Rasa Khas Kopi Trawas di Lereng Gunung Welirang hingga Jadi Wisata Edukasi
Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto terus mengembangkan destinasi wisata. Selain potensi alam dan kuliner, komoditas kopi yang tumbuh subur di lereng Gunung Welirang kini juga dijadikan sebagai wisata edukasi.
Kopi khas Kecamatan Trawas, saat ini juga kewalahan memenuhi permintaan pasar, karena naiknya permintaan dari para pemilik kafe dan restoran dari berbagai daerah.
Kopi Trawas ditanam di lahan hutan produksi milik Perhutani seluas 67 hektare dengan ketinggian di atas 1100 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pengelolaannya dilakukan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Mugo Lestari yang beranggotakan 280 orang petani.
Jenis kopi yang dibudidayakan di kawasan ini mayoritas adalah Arabica, mencapai 90 persen, sementara 10 persen sisanya adalah Robusta. Hasil panen per tahun masih berkisar antara 40-50 ton. Namun, jika dikelola secara serius, potensinya bisa mencapai 100 ton per tahun.
Pasar utama Kopi Trawas adalah pasar dalam negeri, baik di Mojokerto maupun beberapa wilayah lain, seperti Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Solo, Jogja, dan sekitarnya.
Selain dijual dalam bentuk biji mentah, Kopi Trawas juga dikemas dalam bentuk bubuk. Hal ini memudahkan konsumen untuk menikmati kopi dengan praktis.
Kepala Desa Ketapanrame, Zainul Arifin mengatakan, selain menjadi komoditas ekonomi, Kopi Trawas juga menjadi bagian dari paket wisata desa. Wisatawan yang berkunjung ke Trawas dapat belajar tentang proses perawatan, pemanenan, dan pengolahan kopi, serta membeli Kopi Trawas sebagai oleh-oleh.
Kopi Trawas di Lereng Gunung Welirang, Kabupaten Mojokerto dikenal memiliki cita rasa khas. Perbedaan mencolok dari kopi Trawas jenis arabika maupun robusta dibandingkan daerah lain yakni, dari biji kopi yang manis hingga aromanya lebih kuat saat proses penyangraian dan berkualitas.
"Kopi Trawas memiliki aroma dan cita rasa yang khas. Kami bersyukur permintaan pasar terus meningkat. Namun, kami masih terkendala oleh terbatasnya produksi," ujarnya.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah daerah telah memberikan dukungan berupa pelatihan peningkatan kapasitas petani, penyediaan fasilitas pengolahan, dan akses pasar. Dengan upaya tersebut, diharapkan produksi Kopi Trawas dapat terus meningkat dan memenuhi permintaan pasar yang besar.
Tak hanya itu, Desa Ketapanrame juga mengembangkan perkebunan kopi menjadi bagian dari paket wisata desa. Selain berkunjung ke Taman Ghanjaran, Sumber Gempong, dan Air Terjun Dlundung, wisatawan juga bisa mendapat pengalaman seru dengan wisata edukasi kopi.
’’Tamu wisata yang berkunjung ke kebun kopi akan mendapat edukasi mulai dari proses perawatan, pemanenan, hingga pengolahan. Wisatawan juga mendapat buah tangan untuk oleh-oleh,’’ tandasnya.
Advertisement