Rayakan Satu Abad NU, Erros Djarot Ziarah ke Makam Mbah Cholil
Erros Djarot, budayawan sekaligus politikus, punya cara tersendiri dalam merayakan peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama. Kalau puncak acara peringatan NU tersebut berlangsung hari Selasa 7 Februari, di Stadion GOR Sidoarjo, Erros justru merayakannya sehari kemudian, hari Rabu kemarin.
Ketua Umum GBN (Gerakan Bhinneka Nasionalis) itu merayakannya dengan melakukan ziarah ke makam Syaikhona Cholil atau Mbah Cholil, di Desa Mertajasah, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
“Saya ziarah ke makam Mbah Cholil sebagai rasa hormat kepada salah satu tonggak dan pendiri NU,” katanya. Ditanya mengapa kok malah lebih khusuk sowan ke makam Mbah Cholil, secara enteng Erros Djarot menjawab, “Ya karena menurut saya lebih sakral, gak ada foto-foto kampanye Cawapres di sepanjang jalan menuju ke makam, apalagi di kawasan makam. Saya sowan sekaligus juga ikut memperengati satu abad NU,” tambahnya.
Tiga puluh tahun yang lalu, tepatnya tahun 1993, Erros bersama Megawati Sukarnoputri, sebelum mendirikan PDI-Perjuangan, juga pernah ziarah ke makam Mbah Cholil. “Tiga puluh tahun lalu saya mengajak Mbak Mega ziarah ke makam Mbah Cholil, biar Mbak Mega mendalami petuah dan wasiat para pendiri NU di balik fatwa Hubbul wathon minal iman, atau mencintai tanah air atau nasionalisme adalah bagian dari iman. Itu juga yang dibisikkan ke telinga kita, sehingga saat saya mendampingi Mbak Mega selama 9 tahun, terjalinlah hubungan mesra antara PDI-Perjuangan dengan NU, hubungan yang erat dan kompak bersama Gus Dur untuk menegakkan kebenaran dan melawan kebhatilan,” jelas Erros Djarot, kepada Ngopibareng.Id.
“Karena itu besar harapan saya agar kaum muda, para kader NU dan PDI-Perjuangan tidak melupakan kesejarahan ini. Saya sangat merindukan foto-foto para pendiri NU saat berkeliling di stadion Sidoarjo saat perayaan perayaan 100 tahun Harlah NU. Ya, namanya juga harapan. Saya bisanya cuma ziarah dan kirim doa buat Mbah Cholil, KH Hasyim Azhari, KH Wahid Hasyim, Gus Dur dan yang lain, bersama para kiyai dan santri lokal Madura. Sangat sederhana memang, namun terasa lebih khusuk,” kata Erros Djarot.
Advertisement