Ratusan Arsitek Ikuti Festival Arsitektur Nusantara Banyuwangi
Festival Arsitektur Nusantara kembali digelar 22-24 Juni 2023. Festival ini diikuti 350 arsitek nasional dan mancanegara. Festival kali ini, wujud rasa syukur atas keberhasilan Bandara Banyuwangi meraih penghargaan Aga Khan Award for Architecture pada November 2022 lalu. Bahkan Direktur Aga Khan Award For Architecture akan hadir di festival ini.
Event ini resmi dibuka Sekretaris Daerah Banyuwangi, Mujiono, Kamis, 22 Juni 2023 pagi. Dia menjelaskan, festival ini merupakan kali ketiga digelar. Dia menyebut, gelaran tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya.
“Karena tahun ini dirangkai dengan rasa syukur kita bandara Banyuwangi menjadi satu-satunya yang mewakili Indonesia mendapatkan penghargaan tingkat dunia yaitu Aga Khan Award,” tegasnya.
Dia menyebut, Festival Arsitektur Nusantara ini sangat diminati. Ada 500 peserta yang mendaftar. Namun hanya 350 yang bisa turut serta dalam festival bergengsi di bidang arsitektur ini. Pesertanya, menurut Mujiono tidak hanya arsitek nasional, tetapi juga internasional seperti dari Singapura.
Ada juga arsitek dari Ikatan Arsitek Indonesai (IAI) Jawa Timur dan arsitek muda Banyuwangi. Bahkan Direktur Aga Khan Award for Architecture di Banyuwangi, Mr. Farrokh Derakhsani dari Jenewa, Swiss sebagai bentuk penghargaan pemenang Aga Khan Award.
“Festival Arsitektur Nusantara ini akan menjadi transformasi ilmu arsitektur yang ada di Indonesia di Jatim maupun di Banyuwangi,” tegasnya.
Melalui festival ini, Dia berharap, ke depannya semua kegiatan yang sifatnya fisik akan ada nuansa, nilai dan filosofi kearifan lokal. Tidak hanya itu, dia berharap para arsitek muda lebih berkreasi lagi terutama dalam penggunaan material.
Dalam festival ini, lanjutnya, akan dipamerkan produk boto yang merupakan hasil karya IAI Jatim. Boto ini ornamennya bervariasi terutama untuk bangunan luar. Dia menyebut selama ini boto bentuknya segi empat, boto yang dipamerkan ini ada yang berbentuk setengah lingkaran, ada juga yang bundar.
“Ini kita tumbuhkan kreasi baru untuk menyesuaikan kearifan lokal kabupaten kota seluruh Indonesia,” bebernya.
Pada festival ini juga ada kegiatan fun trip untuk mengenalkan budaya sosial dan alam Banyuwangi. Fun trip ini juga mengunjungi bangunan tua pondok pesantren dibangun pada tahun 1940-an. Bangunan ini menurutnya, sesuatu yang luar biasa karena tidak menggunakan konstruksi besi tapi seluruhnya menggunakan bata saja.
Lebih jauh dijelaskan, pameran ini juga memamerkan berbagai karya arsitektur. Dalam kegiatan ini juga di sini akan dirancang bagaimana Banyuwangi ke depan. Dia menyebut, di Banyuwangi masih ada bangunan Inggris yang masih belum selesai namun perancangannya sudah selesai.
“Tinggal nego dengan Kementerian Pertahanan,” tegasnya.
Ke depan, menurut Mujiono, Pemkab Banyuwangi akan mendesain ulang pabrik-pabrik lama yang tidak terpakai. Bangunan tersebut bisa dimanfaatkan untuk galeri pameran. Pemkab Banyuwangi, kata dia, ingin aset yang ada di Banyuwangi yang memunyai nilai sejarah bisa dihidupkan kembali.
“Inilah peradaban kita, Banyuwangi mempunyai komitmen untuk mempertahankan kearifan lokal,” ujarnya.