Rakyat Guinea Bersuka Ria, Militer Kudeta Presiden Tiga Periode
Ribuan rakyat Guinea bergembira usai militer mengkudeta Presiden Alpha Conde. Hari Minggu kemarin, Istana Kepresidenan di Ibu Kota Conakry diduduki milter. Yang memimpin kudeta bukan seroang jenderal, melainkan mantan legiun Prancis berpangkat letnan kolonel, Mamady Doumbouya.
Letkol Mamady memimpin pasukan khusus yang dibentuk oleh Presiden Alpha Conde untuk melindungi dirinya. Tetapi pasukan khusus ini justru memberontak karena Conde telah merombak konstitusi yang sebelumnya membatasi masa jabatan presiden dua periode, diubah jadi tiga periode. Karena perubahan konstitusi itu, Conde bisa ikut pemilihan presiden lagi pada Oktober 2020, dan menang sehingga bisa menduduki jabatan presiden tiga periode.
Tapi pemilu tahun lalu itu berlangsung dengan banyak kekerasan dan kecurangan. Hal ini membuat penolakan dari rakyat, yang akhirnya mendapat dukungan militer, terutama di tingkat perwira. Sementara kebanyakan para jenderal cenderung mendukung Alpha Conde.
Guinea, salah satu negara termiskin di dunia meskipun memiliki sumber daya mineral yang signifikan, telah lama dilanda ketidakstabilan politik. Berpenduduk hanya 13 juta jiwa, bahasa resminya bahasa Prancis karena memang bekas jajahan Prancis.
Minggu malam, Letnan Kolonel Mamady Doumbouya, muncul di televisi publik, mengenakan bendera nasional, dan menyebut salah urus pemerintah sebagai alasan di balik tindakannya.
"Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang, kami akan mempercayakan politik kepada rakyat. Guinea itu cantik. Kita tidak perlu memperkosa Guinea lagi, kita hanya perlu bercinta dengannya," tambah Letkol Mamady Doumbouya.
Kudeta yang dipimpin Letkol Mamady Doumbouya segera disambut gempita oleh rakyat yang menjadi lebih miskin pada masa pemerintahan Presiden Alpha Conde. Di Ibu Kota Conakry, ribuan rakyat mengelu-elukan militer yang lewat di jalanan.