Rahasia di Balik Doa Syukur Kemerdekaan, Pengakuan Gus Menteri
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berkesempatan tampil dalam Upacara HUT ke-76 Kemerdekaan RI yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Selasa 17 Agustus 2021. Gus Yaqut alias Gusmen (Gus Menteri) -- panggilan akrabnya -- bertugas membaca Doa Syukur Kemerdekaan.
Dalam doa yang dibaca putra Tokoh NU, KH Cholil Bisri (almaghfurlah) itu, begitu menyentuh hati, bukan hanya bagi peserta upacara, melainkan juga bagi setiap orang yang mendengar upacara bersejarah itu.
Begitu menyentuh hati doa yang disampaikan Menteri Agama. Sontak orang pun mengaitkannya dengan KH Ahmad Mustofa Bisri, pamannya yang dikenal sebagai penyair itu. Guna memperjelas hal itu, berikut testimoni langsung Gus Yaqut, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor ini.
Pengakuan Gus Menteri (Yaqut Cholil Qoumas)
Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-76 pagi tadi, adalah Upacara Kenegaraan pertama yang saya terlibat langsung di dalamnya. Sebagai Menteri Agama, tentu saya kebagian membaca doa. (Tidak mungkin jadi komandan upacara kan?)
Awalnya naskah doa disiapkan tim yang kami punya di kementerian. Berkali-kali saya baca, terasa masih kurang kena, karena terlalu “mainstream”. Meskipun secara isi dan substansi sudah mewakili situasi kita semua saat ini.
Saya merasa harus ada doa istimewa di tengah situasi bangsa —dan dunia— yang benar-benar bisa bersama-sama diaminkan seluruh warga tanpa sekat, sehingga pintu langit terketuk. Bayangan saya melayang ke paman saya, Gus Mus. Selain kekiaiannya, saya tahu beliau menulis doa-doa —termasuk doa syukur kemerdekaan— dalam bahasa puisi yang sangat dalam maknanya. Di kanal seperti youtube, kita bisa saksikan video-video beliau.
Tapi menyampaikan bayangan ini ke beliau, bukan pekerjaan yang mudah. Beberapa kali saya maju-mundur, sampai akhirnya memberanikan diri menyampaikan kepada beliau agar Doa Syukur Kemerdekaan, diperkenankan untuk saya bacakan. Kenapa maju mundur? Rahasiaaaaa…
Atas Izin Gus Mus
Singkatnya, Alhamdulillah, beliau berkenan doa tersebut saya bacakan. Bahkan saya dikirimi naskah doa melalui putri Gus Mus, Almas Mustofa versi yang sudah direvisi.
Selesai masalah? Belum. Ketika gladi bersih, doa dianggap kepanjangan sehingga harus dipotong agar sesuai dengan durasi yang disediakan.
Mumet? Pasti. Gak ngerti lagi saya harus matur seperti apa ke Gus Mus. Beberapa saat berdiskusi dengan para stafsus, sempat terpikir untuk kembali ke naskah awal yang sudah disiapkan sebelumnya oleh tim Kemenag tadi. Karena memotong naskah yang sudah disiapkan sendiri oleh Gus Mus itu, adalah kekurangajaran luar biasa bagi saya —dan tim tentu saja.. Namun, membatalkan doa yang sudah disiapkan Gus Mus, itu setali tiga uang.
Daya Magis Doa
Walhasil, setelah umak-umik 😁, saya memberanikan diri untuk matur kepada beliau soal problem teknis ini. Alhamdulillah…sekali lagi beliau berkenan merevisi kembali, dan jadilah doa yang tadi saya bacakan.
Sungguh, doa ini memiliki “daya magis” yang luar biasa. Doanya. BUKAN YANG MEMBACA. Saya sendiri berharap, doa ini tembus, sehingga Presiden Joko Widodo pun, manusia sederhana yang memimpin kita sekarang, semakin dimudahkan dalam menahkodai kapal besar ini.
Semoga Gusti Allah selalu ridlo atas ikhtiar pemerintah dan rakyatnya yang sedang berjuang melawan pandemi ini. Semoga…
Matur nuwun, Lik Mus…
Dirgahayu Republik Indonesia
Merdeka!!!