Putus Sekolah, Anak Bawah Umur di Jember Jadi Kurir Sabu Profesional
Dua pemuda yang terjaring razia Satlantas Polres Jember, ternyata merupakan kurir narkotika jenis sabu. Salah satu dari mereka diketahui merupakan anak bawah umur.
KBO Satresnarkoba Polres Jember Ipda Enol Wibisono mengatakan, kedua tersangka berinisial HR, 16 tahun dan HRU, 23 tahun. Mereka warga Kecamatan Sumberjambe, Jember.
Kedua tersangka diamankan anggota Satlantas Polres Jember di Pos Polisi Gladak Kembar, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari pada Minggu, 16 Juni 2024. Mereka terjaring razia karena melanggar peraturan lalu lintas yang kasat mata, yakni berkendara tanpa helm dan kendaraan tanpa dilengkapi pelat nomor.
Setelah dihentikan, tersangka HR membuang benda mencurigakan berbentuk silinder berukuran kecil. Karena mirip sabu, polisi kemudian menggeledah tersangka HRU dan ditemukan silinder kecil berisi sabu yang lain.
Kedua tersangka kemudian diserahkan ke Satresnaroba Polres Jember. Setelah dikembangkan selama dua hari, ternyata mereka merupakan kurir sabu.
Sebelum terjaring razia, mereka telah menanam 19 silinder kecil berisi sabu di 19 titik. Mereka menanam sabu itu di kawasan kota. Sementara enam silinder yang belum sempat ditanam juga direncanakan ditanam di kawasan kota.
“Mereka sudah profesional, pada hari Minggu, 16 Juni 2024, mereka telah menanam 19 paket sabu di 19 titik. Sisanya juga rencana ditanam atau diranjau di kawasan kota,” kata Enol, dikonfirmasi Selasa, 18 Juni 2024.
Polisi kemudian meminta kedua tersangka menunjukkan lokasi tempat mereka menanam sabu. Ternyata 19 yang ditanam itu belum diambil oleh pembelinya, sehingga semuanya diamankan polisi.
Kepada penyidik tersangka mengaku baru hitungan bulan menjadi kurir sabu. Mereka mengenal dan belajar metode mengedarkan sabu dengan sistem ranjau saat bekerja sebagai kuli bangunan di Bali.
Mereka diajak oleh seorang pengedar dengan ubah berupa uang dan sabu gratis. Saat ini pengedar yang memperkerjakan tersangka ditetapkan DPO.
Dengan tawaran itu, kedua tersangka menerima tawaran pekerjaan itu. Selain diarahkan melalui telepon, mereka juga beberapa kali bertemu langsung dengan bandar di lokasi yang berbeda-beda.
Karena itu, meskipun ada yang anak bawah umur namun ia sudah termasuk kurir yang profesional. Sebab, dalam sehari bisa menanam paket sabu lebih dari 20 paket.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat pasal 114 dan 112 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka terancam minimal lima tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup.
“Pasal yang diterapkan sama, namun dalam penanganannya berbeda. Khusus anak bermasalah dengan hukum kita melibatkan orang tua dan pendampingan dari Bapas selama proses penyidikan. Kita lakukan sesuai SOP peradilan anak,” pungkasnya.
Sementara itu, tersangka HRU mengaku baru mengenal Sabu sejak awal tahun 2023. Ia dibujuk oleh seorang pengedar agar bersedia melakukan pekerjaan menanam sabu.
Tersangka dijanjikan bayaran sebesar Rp 500 ribu setelah barang yang ditanam terjual semua. Mereka kemudian pulang ke Jember melakukan semua yang diperintahkan pengedar di atasnya.
Khusus yang ditanam di Jember, sampai saat ini belum terjual semua. Sehingga HR maupun HRU belum mendapatkan upah yang dijanjikan pengedar di atasnya.
“Saya dibujuk oleh pengedar dengan janji akan diberi bayaran Rp 500 ribu setelah semua barang terjual. Namun, sampai saat ini barang belum laku semua, sehingga belum menerima uang yang dijanjikan itu,” kata pria bertato itu.
Kendati demikian, terkait upah berupa sabu HRU maupun HR mengakuinya. Bahkan, sebelum akhirnya ditangkap polisi masih sempat mengonsumsi sabu.
“Iya kami mendapatkan sabu gratis, tidak tahu jumlahnya berapa gram. Karena yang kami terima yang sudah tinggal hirup saja,” pungkasnya.
Sementara HR yang masih bawah umur mengatakan hal serupa. Ia juga mengenal sabu pada tahun 2023 setelah diajak oleh seorang pengedar saat bekerja di Bali.
Sebelum akhirnya ke Bali dan mengenal sabu, HR sempat dimasukkan ke pondok oleh orang tuanya. Namun, ia berada di pondok tidak lama. Ia pulang karena tidak kerasan. Karena itu, HR putus sekolah. Ia belum tamat SMP saat pergi ke Bali.
“Saya pernah dimondokkan namun berhenti karena tidak kerasan. Saya belum lulus SMP dan diajak menjadi kurir sabu oleh pengedar,” pungkasnya.