Rebutan Jatah Menteri, Yenny Wahid: Hak Prerogatif Presiden
Putri Presiden ke 4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, angkat bicara soal jatah menteri yang menjadi perbincangan publik. Utamanya di kalangan partai koalisi pengusung presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-Ma'ruf.
Yenny mengatakan kegaduhan di kalangan elit partai jelang pembentukan kabinet, terjadi karena elit partai ada yang ingin memberangus hak prerogatif presiden. Mengangkat dan memberhentikan menteri sejatinya salah satu hak prerogatif presiden. Rujukannya adalah UUD 1945 dan tidak boleh dicampuri orang lain.
"Faktanya ada elit partai yang ingin menggurui Presiden Jokowi dalam menggunakan hak prerogatif tersebut," kata Yeni kepada ngopibareng.id Rabu 9 Oktober 2019.
Masih segar dalam ingatan, jelang pemilihan presiden, semua partai koalisi berikrar mendukung calon presiden Jokowi dengan tulus. Tidak ada pamrih mengejar kursi menteri atau jabatan apapun. "Tapi apa yang terjadi sekarang?" tanya Yenny.
"Partai A minta sekian, karena merasa paling berjasa memenangkan Jokowi. Partai B demikian pula, mematok sekian menteri. Di luar partai, ada pula yang minta jatah menteri karena merasa berjasa memenangkan Jokowi Ma'ruf dengan mengerahkan massanya sampai ke pelosok desa," kata putri Gus Dur.
Tugas yang dihadapi Presiden Jokowi yang akan dilantik untuk periode ke dua, 20 Oktober 2019 menurut Yenny cukup berat. Karena itu Jokowi jangan disandera dengan soal jatah menteri yang menjadi wewenangnya.
"Beri kesempatan presiden Jokowi memilih pembantu pembantunya yang terbaik," pesan Yenny.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto sebelumnya meminta Presiden Joko Widodo mendahulukan partai pengusung dalam menyusun kabinet periode 2019-2024.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi wacana Gerindra yang menyiapkan nama calon menteri di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Dalam hal yang ideal tentu saja apa yang terjadi dalam koalisi sebelum presiden itu sebangun dengan pembentukan kabinet. Sehingga skala prioritas Pak Jokowi mengedepankan terlebih dahulu para menteri terutama yang berasal dari unsur kepartaian Koalisi Indonesia Kerja," ujar Hasto
Ia meyakini, Jokowi memahami skala prioritas itu dan akan menerapkannya dalam menyusun kabinet di periode kedua.
Hasto menambahkan, PDI-P dan partai koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf telah membuka ruang kerja sama dengan Gerindra dalam menyusun struktur pimpinan parlemen dan alat kelengkapan dewan di dalamnya.
Karena itu, ia berharap Gerindra dapat memahami hal tersebut dan tetap melanjutkan kerja sama di parlemen.
"Bahwa meskipun PDI-P menang dengan kekuatan 60,7 di DPR persen kami tidak menerapkan politik bumi hangus seperti 2014 sehingga Gerindra, Demokrat, PAN, PKS itu mendapat tempat di dalam susunan alat kelengkapan dewan," papar Hasto.
"Dengan demikian kerja sama seluruh parpol itu berjalan baik di DPR-MPR. Terkait susunan kabinet itu hak prerogatif presiden tapi tentu dalam demokrasi yang sehat koalisi sebelum pilpres dan pasca-pilpres di dalam kabinet itu seharusnya senafas dan sebangun," lanjut dia.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani pun mengakui adanya pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dan Presiden Jokowi terkait tawaran posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.
"Pembicaraan itu memang ada. Kita tidak bisa mungkiri bahwa ada pembicaraan, ada pemikiran di sekitar Istana untuk itu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 7 Oktober 2019.