Rawan Kecurangan, ICW Buka Aduan Penerimaan Peserta Didik Baru
Indonesia Corruption Watch (ICW) membuka kanal aduan kecurangan PPDB. Upaya ini sebagai bagian dari pengawalan pendidikan berintegritas dan proses PPDB yang objektif, non diskriminatif, adil, transparan dan akuntabel.
Menurut peneliti ICW Almas Sjafrina melalui kanal ini, ICW bermaksud mengajak masyarakat, baik yang mengalami atau menjadi korban kecurangan ataupun mengetahuinya, untuk bersama-sama melawan kecurangan PPDB. “ICW menjamin keamanan data pelapor sehingga publik tak perlu ragu untuk mengungkap kecurangan PPDB,” tegasnya dikutip dari laman antikorupsi.org dikutip Sabtu 22 Juni 2024.
Dalam paparannya disebutkan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tengah dibuka. Beragam praktik curang yang terungkap pada PPDB tahun-tahun sebelumnya rawan berulang. Bukan hanya karena tak ada perubahan ketentuan, yaitu Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB, pemerintah dan pemerintah daerah juga tak banyak menunjukkan gebrakan baru mencegah dan melawan kecurangan PPDB.
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tengah dibuka. Beragam praktik curang yang terungkap pada PPDB tahun-tahun sebelumnya rawan berulang. Bukan hanya karena tak ada perubahan ketentuan, yaitu Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB, pemerintah dan pemerintah daerah juga tak banyak menunjukkan gebrakan baru mencegah dan melawan kecurangan PPDB.
Disebutkan, pendidikan merupakan hak asasi manusia yang memiliki peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pendidikan juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
“Dengan mengimani bahwa pendidikan adalah hak dasar, negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan Pendidikan,” tandasnya.
Disebutkan, kewajiban negara atas pendidikan tertera dalam Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mempertegas dengan menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta jaminan atas penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Namun, akses warga telah dibatasi dengan problem ketidakbecusan negara dalam menuntaskan program wajib belajar. Inilah akar persoalan PPDB. Alhasil, untuk menjalankan hak dan kewajiban mengikuti pendidikan, warga negara mengikuti proses seleksi yang dikenal dengan PPDB.
“Implementasi PPDB pada kenyataannya selalu dibayang-bayangi berbagai persoalan yang terus berulang, mulai dari titip siswa hingga pungutan liar atau suap sebagai syarat masuk sekolah tersebut. Bahkan pada 2023 terungkap persoalan manipulasi dokumen kependudukan untuk mengakali seleksi PPDB jalur zonasi,” paparnya.
Dalam paparan disebutkan, proses PPDB seharusnya mengedepankan prinsip objektif, non diskriminatif, adil, transparan, dan akuntabel. Masalah PPDB merupakan buah buruknya implementasi dan pengelolaan wajib belajar yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Sayangnya, pemerintah juga tak siap mencegah dan menangani beragam praktik kecurangan PPDB.
Dalam rilis ICW menyebutkan bentuk-bentuk penyebab atau fraud PPDB yang potensial terjadi atau berulang di PPDB. Di antaranya: Suap atau gratifikasi untuk: Menerima peserta didik titipan (titip siswa), umumnya melalui pihak berpengaruh atau berkuasa hingga guru atau kepala sekolah.
Membuka jalur prestasi (dengan sengaja menyisakan kuota dari jalur zonasi, afirmasi, dan perpindahan tugas wali).
Meloloskan peserta didik yang memalsukan dokumen domisili atau kependudukan/ persyaratan lainnya.
Pungli untuk menjamin penerimaan calon siswa. Pungli bermodus uang pendaftaran, administrasi, atau pembelian seragam/ buku. Kemudian, jual beli kursi, misalnya dengan menambah kuota penerimaan.
Atas kondisi itu, ICW kemudian membuka kanal aduan. Aduan dapat disampaikan melalui icw.or.id/pungli atau scan barcode: “Jadi, ICW menjamin keamanan data pelapor sehingga publik tak perlu ragu untuk mengungkap kecurangan PPDB,” ujar Almas Sjafrina mengulang.