Berkerumun, Puluhan Wali Murid Protes SKD Palsu di Dindik Jatim
Puluhan orang tua wali murid datang ke kantor Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, untuk menanyakan terkait pelayanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di tahun 2020, pada Sabtu, 27 Juni 2020. Mereka mengeluhkan banyaknya praktik surat keterangan domisili (SKD) palsu, dalam pendaftaraan PPDB kali ini.
Berdasarkan pantauan Ngopibareng.id di lapangan, puluhan orang tua wali murid tersebut, sudah datang sejak pukul satu siang. Massa yang kebanyakan diisi oleh para ibu itu, berkumpul di depan pintu masuk kantor Dispendik Jatim. Sebagian besar wali murid tampak mengenakan masker, meski mereka berdiri dengan jarak yang cukup dekat satu dengan yang lain, sehingga berpotensi melanggar jarak batas fisik dan berisiko membahayakan diri terpapar covid-19
Di lokasi, seorang juru bicara massa wali murid mengaku jika kedatangan mereka untuk mempertanyakan pelayanan sistem zonasi selama PPDB SMA. “Kami sedang mempertanyakan tentang pelayanan terbaik tentang pendidikan, karena pendidikan ini kan tonggak pertama kemajuan bangsa. Ini masyarakat berhak menanyakan kemaksimalan dalam penerapan PPDB SMA,” kata Sri Ermiati, juru bicara massa.
Ermi mengatakan jika para orang tua yang hadir tersebut, mengeluhkan kebijakan sistem zonasi, sebagai salah satu syarat penerimaan siswa SMA/SMK Negeri. Hal ini, menurutnya sama seperti itahun lalu, namun masih dipertahankan meski banyak menyebabkan kisruh.
“Karena tahu sendiri, tahun sebelumnya Surabaya lulusan SMP ada 45 ribu, sedangkan daya tampung dari 22 SMA hanya 6.500. Ada 15 kecamatan yang tidak ada SMA nya,” ungkapnya.
Hal tersebut, menurut Ermi, membuat masyarakat banyak yang mengakali dengan SKD palsu agar anaknya masuk ke SMA/SMK Negeri. Maka dari itu, ia pun merasa kasihan dengan orang tua yang buah hatinya gagal diterima akibat praktik tersebut.
“Di masyarakat, berkembang SKD yang berkembang bebas. Sehingga banyak KK asli yang jaraknya dekat malah tidak diterima di sekolah. Kalau orang yang jauh, mengubah titik rumah palsu, sehingga yang jauh keterima di sekolah yang diminati ini,” jelasnya.
Massa orang tua yang hadir itu pun menyayangkan praktik kecurangan tersebut. Menurut Ermi, semua orang seharusnya mendapatkan hak setara, sebab semua warga juga membayar jumlah pajak yang sama.
“Artinya, kalau zonasi banyak masyarakat yang (haknya) tidak terpenuhi, padahal begini, orang jauh ataupun dekat sama-sama membayar pajak layanan pendidikan. Artinya Surabaya tidak bisa disamakan, agar terjadi keadilan untuk anak-anak di Surabaya,” tutupnya.
Hingga pukul 16.00, tidak ada sama sekali pihak Dispendik yang menemui massa tersebut. Hanya terlihat pihak kepolisian yang berusaha untuk meredam emosi dari para ibu tersebut.
“Pak Wahid (Kepala Dispendik Jatim) tidak ada. Tadi sudah saya hubungi (Dispendik Jatim). Kami tidak ada kewenangan,” kata salah satu polisi kepada warga.
Advertisement