Puluhan Santri Ikuti Pelatihan Jahit Diklat Industri
Sekitar 60 persen santri atau lulusan pondok pesantren di Indonesia tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU), Hodri Ariev.
Keterampilan tambahan dibutuhkan setelah lulus agar para santri bisa mendapatkan pekerjaan layak dan bisa mandiri secara ekonomi. Oleh karena itu, RMI PBNU bekerjasama dengan Balai Diklat Industri (BDI), Surabaya mengadakan pelatihan menjahit yang diikuti 50 santri.
Hodri Ariev mengatakan, jumlah lulusan santri di Indonesia setiap tahunnya cukup besar. Ia memberi gambaran di Indonesia jumlah santri ada sekitar 4 juta orang dari 36 ribu pondok pesantren di Indonesia. Sementara, yang terafiliasi PBNU hanya 27 ribu pesantren dengan jumlah santri 2,8 juta. Jika setiap pesantren meluluskan 100 orang per tahun maka jumlahnya akan sangat besar.
"Jumlah lulusan tidak semua ke perguruan tinggi. Kebanyakan dari mereka pekerja, ada yang bekerja formal, menjadi petani atau beternak, ada juga menjadi pekerja kasar. Nah, bagaimana mereka yang ingin bekerja ini terbekali oleh keterampilan," terangnya, Senin, 23 Oktober 2023.
Ia menyadari pendidikan di pesantren lebih bersifat akademik meskipun juga ada porsi untuk pendidikan non-akademik. Untuk itu, pihaknya mendukung adanya pelatihan kerjasama dengan BDI yang dilakukan untuk para santri di usia produktif.
"Sehingga mereka yang masih berusia produktif tidak menjadi pengangguran dan jadi beban negara, di pelatihan ini tentu mereka akan lebih produktif dan mereka jadi mandiri," paparnya.
Kepala Balai Diklat Industri Surabaya Zya Labiba menjelaskan, pelatihan yang berlangsung selama 13 hari itu adalah program diklat 3 in 1. Peserta mendapatkan pelatihan intensif, dibekali keterampilan dasar dan pelatihan yang cakap tentang mesin jahit industri.
"Nantinya setelah pelatihan akan ada uji kompetensi. Kemudian mereka yang berhasil akan jadi prioritas ditempatkan di tiga industri yang bekerjasama dengan kami, yakni PT KSS Magetan, PT Glory Sragen dan PT Jaya di Sragen," ungkap Zya.
Zya menerangkan, pelatihan untuk santri dan alumni santri ini baru pertama diadakan dan diharapkan dapat menjadi sinergitas baru. Santri yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi bisa tetap memiliki skill dan kemampuan yang layak untuk bekerja, khusunya di Industri.
"Jadi baru kemarin disubsidi oleh RMI, menyempatkan ada kalobarasi untuk para santri supaya mereka mendapatkan pelatihan dan pekerjaan. Kami berharap kedepan program ini akan berkelanjutan agar lebih banyak santri memiliki skil yang mumpuni," tambahnya.
Pelatihan ini juga dijadikan ajang mencari pengalaman oleh para santri, salah satunya adalah M. Adam Badrusoleh. Santri lulusan pesantren Darul Ulum, Jombang itu mengaku baru pertama kali mengikuti pelatihan tersebut.
"Dapat info dari temen lalu mencoba daftar dan disuruh ikut rombongan. Belum sama sekali, Buat nambah pengalaman," kata santri berusia 18 tahun itu.
Ia berharap, nantinya lewat pelatihan penjahit yang iikuti bisa menambah skill dan pengalamannya. "Ingin bisa diterima bekerja, kalaupun tidak skillnya bisa saya gunakan untuk buka usaha jahit sendiri di rumah," tandasnya.