Rasulullah Rujukan Sempurna bagi Seorang Muslim
Bagi seorang Muslim, Kanjeng Nabi Muhammad Saw., adalah rujukan yang paling sempurna dalam beribadah, berbuat dan berzikir, dan yang terpenting juga rujukan dalam berpikir, menggunakan aqalnya. Teladan berpikir seperti dutunjukkan Kanjeng Nabi dalam kecerdasannya (fathonah).
Demikian filosof asal Jogja, DR Musa Asy'arie menyampaikan sekilas renungannya, soal keteladanan dalam kehidupan kita. Baik dalam kehidupan sosial di sekitar kita, maupun kehidupan lebih luas dalam sutau negara.
Musa Asy'arie melanjutkan renungannya:
Rujukan berpikir pada Rasulullah Muhammad Saw., adalah rujukan berpikir kenabian yang dapat mensucikan hati dalam mencari dan mengajarkan kebenaran. Rujukan berpikir yang paling tepat untuk memahami Islam, karena Islam dibawa oleh kanjeng nabi Muhammad Saw., untuk pedoman hidup bagi umatnya.
Seorang Muslim bisa belajar kepada siapa saja, tentang apa saja dan ke mana saja, ke Timur atau ke Barat. Akan tetapi manakala seorang muslim belajar tentang Islam, maka rujukannya yang paling tepat adalah rujukan pada cara berpikir kanjeng nabi yang mempunyai kecerdasan (fathonah) dalam membaca realitas.
Keteladanan berpikir Kanjeng Nabi Muhammad Saw., (fathonah) yang dikembangkan dalam berpikir kenabian (profetik) akan membawa kepada kehidupan yang membawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil’alamin), sehingga peradaban dengan kemajuan ilmu teknologi, tidak melahirkan kerusakan di muka bumi. Wallahu a’lam bishowaab.
Renungan
Akhirnya tiba pada kekosongan dan menjadi kesatuan gaib, yang akan mempertanggung-jawabkan amal perbuatannya. Kesatuan diri yang gaib itu ada dan nyata karena menggunakan perangkat jiwa dan raganya, dan kemudian mempertanggung-jawabkan aktualitas dirinya. Memahami entitas gaib itu penting untuk memasuki dimensi kegaiban dalam hidupnya, dulu, kini dan esok.
Kekisruhan itu dimulai dari para elitenya, bukan dari rakyatnya. Mereka bermasalah dalam memperebutkan kekuasaan, lalu menyeret rakyatnya sebagai alat legitimasi baginya. Saat kekuasaan sudah ada di tangannya, rakyat ditinggalkannya. Para elite hanya mau mengurusi kepentingan kekuasaannya belaka, bukan nasib rakyatnya.
Advertisement