Gelar Insinyur Kehormatan untuk Si Maestro Telekomunikasi
Sesuatu gelar bisa diterima siapa saja. Atau diupayakan oleh siapa saja. Tapi kalau yang namanya gelar kehormatan, itu tidak sembarang orang bisa menerimanya. Jadi berbagailah bagi orang yang pernah menerimanya, sebab kehormatan itu tak bisa datang dengan tiba-tiba.
Kementerian Pariwisata Indonesia rasanya ikut berbahagia. Betapa tidak, pucuk pimpinannya, sang Menterinya, Arief Yahya yang orang Banyuwangi itu, mendapatkan gelar kehormatan. Gelar itu tak lain adalah Distinguished Honorary Fellow. Atau, boleh disebut juga dengan gelar insinyur kehormatan. Pemberi gelarnya adalah ASEAN Federation of Engineer Organization (AFEO).
Bukan main. Ini sebuah gelar kehormatan yang bukan main. Apakah Menpar Arief Yahya mengidamkannya? Boleh jadi tidak. Sebab tak ada waktu untuk beridam-idaman. Yang ada adalah, kerja, kerja, dan bekerja. Memberikan sesuatu yang terbaik buat pariwisata Indonesia.
Arief Yahya lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 2 April 1961. Lahir dari pasangan H. Said Suhadi dan Hj. Siti Badriya. Kelurganya sederhana sekali. Bapaknya pedagang dan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa yang aktif di organisasi keagamaan. Kesederhanaan ini pula yang sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya.
Berkah dari tekunnya belajar dia berhasil berhasil masuk Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat itu usia 18 tahun. Di kampus ITB ini Arief Yahya mengekspresikan dirinya menjadi luar biasa. Dia berhasil mencapai gelar insinyur dari jurusan Teknik Elektro ITB dengan hasil sangat memuaskan.
Prestasi itu membuatnya banyak dilirik perusahaan. Telkom Indonesia salah satunya. Perusahaan besar pelat merah adalah awal dari memulai kariernya. Itu di tahun 1986. Saat itu usia 25 tahun.
Di Telkom Arief Yahya pernah menjadi karyawan terbaik. Dari yang terbaik itu dia mendapatkan program beasiswa Master Telematika di Surrey University, Inggris.
Sepulang dari Inggris, Arief Yahya makin moncer saja kariernya. Berbagai jabatan diraih. Awalnya Kepala Kantor Daerah Telekomunikasi (kandatel). Lalu Kepala Divisi Regional (Kadivre). Kemudia Direktur Enterprise dan Wholesale Telkom Indonesia. Puncaknya menjadi orang nomor satu dengan jabatan Direktur Utama PT Telkom 2012-2017.
Deretan penghargaannya makin berderet. Simak saja, The Best Kandatel, Pemasaran Telpon terbaik Telkom Jakarta, Kadivre terbaik The Best Sponsor Telkom Kalimantan. Kadivre Terbaik, Penghargaan Management War Room terbaik 2003. The Best Jalur Komando Award, Panglima Daerah VI Kalimantan. Divre Terbaik, Rocky of The Year 2003, Untuk Management Flexi, Divre VI Kalimantan.
Arief juga masuk dalam daftar 25 Business Future Leader. Economic Challenge Award 2012 kategori Industri Telekomunikasi, dan sebagai The CEO BUMN Inovatif Terbaik 2012.
Arief Yahya, disaat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, juga sebagai penerima Satyalencana Pembangunan. Satyalencana itu diperoleh atas keberhasilan dalam Peningkatan Pelayanan Prima di Kalimantan dan Jawa Timur.
Dari deretan penghargaan itu, Arief punya filosofi yang mengenai keberhasilannya. Apa itu? "Pilih orangnya dulu, kemudian katakan keinginanmu,” katanya mengutip Jim Collins dalam buku Good to Great. Buku itu menyebutkan, terdapat dua proses besar untuk menggulirkan perubahan di dalam organisasi yang hebat, disebut organisasi Good to Great.
Proses pertama adalah build up yang terdiri dari Level 5 Leadership, First Who then What, dan Confront the Brutal Facts. Proses kedua adalah breakthrough yang terdiri dari: Hedgehog Concept, Culture of Discipline, dan Technology Accelerators.
“Khusus mengenai First Who then What, banyak pemimpin yang lebih memilih pendekatan First What then Who. Mereka seringkali terjebak. Mereka sering mengatakan tetapkan visi, misi, dan strategi, baru kemudian dipilih orang-orangnya,” katanya.
Menurut Arief, jika mengambil pilihan itu artinya sebuah institusi masih menjalankan Kepemimpinan Level 4 (Level 4 Leadership). Untuk mencapai Kepemimpinan Level 5 (Level 5 Leadership) kita akan memilih First Who then What.
Selama 28 tahun berkarier di Telkom dengan tekun dan profesional, Arief Yahya diminta Presiden Joko Widodo menjadi Menteri. Presiden memintanya menjadi Menteri Pariwisata dalam Kabinet Kerja 2014-2019. Meski bukan bidangnya, dia tetap dianggap mampu mengelola dunia pariwisata karena dia salah satu menteri yang berasal dari profesional.
Mendapat tantangan di sektor pariwisata, Arief Yahya justru semakin membuktikan kapasitasnya. Berbagai prestasi di raih Kementerian Pariwisata yang dipimpinnya. Hingga akhirnya, pariwisata menjadi tiga besar penyumbang devisa negara. Akhirnya pula pariwisata ditetapkan sebagai core economy oleh Presiden.
“Dalam organisasi Good to Great, yang terpenting adalah memilih orang-orang (who) terlebih dulu, dibandingkan menetapkan apa yang harus dilakukan (what). Bila diilustrasikan dengan sebuah bus, maka transformasi organisasi Good to Great bukan dimulai dari membayangkan ke arah mana bus akan meluncur dan kemudian mencari orang-orang yang mengemudikannya untuk menuju ke sana,” terangnya.
Karena itu, hal pertama yang harus dilakukan oleh pemimpin hebat (Great Leader) dalam memulai transformasi adalah menempatkan orang yang hebat (Great People) di dalam 'bus'-nya. Pemimpin Good to Great menggunakan tiga prinsip dalam memulai sebuah proyek transformasi organisasi.
“Pertama, ia selalu memulai transformasi dengan “siapa” (who) daripada “apa” (what). Hal ini memungkinkan si pemimpin untuk beradaptasi terhadap perubahan, seekstrim apapun perubahan yang dihadapi organisasi,” katanya.
Keberhasilan Arief Yahya mengubah wajah pariwisata, membuatnya menjadi penerima ASEAN Engineering Award 2018. Khususnya untuk kategori Distinguished Honorary Fellow atau gelar insinyur kehormatan. Penghargaan diberikan dalam Conference of ASEAN Federation of Engineering Organizations (CAFEO) ke-36 di Singapura. (*/idi)