Rebut Saham 51 Persen Freeport, Menkeu: Ini Proses yang Tak Mudah
Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis 27 September, mencatat peristiwa penting. Kedua melakukan penandatanganan sejumlah perjanjian terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI) ke INALUM.
Sejumlah perjanjian tersebut meliputi Perjanjian Divestasi PTFI, Perjanjian Jual Beli Saham PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI), dan Perjanjian Pemegang Saham PTFI. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama INALUM Budi G. Sadikin, dan CEO FCX Richard Adkerson di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat.
Dengan demikian jumlah saham PTFI yang dimiliki INALUM akan meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%. Pemda Papua akan memperoleh 10% dari 100% saham PTFI.
“Hari ini saya bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno menyaksikan peristiwa itu,” tutur Sri Mulyani, Menteri Keuangan, dikutip ngopibareng.id, dari catatan di akun facebooknya.
“Hari ini saya bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno menyaksikan peristiwa itu,” tutur Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulani, Pemerintah Indonesia, lewat INALUM akan memiliki saham mayoritas PT Freeport Indonesia sejumlah 51% setelah selama ini hanya memiliki PTFI sebesar 9%.
“Pengambilan 51 persen saham ini dilakukan dengan proses yang tidak mudah. Namun dengan komitmen dari pemerintah untuk memperjuangkan yang terbaik bagi negara di semua lini. Baik dari penerimaan negara, pembangunan smelter, dari sisi pengelolaannya. Dan tetap menghormati keseluruhan dari para investor yang datang ke Indonesia,” tutur mantan Direktur Bank Dunia ini.
Sri Mulyani menambahkan, “Saya ingin sampaikan bahwa seluruh proses ini adalah proses yang luar biasa bagi RI di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo yang meminta kami para menteri untuk menegosiasikan atas nama pemerintah Indonesia.”
Ia mengingatkan, “Dengan kepala tegak dan sangat tahu persis apa yang kita perjuangkan dan dilakukan secara transparan sehingga dapat menghasilkan PT Freeport Indonesia yang dapat beroperasi dengan baik untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia.”
Sementara itu, ada sejumlah catatan ngopibareng.id, terkait dengan kebijakan Presiden Joko Widodo:
“Ketika saya ngotot untuk mendapat kembali hak kita di Freeport, ada banyak orang menakut-nakuti saya”, aku Jokowi. “Kata orang-orang, jika saya keras kepala soal Freeport, saya bisa jatuh. Bisa lengser saya. Jika saya melawan Freeport, Amerika bisa marah. Negara itu bisa membuat chaos di Indonesia. Jika melawan Amerika, maka siapapun presidennya akan jatuh. Jadi supaya aman, saya harus ikut maunya Freeport”, tutur Jokowi.
“Tetapi saya tidak takut. Mengapa? Karena saya paham soal Freeport, yang tidak ada urusannya dengan negara lain, maka saya harus ngotot-ngototan. Berpuluh-puluh tahun, kita hanya mendapat royalti 1 persen. Padahal di bumi Papua itu, berton-ton emas ditambang dan dibawa keluar. Ini logika dari mana? Saya memerintahkan menteri saya. Kita harus mendapat royalty 10 persen. Sahamnya kita juga harus mendapat 51 persen. Apapun caranya, kita harus merebut hak kita”, tegas Jokowi.
“Lalu selama dua tahun terakhir, kita sudah ngotot-ngototan bernegoisasi dengan Freport. Mereka juga ngotot, kita juga ngotot. Tetapi kita harus terus maju. Selangkah pun kita tidak boleh mundur. Kita harus mendapat hak kita. Saya memberi waktu kepada Menteri dan pihak Freeport sampai Agustus tahun 2018 ini. Jika tidak rampung dan masih berbelit-belit, saya akan memakai cara lain”, ungkap Jokowi.
“Soal ditakut-takuti, saya sudah tiga kali makan bareng dengan Obama saat dia masih Presiden Amerika. Namun tak sekalipun dia mengungkit-ungkit soal Freeport. Pun sudah dua kali bertemu dengan Donald Trump. Sama juga. Trump tidak pernah menyinggung soal Freeport. Ternyata kita sendiri yang ribut soal Freeport. Obama dan Trump tenang-tenang saja. Mereka sama sekali tak pernah menyinggungnya. Jadi ini sebenarnya business to business. Tidak hubungannya dengan negara. Ini urusan bisnis”, beber Jokowi.
“Lalu siapa yang menakut-nakuti saya itu? Ya mereka para mafia. Orang-orang kita sendiri yang menakut-nakuti kita. Mereka ciptakan ketakutan agar saya tidak mengganggu lahan basah mereka. Dan itu harus dihentikan. Kita harus memakmurkan rakyat Papua dan Indonesia. Pemda Papua harus mendapat 10 persen saham. Biar Papua maju. Jadi kita harus menguasai saham Freeport 51 persen. Minimal 51%. Kalau bisa lebih”, kata Jokowi.
Dari pengakuan ngotot Jokowi di atas, terbukti Jokowi adalah sosok langka di republik ini. Dialah pemimpin Indonesia yang bernyali besar melawan ketidak-adilan. Ia benar-benar seorang pemberani demi rakyatnya. Ia rela ngotot dan berdarah-darah merebut kembali hak rakyat Indonesia yang telah digadaikan oleh pemerintah sebelumnya.
Jokowi mengaku bahwa dia mempunyai impian besar. Indonesia harus terus bekerja keras. Di tahun 2045, Indonesia akan masuk 4-5 besar sebagai negara terbesar perekonomiannya. Pendapatan perkapita 29.000 US Dollar atau Rp. 400 juta per tahun. Dan itu harus dicapai.
“Untuk mencapai impian itu, saya harus menyingkirkan segala rintangan. Saya harus memberi etos kerja yang baik bagi rakyat. Jadi saya harus turun langsung. Bekerja, bekerja dan bekerja. Seiring dengan itu, saya harus berperang menghancurkan para mafia dan para koruptor. Lawan saya juga ada dimana-mana,” tegas Jokowi.
“Sebenarnya setelah membubarkan HTI, saya masih ingin membubarkan ormas radikal lainnya. Mereka adalah penghalang kemajuan negara. Tetapi para menteri saya mengatakan: pelan-pelan Pak Presiden. Satu-satu Pak Presiden. Jadi bukan saya yang takut, tetapi orang-orang di sekitar saya”, tambah Jokowi.
Jokowi memang harus diakui sebagai pemberani. Nyalinya tinggi. Namun ia mengakui bahwa bernyali besar saja tidak cukup. “Setiap keputusan yang diambil, selalu ada hitung-hitungannya”, katanya. Ungkapan Jokowi ini menggambarkan bahwa dia seorang pecatur yang handal. Dia selalu menghitung langkah-langkah yang diambilnya. “Ketika saya membuat keputusan mendadak, kita memang belum siap. Tetapi di sana juga belum siap. Jadi sama-sama tidak siap. Jika demikian kitalah yang mendapat keuntungan”, aku Jokowi sambil ketawa.(adi)