Ramadhan, Mengenang Perjuangan KH Mahrus Aly dari Lirboyo
KH. Mahrus Aly (almaghfurlah) Pengasuh Pesantren Lirboyo Kediri dikenal sebagai ulama pejuang yang pemberani. Kiai kita ini, juga ikut serta pada Pertempuran 10 November 1945 melawan tentara sekutu di Surabaya.
Dikisahkan, H. Mahfudz seorang Komandan Peta (Pembela Tanah Air) yang mula-mula menyampaikan berita gembira tentang kemerdekaan Indonesia itu kepada KH Mahrus Aly, lalu diumumkan kepada seluruh santri Lirboyo dalam pertemuan di serambi masjid. Dalam pertemuan itu pula, para santri Lirboyo diajak melucuti senjata Kompetai Dai Nippon yang bermarkas di Kediri (Markas itu kini dikenal dengan dengan Markas Brigif 16 Brawijaya Kodam Brawijaya).
Tepat pada pukul 22.00 WIB berangkatlah para santri Lirboyo sebanyak 440 menuju ke tempat sasaran di bawah komando KH Mahrus Aly dan Mayor H. Mahfudz. Sebelum penyerbuan dimulai, seorang santri bernama Syafi’i Sulaiman yang pada waktu itu berusia 15 tahun menyusup ke dalam markas Dai Nippon yang dijaga ketat. Maksud tindakan itu adalah untuk mempelajari dan menaksir kekuatan lawan.
Setelah penyelidikan dirasa sudah cukup, Syafi’i segera melapor kepada KH. Mahrus Aly dan Mayor H Mahfudz. Saat-saat menegangkan itu berjalan hingga pukul 01.00 dini hari dan berakhir ketika Mayor Mahfudz menerima kunci gudang senjata dari komandan Jepang yang sebelumnya telah diadakan diplomasi panjang lebar.
Dalam penyerbuan itu, gema Takbir “Allahu Akbar ” berkumandang menambah semangat juang para santri. Aroma surga dan mati syahid telah mereka rindukan, pada akhirnya penyerbuan itu sukses dengan gemilang.
Selang beberapa lama, Mayor H. Mahfudz melapor kembali kepada KH. Mahrus Ali di Lirboyo bahwa Tentara sekutu yg memboncengi Belanda hendak mendarat di Surabaya, pasukan itu akan kembali menjajah Indonesia yang sudah merdeka.
Mendengar itu spontan KH. Mahrus Aly mengatakan bahwa kemerdekaan harus kita pertahankan sampai titik darah penghabisan. Kemudian KH. Mahrus Aly menginstruksikan kepada Santri Lirboyo untuk berjihad kembali mengusir tentara Sekutu di Surabaya.
Maka dipilihlah santri-santri yang tangguh untuk dikirim ke Surabaya untuk bergabung dengan Mujahid lainya. Dengan gagah KH. Mahrus Aly berangkat bersama dengan para santri Lirboyo untuk berjuang merampas kembali kemerdekaan Indonesia. Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer kedua (1948), KH. Mahrus Ali pun kembali menurunkan santrinya di medan pertempuran.
Kiai yang terkenal sakti dengan pasukan berani mati ini wafat hari Senin, tanggal 6 Ramadhan 1405 H atau 26 Mei 1985, dalam usia 78 tahun, dan dimakamkan di pemakaman keluarga di kompleks Pesantren Lirboyo Kediri.
Semoga kita diakui sebagai santrinya di dunia dan di akhirat.
Lahul Fatihah.!
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
Demikian, catatan Shofwan Alwie Husein, dipetik dari akun facebooknya, 17 Mei 2020.