Rasulullah Memaafkan Para Pembecinya, Pesan Gus Baha'
Hidup berdampingan dengan keberagaman adalah situasi yang sudah ada sejak dahulu. Untuk bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat yang beragam ini, harus ada sikap saling memaafkan.
Banyak cerita zaman ulama terdahulu yang menunjukkan kebaikan ulama dalam hidup bersosialisasi di tengah keberagaman.
“Nabi Ibrahim sempat ditegur oleh Allah memberi makan orang Majusi yang sedang kelaparan dengan satu syarat, yaitu mau beriman kepada Allah. Namun orang Majusi tersebut keberatan dan menjadikan Nabi Ibrahim urung memberikan makanan. Lantas Allah menegurnya.
“Nabi Ibrahim ditegur oleh Allah karena Allah saja memberi makan orang Majusi itu selama puluhan tahun, padahal dia tidak beriman. Lantas Nabi Ibrahim memanggil orang Majusi tersebut untuk diberi makan,” Gus Baha mengisahkan.
Nabi Muhammad memaafkan Da’sur, Sang Pembunuh
Diceritakan pula oleh Gus Baha, Nabi Muhammad Saw memaafkan Da’sur, seorang yang sangat benci kepada Nabi dan hampir membunuhnya. Namun Nabi memaafkannya dan menyuruhnya pergi, hingga akhirya Da’sur masuk Islam.
Sikap pemaaf Nabi Muhammad itu juga diberikan kepada orang kafir Quraisy yang sudah masuk Islam. Bahkan, mereka sempat takut karena sebelumnya sangat memusuhi Nabi. “Orang Quraisy ini berkata bahwa Saya saksikan engkau sebagai orang yang tidak berperilaku bengis. Engkau adalah Saudara yang terhormat. Lantas Nabi memaafkan mereka sebagaimana Nabi Yusuf memaafkan saudara-saudaranya yang telah berusaha membunuhnya,” sambung Gus Baha.
Keteladanan Nabi Muhammad Saw
Gua Baha mengatakan, begitu banyaknya keteladanan Nabi dan ulama zaman dahulu ini harus menjadi ibrah (pelajaran) bagi umat Islam untuk saling memaafkan antar teman, tetangga, dan antar warga Indonesia.
Kisah lain yang patut dijadikan teladan adalah sikap memberi Nabi Muhammad Saw tanpa pamrih.
“Suatu saat Nabi pernah diprotes oleh sahabatnya mengapa Nabi bersedekah kepada sahabat yang tidak biasa bersedekah? Menurut mereka ini tidak adil. Inilah cara berpikr Nabi, bahwa seseorang yang bersedekah namun mengharapkan imbalan itu tidak bermental memberi. Padahal mental memberi itu seperti pengorbanan pahlawan negara yang berjuang tanpa pamrih untuk kemerdekaan negara,” ujar Gus Baha.
Halal Bihalal Saling Memaafkan
KH Bahaudin Nur Salim mengungkapkan hal itu dalam tausiyah acara Halal Bihalal Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama RI yang diadakan secara virtual pada Senin 7 Juni 2021. Kiai yang akrab disapa Gus Baha ini menyampaikan tausiyahnya dari Aula Ponpes Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengamalan Ilmu Al-Quran (LP3iA), Desa Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Acara ini diikuti semua perwakilan DWP seluruh Indonesia. Turut memberikan sambutan, Penasihat DWP Kemenag RI, Eny Retno Yaqut dan Ketua DWP Kemenag RI, Farikhah Nizar Ali.
Eny Retno menyampaikan, DWP Kementerian Agama harus berperan dalam penguatan moderasi beragama di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat multikultural.
“Kita lihat akhir-akhir ini sudah menurun budaya kasih sayang dan saling toleransi. Tugas kita adalah mampu mengelola keberagaman demi persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Eny.
Sambutan untuk Umat Islam
"Alhamdulillah, hari ini, masih dalam bulan Syawal, kita bersilaturrahim untuk melakukan halal bihalal bersama-sama, sekaligus mendengarkan tausiyah yang insha Allah akan sangat bermanfaat, dari guru kita KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dengan tema mempererat silaturahim dalam kebersamaan dan keberagaman," kata Penasihat DWP Kemenag RI Eny Retno Yaqut mengawali rangkaian Halal Bihalal di Kantor Kementerian Agama Jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta, Senin 7 Juni 2021.
"Matur nuwun sanget, Gus Baha, atas perkenan dan kesediaannya mengisi acara kami hari ini," sambung Eny.
Moderasi Beragama
Dikatakan Eny Retno Yaqut, salah satu kebijakan dan program unggulan Kementerian Agama adalah moderasi beragama. Argumen paling krusial hadirnya kebijakan moderasi beragama ini bersumber pada fakta bahwa masyarakat Indonesia sangat plural-multikultural, baik suku, etnis, agama, bahasa, budaya, dan secara geografis adalah negara kepulauan terbesar.
Sehingga, lanjutnya, secara sosio politik Indonesia memiliki landasan yang kuat dalam mengembangkan program-program strategis moderasi beragama dan kerukunan umat beragama dalam konteks keindonesiaan.
Tak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini semakin marak tindakan-tindakan dan kekerasan yang mengatasnamakan agama atau perintah agama. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara di dunia.
Menurut Eny, fakta empiris menunjukkan bahwa provokasi, ujaran kebencian, serta hasutan untuk melakukan kekerasan yang terjadi baik di sosial media dan hubungan kemasyarakatan secara real yang dibungkus dengan berbagai hegemoni dan identitas; baik itu identitas agama, budaya, kelompok, suku, ras, dan bangsa telah mengikis dan mengaburkan rasa saling menghormati, toleransi, kasih sayang, perdamaian, dan persatuan.
Dengan demikian, tegas Eny, tidak hanya menjadi tugas pemerintah atau Kementerian Agama saja, melainkan tugas semua pihak, tanpa terkecuali, untuk mensyukuri dan menghargai keberagaman tersebut serta harus mampu mengelola perbedaan-perbedaan dengan baik dan bijaksana demi persatuan nasional dan kemajuan bangsa Negara Indonesia.
"Selamat dan sukses untuk DWP Kementerian Agama yang telah mempersiapkan acara ini sehingga berjalan sukses dan mengundang narasumber yang sangat mumpuni dan akan memberikan kita pencerahan tentang apa, bagaimana dan mengapa mempererat silaturahim dalam kebersamaan dan keberagaman menjadi sesuatu yang sangat penting. Semoga acara ini berjalan dengan lancar serta kegiatan-kegiatan DWP seterusnya dapat lebih berkesinambungan, konstruktif, dan positif," tutur Eny.