Butuh Pendekatan Khusus Sebelum Sembelih Hewan Kurban
Sapi juga memiliki sifat seperti manusia, dan mahluk Tuhan yang lain membutuhkan kasih sayang. Sebab itu, untuk memotong hewan kurban tidak bisa dilakukan dengan serampangan, diikat kemudian dijatuhkan ramai-ramai lalu disembelih.
"Kalau itu mah gampang, semua orang bisa. Ada pendekatan (PDKT) khusus supaya sapi nurut, tidak berontak dan ngamuk waktu akan dipotong," kata seorang jagal yang biasa dipanggil Pak Usup itu.
Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, yang kini berusia 53 tahun ini merupakan tukang jagal sapi yang sudah puluhan tahun menjadi langganan DPP Golkar. "Saya menyembelih hewan kurban di Kantor DPP Golkar sejak zaman ketua umumnya Pak Harmoko sampai sekarang," kenangnya.
Ibarat pilot, Pak Usup ini sudah mempunyai jam terbang yang cukup tinggi, sudah berpengalaman menerbangkan berbagai jenis pesawat. Sebab itu, bapak dua anak tersebut sudah mengenali karakter sapi yang dihadapinya.
Ada jenis sapi Bali, sapi Madura, sapi Lombok, sapi Jawa yang karakternya berbeda-beda. Ada yang galaknya luar biasa. "Sudah diikat masih bisa bangun dan ngamuk, sampai panitianya lari ketakutan," katanya.
"Menghadapi sapi yang ngamuk, diperlukan kesabaran dan PDKT seperti akan "menembak" seorang perempuan, harus dirayu dulu," tambah Pak Usup sambil tertawa kecil.
Selama puluhan tahun menjadi tukang jagal dan ratusan sapi dan kambing yang mati di tangannya, Pak Usup mengaku tidak pernah mengalami kesulitan saat menghadapi hewan kurban yang akan disembelih.
Bahkan sapi segalak apapun bisa nurut. Ini salah satu sebab dia diangkat menjadi jagal langganan Golkar, dan selalu dicari oleh petinggi Golkar, Akbar Tanjung.
"Saya tidak punya mantera khusus untuk menjinakkan sapi. Resepnya cuma dengan membaca 'bismillah' dan PDKT kasih sayang. Seperti menghadapi orang stres. Kalau dikasarin malah bubar, harus dielus-elus dulu," katanya.
"Saya belajar menyembelih (ternak) dari sudara saya kira-kira 30 tahun lalu," kata Pak Usup ketika bercerita kepada Ngopibareng.id selepas sholat isya' di Mushola Assalam Kampung Rawa, Kebun Jeruk Jakarta Barat, Selasa 28 Juli 2020.
Untuk menjadi jagal memang tak sembarangan. Selain harus mengikuti ketentuan syar'i, dirinya juga memiliki tata cara sendiri dalam menyembelih hewan kurban.
Tak hanya ketajaman pisau yang penting, cara memegangnya pun tak boleh asal-asalan. Mulai penyembelihan, proses menguliti, hingga mengiris daging, tangan Usup hanya boleh memegang gagang pisau.
"Besi pisau itu jangan sampai disentuh. Jadi yang boleh dipegang tangkainya saja. Katanya kalau sampai kepegang pisaunya tidak afdhol," kata Usup merujuk pada keterangan ustadz yang pernah didengarnya.
Tidak itu saja, sebelum menyembelih binatang ternak, dirinya membaca lafaz tertentu. Antara lain surat Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Nas. Masing-masing 3 kali. Bahkan jika ternak disembelih untuk kepentingan aqiqah, dirinya menggunakan lafaz khusus.
Meski kegiatan penyembelihan menyita waktu dan tenaga, namun Pak Usup enggan pasang tarif. Selama kondisi tubuh prima dan waktunya memungkinkan, dirinya tak pernah menolak permintaan. Begitu juga soal bagian daging, dirinya tak pernah minta kepada pemilik.
"Biasanya kepala, kaki dan kulit menjadi bagian tukang jagal, ditambah uang transport. Kalau motong sepuluh ekor sapi, pulang bawa 10 kepala, 40 kaki dan 10 lembar kulit, ditambah transport," katanya.
Menurutnya, kalau pasang tarif itu istilah orang Jawanya saru (tabu). Apalagi untuk hewan kurban seperti ini. Saya anggap ini ibadah saja," ujarnya seraya berharap keberkahan dari apa yang dia lakukan.
Advertisement