Rasa Adil bagi Korban Pelanggaran HAM Berat
Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang berat Masa Lalu (PPHAM)
TIM PPHAM yang dibentuk berdasarkan Keppres no 17 Tahun 2022 tertanggal 16 Agustus 2022 mulai bekerja dan rapat pertama di Surabaya pada 24 - 25 September 2022. TIM PPHAM diketuai oleh Menkopolhukam dan Wakilnya Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta anggota-anggotanya terdiri dari Menkumham, Menkeu, Mensos dan Kastaf Kepresidenan. Tim Pelaksana dipimpin oleh Makarim Wibisono, Wakil Ketua Ifdhal Kasim dan Sekjen Suparman Marzuki. Adapun anggotanya terdiri dari 9 orang dan saya salah satunya, termasuk Prof Akh Muzakki (Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel).
Tim bertugas melakukan pendalaman dan menganalisis pelanggaran HAM masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai dengan tahun 2020. Dan selanjutnya PP HAM akan mengusulkan langkah pemulihan yang adil bagi korban dan keluarganya dan memberikan rekomendasi agar pelanggaran HAM serupa tidak terjadi lagi.
Diharapkan Februari 2023, Tim PPHAM akan menyelesaikan tugasnya. Hadirnya PPHAM tidak menghentikan penyelesaian Yudisial atas pelanggaran HAM yang berat jika ditemukan bukti hukum yang diperlukan.
Jadi TIM PPHAM dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian persoalan pelanggaran HAM berat yang selama ini dilakukan melalui proses Yustisial dengan ujung tombaknya adalah KEJAGUNG.
Kendala utama penyelesaian pro-Yustisial menyangkut teknis khususnya kurangnya bukti hukum atas berbagai kasus berbagai pelanggaran HAM yang berat dalam rentang waktu 50 tahun terakhir ini seperti pelanggaran HAM 1965, 1998, kasus Tanjung Priok, pembunuhan misterius dll-nya.
Melengkapi Solusi
Menurut pendapat saya, TIM PPHAM juga berfungsi melengkapi solusi penyelesaian pelanggaran HAM yang berat pro-Yustisial. Sebab penyelesaian pro-Yustisial meskipun dapat memberikan “keadilan” bagi korban secara legal formal, namun belum tentu mampu memberikan “Rasa Adil" bagi korban atau “Bener belum tentu Bener“. Penyelesaian penanganan HAM yang berat non-Yustisial berfungsi menutup kelemahan tersebut dengan memberian sentuhan kemanusian sesuai dengan “kearifan lokal” bangsa Indonesia. Pola penyelesaian yustisial dan dibarengi dengan penyelesaian non-yudisial ini, sudah dilakukan oleh negara-negara lain misalnya Afrika Selatan, Filipina dan sejumlah negara di Amerika Selatan.
Saya menganggap pembentukan Tim PP HAM pelanggaran HAM yang berat dan dikomandoi oleh pak Mahfud MD, seorang tokoh nasional yang mempunyai kredibilitas, integritas dan demokratis serta tegas tersebut, merupakan langkah yang tepat dan jitu.(*)
DR KH As'ad Said Ali
Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang berat Masa Lalu (PPHAM), Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta.
Advertisement