Ramos, Xanana, Megawati dan Habibie
Hari Sabtu, 1 Juli 2023, Xanana resmi kembali dilantik sebagai Perdana Menteri negara Timor Leste yang ke-8 (delapan). Kawan seperjuangannya, Ramos Horta, telah terlebih dahulu menduduki kursi Presiden di negeri tetangga ini (20 Mei 2022). Xanana dan Ramos Horta adalah sejoli pejuang kemerdekaan Timor Leste yang selalu bersahabat dan saling mendukung hingga sekarang. Mereka berdua mengundang saya untuk hadir pada acara pelantikan kembali Xanana Gusmao sebagai Perdana Menteri negara Timor Leste 2023-2028.
Saat menyaksikan detik-detik prosesi pelantikan Perdana Menteri Timor Leste yang baru ini, seluruh peristiwa yang terekam dalam kenangan masa lalu bersama Xanana, kembali hadir di benak ini. Seolah saya tengah menyaksikan penggalan adegan peristiwa masa lalu tentang Xanana, seorang pemuda yang saat itu dengan sangat gigih memperjuangkan keadilan bagi rakyat di tanah kelahirannya, Timor-Timur. Tentunya ketika ia masih sebagai aktivis pemuda Indonesia yang pada era Suharto berkuasa, tampil sebagai aktivis penentang rezim otoriter Orde Baru.
Atas sikap politiknya ini, Xanana rela dijebloskan ke dalam penjara di penghujung tahun 90-an. Saat di penjara inilah (penjara Salemba) ia banyak bergaul dengan para pemuda dan mahasiswa yang senasib. Di antaranya adalah para aktivis dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan para aktivis dari organisasi Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sebagai sesama tahanan, mereka merupakan kawan senasib sepenanggungan di penjara Salemba.
Suatu hari, sebagai aktivis partai pemenang Pemilu 1999 yang saat itu gigih melawan rezim Orde Baru, saya sempat diutus Ketua Umum besuk ke penjara Salemba. Ditugaskan untuk melihat langsung keadaan para tahanan politik termasuk Xanana. Sejak itulah nama Xanana mendapat perhatian khusus Ketua Umum PDIP, Megawati. Tidak mengherankan bila hari Sabtu lalu, ketika saya tengah menuju Bandara Sukarno Hatta, Hasto (sekjen PDIP) mengingatkan saya untuk menyampaikan secara khusus ucapan selamat langsung dari Megawati untuk Xanana atas pengangkatan kembali dirinya sebagai Perdana Menteri Timor Leste.
Bagi kami, Xanana adalah kawan seperjuangan. Walau tidak dalam satu perahu, namun merupakan kawan satu kubu perjuangan yang sempat berjuang bersama melawan rezim otoriter Orde Baru. Dengan demikian, setidaknya Xanana turut andil dalam perjuangan politik rakyat Indonesia menumbangkan rezim Orde Baru. Catatan ini tak mungkin dapat dihapus begitu saja.
Di hari pelantikan Xanana sebagai Perdana Menteri, hadir sejumlah kawan dari Indonesia. Acaranya sendiri berjalan sangat sederhana namun hikmat. Tidak ada kesan megah, mewah, dan berlebihan. Kedua pimpinan tertinggi di negara Timor Leste ini pun, tampil sangat bersahaja. Bahkan yang paling mengesankan adalah saat seremoni pelantikan baru saja selesai, Ramos Horta sebagai Presiden, langsung membaur dengan para tamu undangan dan para sahabat yang hadir. Tetap hangat, sebagaimana dulu saat menyempatkan diri hadir di rumahku pada acara ulang tahun. Ramos begitu ramah menyapa semua yang datang.
Keramahan pun dilakukan oleh Xanana ketika kami mendatanginya di ruangan kantor kepresidenan seusai seremoni pelantikan. Satu persatu kami langsung dipeluknya dengan hangat. Sejumlah canda tentang masa lalu dan kenangannya di Indonesia, banyak ia ceritakan. Xanana yang dulu kami kenal, ternyata tidak berubah. Tetap murah senyum, ceria, dan hangat. Hanya tampilan fisik dengan rambut putihnya saja yang membuat dirinya terlihat berubah menjadi lebih matang dan berwibawa sebagai pemimpin.
Saya jadi teringat bagaimana ia dengan pakaian kaos lusuh, saya temui saat ia sudah berada dalam perlindungan di kedutaan Inggris Jakarta, sebelum diterbangkan pulang ke Dili, NTT. Saya bersama Laksamana Sukardi mewakili partai sengaja diutus menemuinya. Agenda tunggalnya, menanyakan langsung kepada Xanana akan sikap dan pendiriannya sehubungan keputusan politik pemerintahan Habibie yang menawarkan pelaksanaan Referendum bagi rakyat di Timor Timur.
Pada saat bertemu dengannya, langsung saya bertanya.."Mengapa memilih pulang..?” Dengan santai ia menjawab lugas…"Begini kawan, sebenarnya kami hanya meminta agar kami di NTT diberi otonomi yang diperluas, tapi Habibie menawarkan kami Referendum. Yah…, kami minta Ayam diberi Sapi….bodoh sekali kalau kami tolak..iya toh???" Ia sampaikan sikap politiknya yang sangat serius ini dengan santai, tetap hangat dan humorik. Saya pun tak bisa lain kecuali tersenyum dan membenarkan sikapnya.
Beberapa bulan kemudian, Habibie yang begitu yakin Indonesia akan memenangkan Referendum, ternyata kalah total. Saya masih ingat betul dalam pemerintahan Habibie saat itu, mencatat adanya dua perbedaan sikap dari para jenderal bawahannya. Jenderal Faisal Tanjung, dan kalau tidak salah Jenderal Wiranto, merupakan kubu Jenderal pendukung keyakinan Habibie. Sedangkan Jenderal Benny Moerdani, Letjen Prabowo Subianto, dan Kepala BAKIN saat itu, Letjen Arie Kumaat dan operatornya Mayjen Glenny Kairupan, merupakan kubu para jenderal yang sangat tidak yakin Indonesia akan memenangkan Referendum.
Ternyata hasilnya sejarah mencatat, Presiden Habibie telah melakukan perhitungan yang keliru. Negara Timor Leste pun merdeka sepenuhnya setelah memenangkan Referendum. Semua kenangan ini sempat saya ingatkan kembali kepada Xanana beberapa tahun setelah Timor Leste merdeka, dalam acara makan malam bersama Prabowo, di rumah sahabat Bambang Harimurti, senior jurnalis Tempo.
Sebagai catatan, setelah dua dekade lebih Timor Leste merdeka, duet kepemimpinan Ramos dan Xanana, masih harus menghadapi tantangan yang cukup berat. Negosiasi yang pasti bakal alot dengan pemerintah negara kanguru, merupakan PR politik kedua pemimpin ini. Tentunya ketika harus menghadapi pihak Australia yang teramat sangat ‘menaruh perhatian’ dan ‘kepentingan khusus’ terhadap masalah produksi minyak di tanah rakyat Timor Leste ini.
Ditambah lagi dengan rencana percepatan pembangunan menyeluruh Timor leste untuk mengejar ketinggalan selama ini. Kerja besar ini merupakan juga tugas lima tahun ke depan dari kedua pemimpin ini. Dan yang tak kalah penting juga adalah program percepatan pembangunan di daerah perbatasan dengan negera saudara tua Indonesia yang harus segera diwujudkan.
Dalam hal ini, kehadiran kami pada acara inagurasi Xanana sebagai Perdana menteri Timor Leste yang baru saja dilantik oleh Presiden Ramos Horta, merupakan bagian dari ajakan untuk secara kekeluargaan turut membantu percepatan pembangnan dimaksud. Kami sangat mengapresiasi ajakan ini. Semua sahabat dari Indonesia yang hadir pun, menerima ajakan itu dengan rasa gembira, dalam semangat kekeluargaan dan persahabatan yang hangat dan menyegarkan.
Selamat bertugas sobat Xanana Gusmao dan Ramos Horta. Kita (Indonesia) akan tetap dan selalu menjadi saudara (Timor Leste), hari ini dan selamanya. God Bless Timor Leste! (Dikutip sepenuhnya dari GBN Top)
*Erros Djarot, budayawan dan politikus.