PWI Jatim Pertanyakan ke DP atas Pernyataan Yadi Hendriana
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur Lutfil Hakim, mempertanyakan sikap Dewan Pers (DP) atas pernyataan Yadi Hendriana. “Kita harus pertanyakan ke Dewan Pers soal statement Yadi Hendri,” ujar Cak Item panggilan sehari-hari Ketua PWI Jatim, Sabtu 23 Juli 2022.
Penegasan Lutfil Hakim ini menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana yang meminta media mengutip sumber resmi kepolisian dan menghindari spekulasi. Yaitu soal insiden baku tembak yang menewaskan Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo, memunculkan reaksi dari kalangan komunitas pers.
Menurut Lutfil Hakim, jangan sampai penyataan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana dibiarkan berkembang di ruang publik tanpa penjelasan resmi dari DP. Semua ini bisa memunculkan berbagai spekulasi. “Marwah DP akan jatuh,” ujarnya.
Yang sangat dikhawatirkan Lutfil Hakim, jika pernyataan Yadi Hendriana tersebut dimaknai sebagai sikap resmi Dewan Pers, bisa semakin memperburuk kredibilitas Dewan Pers. “Jangan sampai statement Yadi dianggap oleh Kepolisian RI sebagai pernyataan resmi DP, dan dijadikan rujukan oleh polisi di seluruh tanah air pada praktik keseharian,” tegasnya.
Menurut Lutfil Hakim, melokalisir explore sumber informasi hanya kepada satu sumber, bisa bermakna menghalangi kegiatan jurnalistik. Padahal sudah jelas, UU Pers Pasal 18, barang siapa yang menghalangi tugas pers bisa dikenai pidana dua tahun atau denda Rp500 juta. “Statemen anggota Dewan Pers justru mengkerdilkan kemerdekaan pers, yang notabene sudah dijamin di Pasal 4 UU Pers,” jelas Lutfil Hakim.
Seperti diketahui, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana seusai pertemuan dengan kuasa hukum keluarga Ferdy Sambo di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat 15 Juli 2022 kepada wartawan memberikan keterangan, bahwa media harus memperhatikan dampak dari pemberitaan insiden baku tembak yang menewaskan Brigadir J di Rumah Irjen Ferdy Sambo.
Menurutnya, penulisan berita seharusnya bersumber dari keterangan Mabes Polri. “Jadi begini, penjelasan Mabes Polri itu, ya, itu saja yang ditulis. Kemudian tidak boleh berspekulasi lebih jauh,” kata Yadi kepada wartawan di Dewan Pers, Jumat 15 Juli 2022.
Menurut Yadi, pemberitaan selain dari sumber resmi tidak diperbolehkan, termasuk dari pengamat. “Karena ini sifatnya kasus, pengamat pun itu sebenarnya tidak bisa mengomentari kasusnya,” jelasnya.
Dijelaskan Yadi, karena hal itu bersifat kasus, pemberitaan harus dilakukan secara transparan dan berdasarkan fakta-fakta di lapangan. “Saya bisa tekankan meskipun faktanya dan yang lainnya ada, tetapi semua berita harus betul-betul melihat dampaknya apa. Begitukan, dampaknya itu penting,” ujarnya.