PWNU Jatim Ingin Legalitas Kripto sebagai Aset Digital Dicabut
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) berharap agar pemerintah pusat mencabut peraturan mengenai legalitas cryptocurrency atau kripto sebagai alat perdagangan komoditas aset digital.
Hal tersebut terkait dengan adanya Peraturan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Katib Syuriah PWNU Jatim, KH Syafruddin Syarif mengatakan, seharusnya pemerintah tidak membuat, bahkan mencabut atau merevisi aturan yang dinilai telah melanggar norma agama.
“Hendaknya pemerintah tidak membuat aturan yang melanggar norma agama. Pemerintah harusnya tidak segan merevisi bahkan mencabut (peraturan Kripto),” kata Syafruddin, di Kantor PWNU Jatim, Selasa, 2 November 2021.
Sebab, menurut Syafruddin, Kripto hanya memiliki dampak negatif bagi masyarakat yang menggunakannya. Dengan alasan, uang digital tersebut tidak mempunyai bentuk fisik yang bisa diperjual belikan.
“Di mana titik bahayanya? Materi yang diperjual belikan itu tidak ada. Jadi materi yang disebut dengan sil,ah (komoditi) tidak ada,” jelasnya.
“Lain kalau kita membeli saham. Kalau kita beli saham, maka saham itu ada dana dan materinya. Jadi PT atau pabrik apa itu bergerak sehingga ada materi,” tambah Ashar.
Selain itu, kata Syafruddin, Kripto juga memiliki nilai tukar mata uang yang mudah naik maupun turun. Dalam hal ini, ia menakutkan bakal ada perjudian dalam setiap perdagangannya, sehingga menimbulkan penipuan.
“Fluktuasi sangat tinggi. Jadi bisa saja dari uang investasi satu miliar tiba-tiba naik menjadi 1,5 miliar, tapi pernah terjadi juga dari 1 miliar kemudian anjlok sampai nol. Ini artinya bahwa ada gambling yang sangat tinggi,” ucapnya.
Meski demikian, Syafruddin bersyukur, hingga kini Kripto masih belum diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Sebab, hal tersebut dapat menguasai sistem keuangan suatu negara.
“Alhamdulillah sampai dengan detik ini pemerintah belum memperbolehkan. Dan menurut informasi ahli yang kami datangkan, Kripto bisa mengusai satu negara, dia akan mengalahkan sistem keuangan yang sah,” tutupnya.
Sebelumnya, PWNU Jatim menyebut Kripto haram digunakan sebagai komoditi. Hal ini berlandaskan hasil Bahtsul Masail, di Aula KH. Bisri Syansuri, Gedung PWNU Jatim, Minggu, 24 Oktober lalu.
Ketua Lembaga Bahtsul Masail, Kh Ashar Sofwan mengatakan, alasan tidak diperbolehkannya uang Crypto digunakan sebagai jual beli adalah tidak dapat dipenuhinya syarat sil’ah atau komoditi.
“Sil'ah, secara bahasa memiliki pengertian sama dengan mabi', yaitu sebagai barang atau komoditas yang bisa diakad dengan akad jual beli,” kata KH Ashar, di Kantor PWNU Jatim, Selasa, 2 November 2021.
Advertisement