Rakyat Kawal Putusan MK
Oleh: H.Yunus Supanto
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pilkada, dibatalkan oleh DPR-RI. Langkah surut DPR ini sebagai respons demo kalangan mahasiswa, pelajar dan buruh, yang masif di berbagai daerah. Jika DPR tidak surut Langkah, bisa jadi demo akan semakin masif di seluruh pelosok negeri. Bagai reformasi jilid ke-2. Dulu (Mei 1998) demo massif menuntut Presiden Soeharto, lengser, sukses. Padahal Pak Harto, baru saja dipilih secara aklamasi (dan dilantik) MPR-RI, pada Maret 1998.
DPR juga menyatakan akan mendukung KPU melaksanakan Pilkada serentak, sesuai amar putusan MK (Mahkamah Konstitusi). Sebelumnya, MK telah mengubah UU Pilkada, dengan mengubah ambang batas dukungan pencalonan, semakin diturunkan. Terasa bagai “memanjakan” keadilan politik, yang di-ingin-kan rakyat. Sehingga dalam setiap Pilkada akan terhindar dari dominasi politik kelompok (koalisi), dengan calon tunggal. Parpol “gurem” juga senang, karena bisa turut mendukung bakal pasangan calon.
Tetapi banyak pula yang coba menafsirkan putusan MK, dengan penafsiran berbeda. Antara lain, putusan MK hanya berlaku untuk parpol yang tidak memiliki perwakilan (anggota DPRD). Sedangkan parpol yang memiliki anggota DPRD, tetap mengikuti peraturan lama, UU Nomor 10 Tahun 2016, khususnya pasal 40 ayat (1). :Penafsiran masih berlakunya peraturan lama, menjadi biasa politik. Namun bisa jadi, mayoritas di DPR akan menggunakan peraturan lama.
Bahkan Baleg (Badan Legislasi) DPR-RI sedang coba “kejar tayang” Rancangan UU tentang Pilkada. Tetapi rapat paripurna pembicaraan tingkat pertama (semacam persetujuan pembahasan RUU Pilkada), gagal dilaksanakan. Karena anggota DPR yang hadir tidak memenuhi kuorum. Pada hari yang sama (Kamis, 22 Agustus 2024) berbagai kalangan masyarakat turun ke jalan, memprotes kelanjutan pembahasan RUU Pilkada. Terdapat banyak seruan kalangan akademisi, dan buruh, untuk turut demo.
Bahkan di kampus Universitas Indonesia (UI), dilakukan demo damai “Peringatan Darurat.” Menutupi Tugu Makara (lambang UI) dengan kain berwarna biru berlogo garuda. Forum guru besar UI juga merilis ke-prihatinan terhadap “ulah” DPR-RI yang akan membut RUU Pilkada, berlawanan dengan putusan MK. Juga terdapat video musikal Peringatan Daraurat, viral di berbagai platform media sosial. Dikunjungi 1,5 juta netizen, hanya dalam waktu beberapa jam. Isinya, mengajak seluruh rakyat mengawal putusan MK, yang akan ditafsirkan beda oleh DPR-RI.
Penafsiran berbeda, bermula dari Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, mengubah per-angka-an batas ambang dukungan dalam pencalonan Kepala Daerah. Semakin diturunkan. Sehingga berpotensi diikuti semakin banyak bakal pasangan calon (Bapaslon). Ambang batas pencalonan berada di rentang 6,5% hingga 10%, bergantung daftar pemilih tetap (DPT). Misalnya, untuk Pilkada Jakarta, parpol atau gabungan parpol hanya membutuhkan 7,5% persen suara hasil pileg sebelumnya. Sedangkan untuk propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, hanya diperlukan 6,5% saja.
Pemilihan Kepala Daerah (Pemilihan Gubernur, serta Pemilihan Bupati, dan Pemilihan Walikota) akan berjalan makin semarak. Banyak bakal calon bisa maju Pulkada, termasuk Anies Baswedan kembali berpeluang maju pada Pilkada Jakarta. Walau hampir semua parpol sudah diborong oleh pasangan bakal calon dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. Amatr putusan MK Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, bagai angin segar demokrasi.
Tetapi masih terdapat putusan lain MK yang harus dilaksanakan oleh KPU. Yakni putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, berkait batas minimum usia bakal calon Kepala Daerah. MK tetap mendasarkan pada UU Pilkada pasal 7 ayat (2) huruf e, serendah-rendahnya 30 tahun, saat “ditetapkan sebagai calon gubernur.” Berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA), bahwa batas usia 30 tahun “saat pelantikan.”
Terdapat perbedaan selama sekitar 4 bulan. Antara frasa kata “sejak ditetapkan sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur,” (penetapan MK), dengan frasa “sejak dilantik sebagai Gubernur atau Wakil gubernur.” Dengan penetapan MA, Kaesang Pangarep, bisa menjadi bakal calon Gubernur (akan genap berusia 30 tahun, pada 25 Desember). Tetapi jika berdasar putusan MK, tidak bisa menjadi Calon Gubernur (penetapan pada 22 September), karena belum berusia 30 tahun.
Setiap warga negara wajib mematuhi putusan MK, seperti dulu KPU juga langsung melaksanakan putusan MK. Sehingga Gibran, bisa menjadi calon Wakil Presiden. Putusan MK yang telah dibacakan, akan secara serta-merta berlaku untuk Pilkada 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus bertindak cepat, mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024. Terutama klausul yang berkait perubahan ambang batas ambang parpol dalam mengusung pasangan calon pada Pilkada Serentak 2024.
Berbagai komponen masyarakat telah bertekad mengawal PKPU, menjamin kepastian berlakunya putusan MK.