Rawat Kebinekaan, Ini Pengakuan Tokoh Manado pada NU
Manado: Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menghargai dan mendukung peran-peran yang selama ini telah dilakukan Nahdlatul Ulama dalam menjaga keharmonisan hubungan antaragama. Apa yang dilakukan oleh NU selaras dengan program pemerintah.
Olly menjelaskan, Sulawesi Utara selama ini telah menjadi miniatur kebinekaan Indonesia. Jauh sebelum ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), di Sulut sudah memiliki Badan Kerjasama Antar Umat Beragama.
“Bagi kami, sangat-sangat penting agar seluruh masyarakat di Sulut mendengar peran NU seperti apa,” katanya saat memberikan sambutan dalam acara pra-Munas dan Konbes NU dengan tema NU dan Kebinekaan yang diselenggarakan di Manado, Sulawesi Utara, (11/11/2017).
“Banyak hal yang perlu kerjasama antara pemerintah dan tokoh agama agar ketenteraman dan kedamaian terus berjalan,” tandasnya.
Manado sendiri merupakan wilayah yang diapit oleh daerah konflik. Terakhir, konflik di Marawi, Filipina yang lokasinya sangat dekat dengan Sulut. Tapi karena peran tokoh agama, aparat keamanan dan masyarakat, serta pihak lainnya, maka konflik tersebut tidak meluas ke Manado.
Selanjutnya dalam forum yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Said Aqil Siroj ajaran Islam sangat menghargai kebinekaan yang ditegaskan dalam sebuah ayat Qur’an bahwa seandainya Allah mau, maka seluruh manusia bisa dijadikan satu kelompok yang seragam. Adanya perbedaan untuk saling belajar satu sama lain.
Kiai Said menegaskan, Rasulullah menghargai kebinekaan ketika membentuk Negara Madinah. Dalam negara tersebut, hidup masyarakat yang plural, dengan beragam latar belakang suku dan agama, serta profesi. Karena itulah, negara tersebut dikatakan sebagai negara Madinah dari kata tamaddun, yang berarti berperadaban.
“Asalkan satu cita-cita dan satu garis perjuangan, sesungguhnya mereka adalah satu umat. Jadi Nabi Muhammad, modern banget,” katanya di hadapan perwakilan NU se-Wilayah Indonesia Timur.
Negara Madinah itu penduduknya ada yang Muslim dan non-Muslim, Arab dan non-Arab, semua diperlakukan sama. Semua penduduk Madinah telah menandatangani kesepakatan bersama untuk hidup damai. Terdapat tanggung jawab bersama kalau ada serangan dari luar. Mereka yang berkhianat juga harus diusir.
Kiai Said yang tinggal di Arab Saudi selama tiga belas tahun untuk belajar dari sarjana sampai dengan doktor ini memberikan sejumlah contoh tindakan Rasululah yang berlaku adil pada semua kelompok. Pertama, Suatu ketika ada sahabat yang bertengkar dengan Yahudi, kemudian mereka berkelahi sampai si Yahudi meninggal. Nabi marah besar dengan mengatakan, Barangsiapa membunuh non-Muslim, berhadapan dengan saya. Dan barang siapa berhadapan dengan saya, tidak akan selamat.
Keadilan juga diperlakukan kepada sesama umat Islam, yaitu ketika ada perempuan yang tertangkap mencuri. Ada usulan agar pencuri tersebut tidak dihukum karena berasal dari keluarga terpandang. Dalam kesempatan tersebut, Rasulullah menyampaikan, seandainya Fatimah, anak satu-satunya, yang mencuri, beliau akan menghukumnya sendiri.
“Kalau kita bandingkan umat Islam dulu dan sekarang, kita sekarang akan malu,” katanya mengomentari tindakan tegas Nabi dalam menghukum pencuri tersebut.
“Tidak boleh ada permusuhan, kecuali kepada yang melanggar hukum. Tidak boleh ada permusuhan karena alasan beda agama, beda suku, beda budaya, apalagi beda pilihan gubernur,” tegasnya.
Sebagai pemimpin dari seluruh komunitas yang sangat beragam, Rasulullah juga sangat memperhatikan kepentingan dari pemeluk agama Nasrani. Suatu ketika ada gosip dari Yahudi bahwa Maryam berzina sehingga melahirkan seorang anak. Ia sangat bersedih dan bagaimana menjelaskan peristiwa tersebut, sampai akhirnya Allah menurunkan surat Maryam yang menegaskan bahwa Maryam atau disebut Maria dalam agama Kristiani merupakan perempuan suci yang bersih dari perilaku tidak terpuji.
Demikian pula, ketika terjadi perang antara Kristiani dan pengikut Zoroaster, Rasulullah mendoakan agar umat Kristiani dimenangkan. Romawi pertama kalah dalam perang tersebut, tapi kemudian kurang dari sepuluh tahun, menang dalam peperangan.
Dalam kesempatan tersebut, umat Islam diminta untuk menyambut dengan gembira. Peristiwa tersebut diabadikan dalam surat Ar-Ruum.
Kiai Said mempersilakan generasi muda untuk belajar agama Islam di Arab karena memang kawasan tersebut merupakan pusat pendidikan Islam yang belum bisa ditandingi di tempat lain seperti di Al Azhar atau di Arab Saudi, tetapi ia mengingatkan agar yang dibawa adalah ilmunya, bukan budayanya
Cara pandang orang Arab dalam hubungan antara agama dan negara sangat berbeda dengan bangsa Indonesia. Di sana, para ulama bukanlah tokoh nasionalis, sedangkan tokoh nasionalis bukanlah ulama. Situasi ini menyebabkan terjadinya benturan dan pertumpahan darah.
Berbeda dengan di Arab, Kiai Hasyim Asy’ari mampu menyatukan agama dan nasionalisme dengan ungkapannya, mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Apa yang disampaikan oleh Kiai Hasyim tersebut merupakan bentuk refleksi atas kondisi di Nusantara yang sangat beragam.
Ketua Panitia Munas Robikin Emhas menjelaskan, pra-Munas dan Konbes ini merupakan kegiatan pendahuluan untuk mematangkan berbagai tema yang akan dibahas di acara tersebut. Tema-tema yang dibahas meliputi permasalahan kebangsaan dan keagamaan aktual yang membutuhkan pandangan dari para ulama.
Beberapa tema penting di antaranya adalah hukum investasi dana haji, penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan kelompok tertentu, fikih disabilitas, revisi KUHP, ujaran kebencian, dan lainnya. (adi)
Advertisement