Puluhan Warga Jember Demo, Buntut Penghentian Program JPK Sepihak
Puluhan massa yang tergabung dalam aliansi masyarakat cinta Jember menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Jember dan Dinas Kesehatan Jember, Kamis, 9 Januari 2025. Mereka meminta Pemkab Jember melanjutkan program Jember Pasti Keren (JPK) yang dihentikan sepihak.
Koordinator aksi, Kustiono Musri mengatakan, JPK merupakan program Hendy-Gus Firjaun dalam bidang kesehatan. Program tersebut dinilai telah memberikan manfaat bagi masyarakat karena bisa mengakses layanan kesehatan gratis hanya menggunakan KTP.
Namun, lanjut Kustiono, program tersebut pada akhirnya menyisakan hutang sebesar Rp160 miliar. Kendati demikian, program tersebut memiliki dasar hukum yang jelas, yakni Peraturan Bupati Jember.
Atas persoalan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Jember Hendro Soelistijono menghentikan program tersebut secara sepihak. Hendro mengeluarkan surat penghentian pelayanan tersebut meskipun dasar hukumnya jelas.
Parahnya, DPRD Jember seperti mengikuti alur berpikir Kepala Dinas Kesehatan Jember. Mereka tidak melayangkan protes atau keberatan atas penghentian JPK tersebut.
"Tiba-tiba program JPK dihentikan oleh kepala Dinas Kesehatan. Anehnya DPRD mengikuti arus pikiran Kepala Dinas Kesehatan," keluhnya.
Akibat penghentian tersebut, 50 Puskesmas dan tiga rumah sakit daerah tidak bisa melayani pasien dengan JPK. Bahkan ada warga sakit tidak bisa berobat di Puskesmas Tanggul karena BPJS miliknya nonaktif.
Karena itu, Kustiono mendesak agar penghentian JPK tersebut dicabut. JPK harus tetap dilaksanakan dengan dasar hukum peraturan Bupati Jember.
"Kami meminta surat penghentian JPK dicabut dan memberikan statemen kepada rumah sakit agar tetap menjalankan program tersebut sampai peraturan itu dicabut oleh bupati atau gubernur," pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Jember, Hendro Soelistijono mengatakan, ada persoalan dalam hal penganggaran program JPK. Bahkan JPK menyisakan hutang Rp160 miliar yang belum dibayar. Pihaknya melakukan konsultasi dengan Bupati Jember untuk menghentikan sementara program tersebut. Setelah disetujui, Hendro langsung berkoordinasi dengan tiga rumah sakit daerah dan 50 puskesmas agar menghentikan layanan JPK.
Hendro menegaskan yang dihentikan sementara adalah programnya, bukan Perbubnya. Sebab, program yang memiliki perbup namun tidak ada anggaran tidak bisa dilaksanakan.
"JPK adalah programnya dan perbup merupakan payung hukumnya. Program itu tidak bisa berjalan tanpa anggaran meskipun ada perbubnya," katanya.
JPK masih tetap bisa dilanjutkan saat anggarannya tersedia. Namun pelaksanaan JPK selanjutnya harus melalui proses evaluasi.
Dalam JPK sebelumnya seluruh masyarakat yang memiliki KTP Jember bisa menikmati program tersebut, baik masyarakat mampu maupun tidak mampu. Karena itu, kedepannya JPK harus benar-benar diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Masyarakat yang ingin mendapatkan pengobatan gratis harus benar-benar masyarakat tidak mampu. Mereka bisa langsung mendaftar agar masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui kepada desa maupun Dinas Sosial. Selanjutnya yang bersangkutan akan didaftarkan BPJS PBI pemerintah daerah.
Sampai saat ini, peserta BPJS PBI Pemerintah daerah sebanyak 1,1 jiwa. Sedangkan 860 jiwa lainnya masuk dalam kepesertaan BPJS Kesehatan PBI Pemerintah pusat.
Hendro memastikan, masyarakat miskin yang masuk DTKS masih tetap bisa mendapatkan pengobatan gratis menggunakan SPM yang diterbitkan Dinas Sosial. Karena itu, Hendro berharap masyarakat yang merasa miskin segera mendaftar agar masuk dalam DTKS tanpa harus menunggu sakit.
"Masyarakat yang merasa miskin segera mengurus SPM, agar bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis. Sebaiknya jangan menunggu sakit, harus aktif mendatar masuk DTKS," pungkasnya.
Advertisement