Quraish Shihab - Habib Luthfi Berkisah soal Keturunan Rasulullah
Cendekiawan Muslim Prof Muhammad Quraish Shihab sebenarnya layak menyandang gelar habib. Kakek Quraish Shihab, Habib Ali bin Abdurrahman Shihab, berasal dari Hadramaut. Selain silsilah, secara keilmuan, tak ada yang meragukan Quraish Shihab.
Namun Pakar Ilmu Tafsir dan Mufasir Al-Quran Al-Misbah ini menolak dipanggil habib. Dalam buku 'Cahaya, Cinta dan Canda Quraish Shihab' terbitan Lentera Hati yang ditulis oleh Mauluddin Anwar dkk, diceritakan Quraish hanya mau dipanggil habib oleh cucunya, karena lebih cocok berdasarkan artinya.
Dalam bahasa Arab, habib berakar dari kata cinta. Jadi habib berarti 'yang mencintai' atau bisa juga 'yang dicintai'. Tetapi kemudian maknanya berkembang menjadi suatu istilah, habib adalah orang teladan, orang baik yang berpengetahuan, dan seseorang yang berhubungan dengan Rasulullah.
"Saya merasa, saya butuh untuk dicintai, saya ingin mencintai. Tapi rasanya saya belum wajar untuk jadi teladan. Karena itu, saya tidak, belum, ingin dipanggil habib," kata Quraish merendah.
Menurut Quraish, gelar habib tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Sebangun dengan gelar kesarjanaan, yang harus ada usaha untuk mendapatkannya, maka habib pun harus ada usaha, terutama dari akhlaknya.
"Saya merasa, saya butuh untuk dicintai, saya ingin mencintai. Tapi rasanya saya belum wajar untuk jadi teladan. Karena itu, saya tidak, belum, ingin dipanggil habib," kata Quraish merendah.
Sementara itu, Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya berbicara tentang asal-muasal pemberian gelar 'habib' yang diberikan kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Gelar itu diberikan sebagai bentuk kecintaan umat kepada keluarga Nabi.
Sebutan habib bukan hanya ada di Indonesia, tapi juga ada di Hadramaut di Yaman. Di beberapa wilayah di Indonesia, sebutan untuk gelar itu berbeda-beda. Di Cirebon misalnya disebut 'sayid', di daerah lain ada yang memberi gelar 'syarif'. Di Padang, Sumatera Barat, dan Aceh, keluarga Nabi diberi gelar 'sidi'.
Namun apa pun gelar yang disematkan, Habib Luthfi mengingatkan, habib bukanlah nabi yang maksum atau terjaga dari kesalahan.
"Habib kan bukan nabi, bukan yang dimaksum. Wajar wajar saja kalau ada oknumnya (habib) melakukan maksiat," kata Habib Luthfi.
Hanya saja, Habib Luthfi meminta, jika ada satu oknum habib yang melakukan maksiat, tidak kemudian dianggap semua habib jelek.
"Kita menghargai keturunannya (Nabi) tetap, tetapi kita tetap tidak terima kemaksiatannya," papar Habib Luthfi. (adi)
Advertisement