Pusat Kesehatan Mandiri Pesantren
Hari Santri diperingati setiap 22 Oktober. Saat para santri dan ulama pesantren gegap gempita merayakan peringatan momentum Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober 1945 ini, muncul problem kesehatan di tengah masyarakat. Yakni, penyakit gagal ginjal akut pada anak-anak balita.
Melalui momentum Hari Santri, potensi besar dunia pesantren sebagai miniatur kesehatan masyarakat terlihat sangat jelas. "Santri sebagai motor penggerak kesehatan pesantren dapat menjadi roda penguat pendidikan kesehatan pesantren," tulis dr.H.M. Makky Zamzami, MARS.
Aktivis pengurus Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU), menyampaikan gagasan tentang "Pusat Kesehatan Mandiri Pesantren (PUSKESDIRTREN) Gagasan Reformasi Kesehatan Pesantren". Berikut pandangan dokter Makky Zamzami secara lengkap (Redaksi).
PANDEMI COVID-19 menjadi titik balik digdaya pesantren di bidang kesehatan. Kemampuan pesantren dalam menangani wabah Covid-19, memastikan kebutuhan santri terhadap kesehatan terpenuhi secara layak patut diancungi jempol. Terlebih pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menunjukkan pengakuan yang layak terhadap kemampuan pesantren dalam pengelolaan pendidikan.
Reformasi sistem kesehatan menjadi sangat penting dalam menghadapi pandemi serta segenap permasalahan kesehatan di pesantren. Presiden Republik Indonesia pada Pidato Kenegaraan tanggal 14 Agustus 2020 memberikan arahan bahwa sektor kesehatan harus direformasi secara mendasar dan prirotas pada pencegahan penyakit dan penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Walaupun Sistem Kesehatan Nasional telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 sebelum adanya pandemi COVID-19. Namun saat ini sistem kesehatan di Indonesia dinilai masih relatif lemah disebabkan oleh kecilnya investasi di sektor kesehatan khususnya di sektor kesehatan masyarakat termasuk infrastruktur dan kemampuan sumberdaya pada aspek promotif, preventif maupun kuratif.
Pesantren memiliki investasi yang kuat dalam sumber daya promotif preventif, namun lemah dalam kuratif. Sebagai upaya mewujudkan santri sehat, pesantren kuat, indonesia maslahat, pemerintah hadir dalam kebijakan Pesantren Sehat, santri husada dan gerakan masyarakat sehat (GERMAS) yang dalam praktiknya memang belum kuat dalam menjaga keberlanjutan program, dan gerakan ini belum massif menjadi prioritas pesantren, gerakan ini hanya menjadi gerakan yang dilakukan oleh pesantren yang mendapatkan program.
Dalam melaksanakan ini walaupun ada upaya survei mawas diri pesantren, namun tetap semuanya memakai konsep yang diberikan dengan tema-tema tertentu setiap tahunnya semisalnya tahun ini TBC maka GERMAS mengangkat TBC walaupun ada permasalahan kesehatan lain di dalam pesantren yang menjadi prioritas.
Melalui momentum Hari Santri
Melalui momentum Hari Santri, potensi besar dunia pesantren sebagai miniatur kesehatan masyarakat terlihat sangat jelas. Santri sebagai motor penggerak kesehatan pesantren dapat menjadi roda penguat pendidikan kesehatan pesantren. Namun pemerintah perlu memperkuat aspek yang tak mampu dijalankan pesantren yakni membuat pesantren mandiri dalam kesehatan masyarakat.
Perlu ada upaya penguatan kemandirian kesehatan pesantren melalui Pusat Kesehatan Mandiri Pesantren (PUSKESDIRTREN). Puskesdirtren ini dapat menjadi solusi Integrasi Upaya Promotif, Preventif, Kuratif Kesehatan di Pesantren dengan pemberdayaan kekuatan internal dan eksternal pesantren.
Ada lima pilar yang perlu diperkuat yaitu Kurikulum Sehat, poskestren untuk preventif, santri husada, klinik pesantren dan kader sehat nusantara melalui penguatan majelis taklim berwawasan kesehatan.
Potensi besar yang harus dimanfaatkan adalah reformasi kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimana kepesertaan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sudah berjumlah 222.056.973 orang per 28 februari 2021 (BPJS, 2021) artinya saat ini peserta BPJS di Indonesia ini sudah di angka lebih dari 70%. Di antara mereka pasti ada santri yang sudah memiliki BPJS kesehatan. Namun pengorganisasiannya belum dapat menguntungkan pesantren.
Santri tidak bebas memilih faskes (fasilitas kesehatan) sesuai tempat tinggal yang paling dekat dengan pesantren. Padahal jika pesantren memiliki faskes sendiri, pesantren akan menjadi miniatur kesehatan masyarakat yang juga produktif.
Dalam menjalankan upaya promotif preventif, pesantren tetap memiliki kebutuhan dasar kuratif dan hal ini dapat terpenuhi jika pesantren memiliki akses mudah dalam kuratif melalui klinik kesehatan pesantren. Klinik ini yang akan membina poskestren melalui penguatan kurikulum kesehatan pesantren.
Harapannya sesuai amanat dana abadi pesantren dalam Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2019. Pesantren mendapatkan dana afirmasi untuk pengelolaan klinik dan poskestren di pesantren. Hal ini dalam kerangka mewujudkan amanat Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional yang menyatakan salah satunya memastikan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan baik formal maupun non formal di lingkungan Kementerian Agama merupakan peserta aktif program jaminan kesehatan nasional.
Klinik Pesantren
Jika BPJS santri dikelola oleh klinik pesantren, pesantren akan memiliki kekuatan dalam produktivitas kesehatan, tentunya dengan pembinaan dari puskesmas setempat.
Pusat kesehatan mandiri pesantren menjadi konsep penguatan kesehatan secara holistik untuk pesantren. Setiap stakeholder bisa saling memperkuat satu sama lain. Kita mengambil momentum momentum perubahan di pesantren untuk membentuk sesuatu yang bisa dilaksanakan secara sustainable. apa saja yang bisa kita laksanakan dalam melaksanakan perubahan perilaku dan penerapan kesehatan di pesantren secara berkelanjutan yakni dengan memperkuat kurikulum-kurikulum kesehatan pesantren dengan pembinaan dari klinik dan poskestren.
Pesantren memiliki sistem kurikulum muadalah artinya memang mereka mempunyai 1 skema kurikulum yang dengan berbagai konsep yang berbeda-beda di setiap pesantren. Ketika kita memasukkan kurikulum kesehatan pun juga sebetulnya tidak menjadi satu kontraindikasi dengan kurikulum.
Beberapa Pesantren sangat mumpuni atau sangat memungkinkan merekrut satu orang tenaga kesehatan yaitu dengan cara membuat klinik atau membuat fasilitas kesehatan di pesantren itu tersebut.
Dengan adanya undang-undang Pesantren Nomor 18 tahun 2019 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan memberikan dukungan dan fasilitas pesantren dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan. Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit berupa bentuk ruangan bentuk sarana dan prasarana bentuk teknologi dan pelatihan keterampilan dukungan dan fasilitas dan sebagainya.
Tujuannya agar stabilitas di pesantren termasuk unsur kesehatan ini bisa dapat berjalan dengan baik dan benar. BPJS Kesehatan sebagai satu badan yang menggerakkan atau menjalankan perintah presiden seharusnya bisa mengambil untuk bisa langsung bekerja sama dengan memperkuat klinik pesantren dengan memberikan keluasaan pesantren memindahkan faskes santri ke klinik pesantren.
Tentunya hal ini akan sangat membantu dalam melaksanakan tugas promotif preventif kuratif yang juga menjadi bagian mandat BPJS kesehatan.
Ketika Pesantren mempunyai santri lebih dari 5000 itu Pesantren dapat dimotivasi untuk membuat 1 faskes sendiri milik pesantren, yang di mana kapitasi dalam pengelolaan untuk operasional faskes merupakan kerjasama kehadiran Peserta BPJS. Pesantren dapat mengajukan pemindahan kapitasi pemindahan kepesertaan ke faskes yang ditunjuk secara general artinya dana ini dapat digunakan untuk membantu menyubsidi santri-santri yang belum mempunyai kepesertaan BPJS ini sehingga keluarga di pesantren dari pengasuh, santri peserta didik sampai masyarakat majelis taklim pengasuh akan mendapatkan pelayanan kesehatan secara memadai.
Terbentuklah satu skema sistem Pesantren sehat. Beberapa motto santri sehat Pesantren kuat Indonesia maslahat kita harapkan benar-benar tercapai. Jika santri sudah baik informasi kesehatannya, maka Pesantren akan semakin kuat.
Pesantren semakin kuat artinya santri dan tenaga pendidik semuanya ibadah maupun pendidikan secara baik ya tidak sakit dan antisipasi wabah juga akan lebih kuat, penyakit komunitas akan semakin cepat tertangani kemudian Indonesia maslahat dalam bahasa Indonesia ini sudah terpapar informasi kesehatan dan masalah-masalah kesehatan ketika dia lulus dari pesantren maka mereka akan menjadi promotor kesehatan di mana-mana.
Mereka bisa menyisipkan terkait dengan masalah-masalah kesehatan dalam dakwahnya ibadahnya maupun dalam pergaulannya maupun praktek mereka sehari-hari di masyarakat.
dr. H. M. Makky Zamzami, MARS
Penulis adalah Pengurus Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK-PBNU).