Puluhan Jurnalis Kediri Raya Ikut Training Prebunking AJi Kediri
Kabar hoaks masih menjadi ancaman terbesar di era digital saat ini. Pendistribusian informasi yang tidak benar bisa dengan cepat menyebar lewat berbagai platform sosial media, grup WhatsApp keluarga, dan situs-situs online.
Sepanjang 2021 saja, Kominfo menyebutkan, telah memblokir sebanyak 565.449 situs yang menyebarkan hoaks.
Salah satu upaya untuk membendung penyebaran kabar hoaks adalah dengan melakukan debunking. Yakni membongkar informasi tidak benar oleh berbagai kalangan yang bekerja di bidang pengecekan fakta.
Selain debunking, juga diperlukan prebunking, yaitu membongkar informasi tidak benar sebelum informasi itu keluar dan menyebar lebih luas.
Prebunking merupakan salah satu taktik yang dapat dipakai sebagai upaya tindakan preventif memerangi menyebarnya informasi tak akurat atau palsu. Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri bekerja sama dengan Google News Initiative (GNI) menggelar training prebunking.
Pelatihan yang digelar dua hari pada 24-25 Februari 2024 tersebut dilaksanakan di Hotel Lotus, Kota Kediri. Ada 25 jurnalis dari Kediri Raya, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, dan Jombang yang ikut pelatihan tersebut.
Mereka dibekali teori prebunking, misinformasi dari masa ke masa. Serta memetakan mis/disinformasi bertema politik untuk mengetahui anatomi manipulasi informasi dan cara membuat konten prebunking.
Ketua AJI Kediri, Danu Sukendro mengatakan, kegiatan workshop cek fakta AJI bersama Google News Initiative bukan yang pertama kali. Kegiatan serupa sudah dilaksanakan tiga kali di Kediri. Mulai 2018, 2022 dan 2024.
“Informasi simpang siur masih banyak berseliweran. Jumlahnya semakin meningkat pada saat pilpres dan pemilu. Menyebabkan publik tidak tahu mana informasi yang akurat dan yang disinformasi,” ujar Danu.
Danu menjelaskan, maraknya produksi hoaks tidak lepas dari revolusi digital. Di Indonesia, pengguna internet mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Data Hootsuite We Are Social pada 2023 menyebutkan, jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 212 juta, atau 77 persen dari 276 juta penduduk Indonesia.
Sementara, pengguna media sosial mencapai 167 juta atau 67 persen dari penduduk Indonesia. “Di pelatihan ini, kami mengharapkan peran dari awak media di Kediri, Tulungagung, Jombang, Trenggalek, dan Blitar aktif untuk mencegah menyebarnya informasi palsu,” ucap Danu.
Program ini bertujuan untuk membantu jurnalis menghasilkan jurnalisme berkualitas tinggi. Ada berbagai tools yang bisa digunakan untuk membantu jurnalis dalam memerangi misinformasi dan disinformasi.
Pelatihan ini diisi dua trainer yakni Andreas Yuris dan Arsito Hidayatullah. Keduanya mengisi materi tentang memahami misinformasi dan disinformasi, teknik cek fakta, verifikasi informasi, fact-checking tools, dan terakhir adalah menyebarkan konten prebunking.
Menurut Arsito Hidayatullah, pelatihan prebunking ini diperlukan karena jurnalis bisa berperan aktif melakukan pencegahan terjadinya kesalahan informasi. “Pelatihan ini bukan lagi untuk memadamkan api tapi mencegah hoaks agar tidak menyebar luas,” terang redaktur di Suara.com itu.
Ia menyebut, prebunking layaknya vaksin. Dari training ini, dia berharap tersedia sarana bagi kalangan jurnalis untuk memahami materi prebunking untuk melawan mis/disinformasi.
Kemudian mendorong jurnalis membuat konten prebunking di newsroom mereka. Menyebarkan materi prebunking kepada jurnalis agar dapat disebarluaskan terutama di tahun politik 2024.
Advertisement