Puluhan Calon Pekerja Migran NTT jadi Korban Mafia di Blitar, Eks PMI Angkat Bicara
Puluhan calon pekerja migran berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, Bali dan Blitar menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka hendak diberangkatkan menuju Malaysia, Singapura dan Arab Saudi. Mereka direkrut tanpa prosedur yang jelas. Arumi Marsudi, eks PMI yang telah pulang di Blitar, mengingatkan calon pekerja agar curiga bila menemui sejumlah hal selama persiapan berangkat.
“Dari kasus tersebut dalam pengurusan paspor ada yang melalui Kantor Imigrasi Depok, Jakarta, Bojonegoro, harus dicurigai. Karena paspor untuk TKI prosedurnya jadi berbeda dengan paspor umum non TKI, Paspor CTKI harus mendapatkan rekomendasi dari Disnaker setempat," katanya. Sehingga, bila calon pekerja mendapat rekomendasi dari Disnaker Blitar, maka mereka bisa mengurus melalui imigrasi dalam lingkup provinsi tersebut. Seperti Blitar, Malang dan Surabaya.
Ia melanjutkan, bila ada penyedia jasa tenaga kerja (PJTKI) di Jakarta ingin merekrut calon pekerja di Jawa Timur, maka perusahaan itu harus membuka kantor cabang di wilayah Jawa Timur lebih dulu.
Selanjutnya, terkait adanya pengurusan paspor yang melibatkan imigrasi, menurut perempuan berusia 40 tahun itu, imigrasi wajib terlibat sebab sejumlah kecurigaan termasuk data alamat yang berasal di luar provinsi. "Jadi harus ada interview lebih lanjut. Paspornya buat apa? keperluannya nanti untuk apa? asal daerahnya mana? memang kebanyakan rekruter itu, maksudnya rekruter ilegal biasanya membuatkan alamat palsu. Mungkin ditumpangkan di Depoklah agar bisa tetap pasporan," jelasnya.
Arumi mengingatkan, agar para calon curiga. Jika tempat mengurus paspor jauh dari alamat domisili mereka. Ia meminta agar para calon segera meminta pertolongan dan curiga jika mereka korban TPPO," lanjutnya.
Eks pekerja yang berangkat di usia belasan tahun itu juga meminta agar calon segera meminta pertolongan pada warga terdekat, bila mereka disekap di tempat karantina, yang jauh dari kediaman mereka. "Cari warga terdekat yang mau menolong mengantarkan ke Polsek atau polres terdekat, dan ceritakan bilang kronologinya," lanjutnya.
Arumi juga meminta calon untuk segera menghubungi BP2MI, juga lembaga-lembaga seperti migran care di sekitar, bila memiliki akses ke handphone. "Ketik saja di browser, pasti akan keluar nomor-nomor yang bisa dihubungi. Jika hpnya dirampas, apabila akses keluar, keluar saja cari pertolongan dari warga setempat," katanya.
Istri dari sastrawan Bonari Nabonenar itu menyebut jika pelaku TPPO sangat manipulatif. Selalu menyebut jika mereka sedang menolong para calo agar bisa bekerja di luar negeri. "Padahal saya ini sedang diproses menjadi calon korban TPPO, tapi dimanipulatif sedemikian rupa, sadarnya saya ini akan ditolong nih," katanya.
Arumi juga berharap, ada sosialisasi dari pemerintah, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar kejadian serupa tidak kembali terulang. Terutama tentang proses perlindungan pemberangkatan CPMI.
Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan calon pekerja migran berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, Bali dan Blitar menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka hendak diberangkatkan menuju Malaysia, Singapura dan Arab Saudi. Mereka direkrut tanpa prosedur yang jelas.
Polres Blitar, menggerebek tempat kos-kosan yang diduga menjadi penampungan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI), Jumat 19 Juli 2024 lalu. Polres Blitar mengejar EZ, usia 50 tahun, warga Wlingi Kabupatan Blitar.
Advertisement