Ramai Kampus Sebut Krisis Demokrasi, ini Kata Stafsus Jokowi
Staf Khusus Presiden Bidang Inovasi dan Pendidikan Gracia Josaphat Jobel Mambrasar angkat bicara terkait ramainya pernyataan sikap sejumlah kampus negeri. Pria yang akrab disapa Billy itu menilai pernyataan sikap tersebut tidak mencerminkan institusi.
Hal tersebut disampaikan Billy usai menjadi pemateri Seminar Pendidikan dan Ekonomi Kreatif di Kampus UNIPAR Jember, Selasa, 6 Februari 2024.
Billy mencatat kurang lebih ada sembilan kampus yang menyatakan sedang terjadi krisis demokrasi. Sedangkan jumlah kampus di seluruh Indonesia kurang lebih ada 4.004 kampus. Sehingga jika dipersentase, kampus yang menyatakan krisis demokrasi sangat kecil.
Selain itu, Billy melihat pernyataan sikap yang muncul dari sembilan kampus tersebut tidak mencerminkan institusi. Pernyataan tersebut hanya disampaikan oleh sekelompok civitas academica di kampus tersebut.
Sehingga pernyataan sikap tersebut belum bisa disebut pernyataan resmi kampus. Sebab, tidak ada keterlibatan secara struktural jajaran rektorat di balik pernyataan sikap itu.
“Jadi kalau kita lihat sembilan kampus dibanding 4.004 kampus yang ada di Indonesia persentasenya hanya nol koma nol sekian persen, kecil sekali,” katanya.
Kendati demikian, Billy memastikan Presiden Jokowi memaklumi dan menilai pernyataan sikap tersebut sebagai bagian dari kebebasan menyatakan pendapat dan dinamika demokrasi.
Billy berharap, kampus yang memiliki pandangan terkait demokrasi agar menyampaikan aspirasinya melalui forum dua arah dan diskusi berkelanjutan.
“Karena tidak semua kampus berdiri dan menyatakan aspirasi yang sama. Jadi respons dari presiden, apa yang disampaikan kemarin adalah hak dari seluruh warga negara, yang diterima baik oleh pemerintah,” pungkasnya.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa, dosen dan guru besar Universitas Jember yang tergabung dalam Forum Civitas Akademika Universitas Jember menyatakan sikap keprihatinan terhadap nasib konstitusi dan demokrasi Indonesia menjelang Pemilu 2024. Dalam pernyataannya, Civitas Akademika Universitas Jember menyampaikan lima tuntutan.
Lima tuntutan tersebut antara lain:
Pertama, menuntut seluruh cabang kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif, yudikatif, untuk senantiasa memedomani TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan menjalankan nilai-nilai Pancasila,
Kedua, menuntut KPU, Bawaslu, dan pemerintah memastikan netralitas penyelenggara negara dan harus memberikan teladan terbaik,
Ketiga, menuntut penghentian upaya politisasi kebijakan negara oleh presiden yang berpotensi merusak proses demokrasi dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam Pemilihan Umum,
Keempat, menuntut tegaknya hukum dan etika penyelenggaraan pemilihan umum serta menjunjung tinggi prinsip transparansi dan berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pihak-pihak tertentu,
Kelima, mengajak civitas akademik perguruan tinggi terlibat bersama rakyat untuk terus mengawal pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.