar Muhammadiyah ini tumbuh kokoh berkembang adalah kebersamaan dalam satu kesatuan gerak. Namanya ukhuwah, namanya ta’awun, namanya silaturahmi. Itu harus hidup menjadi pengikat kita,” kata Haedar, dalam keterangan Selasa, 29 Juni 2021.
“Jadi silaturahmi itu bukan di kala normal, menghubungkan yang sudah terhubung. Tetapi menyambung yang sudah terputus atau kena korsleting gitu kan. Nah kita Muhammadiyah itu wajarlah antar satu, antara lain, antar bagian ada korsletingnya gitu. Tapi gak boleh kebakaran begitu.
"Korsletnya sedikit-sedikit saja sebagai bumbu gitu kan. Itu biasa. Tapi jangan biarkan korsleting itu seperti kebakaran pasar. Sudah terbakar pasarnya ga dapat ganti lagi, kan berat,” pesannya.
Islah dan Kebersamaan
“Maka usahakan islah dan rekat kebersamaan. Ujian silaturahmi itu tadi, di kala ada korsleting. Sambung. Ketika kita salah minta maaf, ketika kita benar kita beri maaf. Wah kaya sekali Islam itu dan itu ciri orang bertakwa,” tambah Haedar, yagn sebelumnya tampil dalam forum Pendataan dan Pembinaan Masjid-Mushola Muhammadiyah se-Sulawesi Utara, Minggu.
Jika ada masing-masing pihak yang berkonflik, maka dipesankan Haedar untuk berbesar hati, mengalah dan mengingat bahwa ada misi bersama yang hanya akan berhasil jika dilakukan dengan kebersamaan.
Jangan Membesarkan Konflik
“Maka jangan membesar-besarkan konflik dan centang perenang. Yang kecil kita eliminasi menjadi hilang, yang besar semakin kecil. Yang kecil jangan dibesarin, apalagi yang besar menjadi kebakaran. Kan gitu. Muhammadiyah itu hidup karena itu. Saling asa, saling asuh dan sebagainya dan semua harus dengan keikhlasan,” pesannya.
“Percaya pada saya kalau kita menyelesaikan organisasi dengan Islah, itu barakah Allah bagi kita yang Islah. Tapi kalau yang bawa karep (kemauan) sendiri, ga mau menyatukan dalam kebersamaan, ga menyatukan dalam sistem biasanya juga berat beban hidup dia. In ahsantum ahsantum lakum, wa in ahsantum falaha,” tegas Haedar.
Amal Usaha Muhammadiyah
Sebelumnya, Haedar Nashir mengungkapkan rasa mengapresiasi karakter warga Persyarikatan yang giat bekerja dan beramal. Sifat itu, menurutnya, tergambar dari banyaknya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Karenanya, Haedar Nashir berpesan agar karakter itu dipahami dan dijiwai oleh setiap penggeraknya.
“Sedikit bicara banyak kerja itu maksudnya, bicaranya seperlunya, argumentatif dan memang sesuai dengan urusannya gitu. Tidak kasratan kalam, tidak terlalu banyak ngobral cakap. Karena biasanya yang suka banyak cakap itu kerjanya kurang,” pesan Haedar dalam keterangan Selasa, 29 Juni 2021.
“Maka di bidang pendidikan, kesehatan, sosial bahkan dakwah tabligh sekalipun Muhammadiyah harus punya pusat keunggulan (Center of Excellence). Unggul dari aspek-aspek yang profesional, juga pada saat yang sama dari sisi kualitas pergerakannya. Orang-orangnya amanah, jujur, terpercaya. Wah itu mahal, termasuk keunggulan. Dan pada umumnya orang Muhammadiyah seperti itu. Terpercaya, gemar bekerja, sedikit bicara banyak bekerja, itulah ciri Muhammadiyah,” pesan Haedar.
Dirinya lantas berandai-andai jika warga Muhammadiyah terjebak dalam sifat banyak bicara, maka Muhammadiyah tidak akan mampu menghadirkan wajah mulia peradaban Islam yang nyata kepada dunia. Sebaliknya, Muhammadiyah akan terjebak dalam perdebatan teori agama dan ritual-ritual keagamaan saja.
Advertisement