Raniditine Dilarang, Polresta-Dinkes Sidak Rumah Sakit dan Apotek
Terkait instruksi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menarik sejumlah produk obat yang mengandung Ranitidine dari peredaran per 4 Oktober 2019 lalu, Polres Probolinggo Kota (Polresta) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) langsung bergerak.
Tim gabungan itu melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah rumah sakit dan apotek, Kamis, 10 Oktober 2019.
Dipimpin Kasat Reskoba Polresta, AKP Suharsono, tim gabungan mendatangi RSUD dr Mohamad Saleh dilanjutkan ke RS Dharma Husada. Setelah itu tim menyidak tiga apotek yakni, Apotek Sarinah, Apotek Sumber Waras, dan Apotek Kimia Farma, ketiganya di Jalan Panglima Sudirman.
"Kami tidak menemukan jenis obat yang dilarang oleh BPOM. Memang ada obat yang mengandung Raniditine tetapi bukan termasuk obat yang diperintahkan agar ditarik dari peredaran," kata AKP Suharsono, usai sidak.
Di RSUD dr Mohamad Saleh, tim menemukan sejumlah obat cair (ampul) sebanyak 800 botol kecil. Kendati bukan jenis obat yang dilarang BPOM, RSUD milik Pemkot Probolinggo itu mengaku, tidak menggunakan obat tersebut dengan alasan khawatir mengandung cairan yang sama.
Sementara itu, Kabid PSDK Dinkes Kota Probolinggo, Triana Nawangsari mengatakan, pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran pemberitahuan penarikan obat Ranitidine, 7 Oktober lalu. “Surat edaran itu kami tujukan kepada rumah sakit dan apotek di Probolinggo disertai lampiran obat yang oleh BPOM agar ditarik dari peredaran,” katanya.
Seperti diketahui BPOM memerintahkan penarikan sejumlah produk obat Ranitidine setelah mendapatkan peringatan dari US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA).
Pada 13 September 2019, lembaga pengawas obat di AS dan Eropa itu mengeluarkan peringatan tentang temuan cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk obat yang mengandung bahan aktif Ranitidine.
Untuk obat Ranitidine yang diedarkan PT Phapros, BPOM tegas memerintahkan penarikannya. Sedangkan empat lainnya, BPOM meminta penarikannya secara sukarela.
Keempat obat itu masing-masing, Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan oleh PT Phapros Tbk. Nomor Bets Produk Beredar obat ini adalah 95486 160 s/d 190, 06486 001 s/d 008, 16486 001 s/d 051 dan 26486 001 s/d 018.
Juga Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan PT Glaxo Wellcome Indonesia. Detail Nomor Bets Produk Beredar obat ini ialah GP4Y, JG9Y dan XF6E Rinadin Sirup 75 mg/5mL yang diedarkan oleh PT Global Multi Pharmalab.
Data Nomor Bets Produk Beredar obat ini adalah 0400518001, 0400718001 dan 0400818001 Indoran Cairan Injeksi 25 mh/mL yang diedarkan PT Indofarma. Nomor Bets Produk Beredar obat ini ialah BF171008 Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan PT Indofarma. Detail Nomor Bets Produk Beredar obat ini ialah BF171 009 s/d 021.
“Memang saat sidak ditemukan obat Raniditine tablet dan cairan tetapi bukan yang disebutkan dalam lampiran BPOM,” ujar Triana.
NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami. Sementara menurut hasil studi global, nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 nanogram per hari. Jika dikonsumsi melampaui ambang batas itu secara terus-menerus dalam waktu yang lama, NDMA akan bersifat karsinogenik atau memicu kanker. (isa)
Advertisement