Rancunya Istilah “Sunnah“, Ini Tiga Penjelasan Pakar
Di dalam masyarakat berkembang pendapat, celana cingkrang sesuai dengan sunnah Rasul. Terkadang busana celana cingkrang mereka, menimbulkan kelucuan. Benarkah demikian?
"Biar tidak bingung, coba saya uraikan sedikit penggunaan istilah sunnah yang sudah baku dan lazim di dalam literatur keilmuan Islam. Setidaknya kita menemukan 3 istilah sunnah dalam 3 cabang ilmu keislaman, tentu dengan makna dan definisi yang berbeda-beda," kata Ahmad Sarwat, Lc.,MA, juru dakwah di Jakarta.
1. Sunnah Menurut Ilmu Ushul Fiqih
Menurut disiplin Ilmu Ushul Fiqih, sunnah adalah :
ما ورد عنِ النّبِيِّ مِن قولٍ أو فِعلٍ أو تقرِيرٍ
Segala yang diriwayat dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir (sikap mendiamkan sesuatu yang dilihatnya).
Dengan kata lain, pengertian sunnah menurut disiplin ilmu ushul fiqih sama dengan pengertian hadits dalam ilmu hadits.
Rasulullah SAW pernah menggunakan istilah sunnah dengan maksud untuk menyebutkan sumber kedua dari agama Islam.
لقد تركتُ فِيكُم أمرينِ لن تضِلُّوا أبدًا ما إِن تمسّكتُم بِهِما: كِتاب اللهِ وسُنّةِ رسُولِهِ
Sungguh telah aku tinggalkan dua hal yang tidak akan membuatmu sesat selama kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah rasulnya. (HR Malik)
2. Sunnah Menurut Ilmu Fiqih
Jangan samakan istilah sunnah dalam ilmu ushul fiqih dengan pengertian sunnah menurut ilmu fiqih , karena makna dan ruang lingkupnya jadi berbeda 180 derajat. Dalam Ilmu Fiqih, Sunnah adalah :
ما يُثابُ فاعِالُهُ ولا يُعاقبُ تارِكُهُ
Segala tindakan di mana pelakunya mendapat pahala dan yang tidak melakukannya tidak berdosa.
Para ahli fiqih sering menggunakan istilah sunnah sebagai nama dari suatu status hukum. Misalnya ada shalat fardhu dan ada shalat sunnah.
Shalat fardhu itu bila dikerjakan akan mendatangkan pahala sedangkan bila tidak dikerjakan akan mendatangkan dosa. Sedangkan shalat sunnah bila dikerjakan mendapatkan pahala tapi bila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Dari perbedaan definisi sunnah di atas, kita harus membedakan antara sunnah Nabi dengan perbuatan yang hukumnya sunnah.
Kita ambil contoh yang mudah. Nabi SAW disebutkan dalam banyak hadits punya penampilan yang khas, seperti berjenggot, berjubah, bersorban, pakai selendang hijau, berambut panjang, berpegangan pada tongkat saat berkhutbah, makan dengan tiga jari, mengunyah 33 kali, beristinja’ menggunakan batu, minum susu kambing mentah tanpa dimasak yang diminum bersama banyak orang dari satu wadah, mencelupkan lalat ke dalam air minum, dan banyak lagi.
Semua itu kalau dilihat dari pengertian sunnah dalam ilmu ushul fiqih, memang merupakan perbuatan Nabi SAW. Akan tetapi kalau dilihat dari Ilmu Fiqih, meski sebuah perbuatan itu dilakukan oleh Nabi SAW, secara hukum belum tentu menjadi sunnah yang berpahala bila dikerjakan.
Kadang perbuatan Nabi SAW secara hukum menjadi wajib bagi umat Islam, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, berhaji ke Baitullah, dan lainnya.
Tetapi perbuatan Nabi SAW hukumnya hanya menjadi sunnah, seperti shalat Tahajjud, shalat Dhuha, puasa Senin Kamis, puasa hari Arafah, puasa 6 hari bulan Syawwal dan lainnya. Bila seorang muslim mengerjakannya tentu mendapat pahala, tetapi bila tidak dikerjakan, dia tentu tidak akan berdosa, karena hukumnya sunnah.
Kadang perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW malah haram hukumnya bagi umat Islam, misalnya ketika Nabi SAW berpuasa wishal, yaitu puasa yang bersambung-sambung beberapa hari tanpa berbuka. Juga haram hukumnya bagi umat Islam untuk beristri lebih dari 4 orang, padahal beliau SAW beristrikan 11 wanita.
Dan dalam beberapa kasus, kadang apa yang dihalalkan buat umat Islam justru diharamkan bagi Rasulullah SAW dan keluarga beliau, misalnya menerima harta zakat.
Maka bisa kita simpulkan bahwa sunnah Nabi SAW dalam arti perbuatan beliau belum tentu lantas hukumnya menjadi sunnah juga buat umatnya.
3. Sunnah Menurut Ahli Kalam
Para ulama ahli kalam juga sering menggunakan istilah sunnah untuk menyebutkan kelompok yang selamat aqidahnya, sebagai lawan dari aqidah yang keliru dan sesat.
Mereka menggunakan istilah ahlussunnah, untuk membedakan dengan ahli bid’ah, yang maksudnya adalah aliran-aliran ilmu kalam yang dianggap punya landasan aqidah yang menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat.
Maka kita mengenal istilah ’sunni’ untuk umat yang beraqidah lurus dan seusai dengan ajaran Nabi SAW, dan membuat istilah syi’ah, muktazilah, qadariyah, jabariyah, khawarij, dan lainnya untuk menegaskan bahwa aliran-aliran itu tidak sesuai dengan apa yang disunnahkan oleh Nabi SAW.