Muhammadiyah Satu Abad Delapan Tahun (Puisi Taufik Ismail)
Oleh: Taufik Ismail
Yang selalu terngiang-ngiang di telinga
Dan berulang-ulang memasuki sukma
Ketika di zaman revolusi di Yogya
Murid Sekolah Rakyat Muhammadiyah saya
Ngupasan nama jalannya
Letaknya di belakang Istana Negara
Kami dituntun mengaji Qur'an
Surah Al-Maún tujuh ayatnya
Yang diulang-ulang adalah nomor tiga
“Wa laa yakhudh-dhu ála thaáamil miskian”
Itulah orang yang mendustakan diin
Astaghfirullah, begitu mendalam maknanya
Ingatlah agar selalu berbuat bagi ummat
Yang berkekurangan hidupnya
Ingatlah agar selalu berbuat bagi ummat
Yang hidupnya sengsara dan melarat
Inilah amanat yang harus senantiasa teringat
Karena sejak kecil telah ditiunjukkan teladan
Agar senantiasa bersifat dermawan
Kenangan berikutnya yang selalu dalam catatan
Adalah ibuku yang aktif di Áisyiyah
Beliau angkatan pertama tamatan Perguruan Diniyah
Puteri Padang Panjang
Asuhan Etek Rahmah el-Yunusiyah
Ketika di Yogya di masa revolusi
Ibuku Tinur M. Nur jadi penyiar di RRI
Untuk siaran luar negeri
Siaran khusus ke negara-negara Islam
Menyampaikan berita tentang Indonesia yang baru merdeka
Negeri Islam yang gigih berjuang
Membebaskan bangsa dari penjajahan kolonialisme
Siaran dalam Bahasa Arab
Yang mendapat sambutan sangat hangat
Inilah kisah tentang ayahku yang sekali sebulan
Mondar-mandir ke Bandung dari Pekalongan
Ikut berkumpul di rumah Bung Karno mendapat latihan
Setiap pagi ke sana ibuku selalu ke titip rendang Pandang
Untuk Ibu Inggit dalam rantang
Dan Bung karno yang 10 tahun lebih tua dari ayahku
Berkata “Gaffar, ajari saya agama Islam
Kamu nanti saya beri ilmu Marxisme”
Ayah saya tamatan pesantren Summatra Thawalib Parabek
Dengan senang hati bertukar ilmu
Bung Karno taat menghayati Islam
Tapi ayahku walau dibujuk, tak bersedia masuk PNI
Karena sudah sejak lama aktif di Masyumi
Begitulah pengalaman dari zaman sebelum revolusi
Yang terkenang pada hari ini
Hari 108 tahun usia Muhammadiyah kita
Kita terkenang pada gagasan dan amal perjuangan
Sang pendiri K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
Sesudah kembali studi dari Tanah Suci
Dan interaksi dengan ulama-ulama Indonesia di sana
Sekembali dari Arab Saudi
Kiyai Dahlan pulang membawa ide dan gerakan pembaruan
Didirikanlah organisasi dengan nama Muhammadiyah
Sesudah pendirinya shalat istiharah
18 Nopember 1912 di Yogyakarta
Dimulai dengan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah
Dan berkelanjutan seterusnya dan seterusnya
Di bidang tauhid Kiyai Dahlan ingin membersihkan
Aqidah Islam dan segala macam syirik
Di bidang ibadah membersihkan
Cara-cara ibadah dari bid’ah
Dalam bidang muámalah membersihkan
Kepercayaan dari khurafat
Serta dalam bidang pemahaman ajaran
Ia merombak taklid, lalu memberi kebebasan berijtihad
Dengan demikian kesimpulan utama gerakan ini
(Menurut Djarnawi Hadikusumo) Kiyai Dahlan
Telah menampilkan Islam sebagai
Sistem kehidupan manusia dalam segala seginya
Berikutnya K.H. Mas Mansyur (1896-1946), tokoh Muhammadiyah
alumnus Universitas Al-Azhar Cairo mengembangkan kelanjutannya
Di dalam angka-angka amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan
hingga saat ini adalah sebagai berikut
Telah berdiri
4.623 Taman Kanak-Kanak dan PAUD
2.604 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
1.772 SMP/Madrasah Tsanawiyah
1.143 SMA/SM Kejuruan/Madrasah Aliyah
172 Perguruan Tinggi
Ini berlanjut terus di bidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan seterusnya
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Dalam usia 108 tahun pada angka 18 Nopember 2020 ini
Sebagai alumnus Sekolah Rakyat Muhammadiyah
Ngupasan Yogyakarta 1948
Saya berterima kasih sangat tinggi
Kepada guru-guru saya 74 tahun yang silam
Pak Solichin dan Bu Badriyah
Saya terkenang pada teman sekelas saya
Muhammad Farid Ma’ruf dan Sumitra
Yang jadi guru besar di Universitas Gadjah Mada
Saya terkenang pada bangunan sekolah saya
Di Ngupasan, belakang Istana Negara
Saya terkenang pada rumah tua di Langenastran
Jero Beteng, tempat saya ikut berkumpul
Bersama sahabat saya, Rendra
Saya terkenang pada Kantor Muhammadiyah
Lima menit jalan kaki dari SD Ngupasan
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Semoga organisasi Muhammadiyah tak berhenti
Dan senantiasa aktif di ratusan pulau
Ratusan pulau
Mambina jutaan ummat
Jutaan ummat
Dan kini telah melewati masa satu abad
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Teruskanlah melanjutkan gagasan Kiyai Ahmad Dahlan
Kiyai Mas Mansyur dan seluruh pemimpin Muhammadiyah
Di seluruh tanah air kita Indonesia
Semoga dalam lindungan ridha Allah
Aamiin, aamiin,aamiin
Semoga organisasi Muhammadiyah
Senantiasa menjaga kesatuan ummat
Walaupun ada di sana-sini perbedaan
Tapi tetap dalam kesatuan
Sebagai ummat di bawah naungan tauhid
Diperkuat doa bersama
Semoga dalam ridha-Nya senantiasa
Semoga dalam ridha-Nya senantiasa
Semoga dalam ridha-Nya senantiasa
Aamiin, aamiin,aamiin
Ya Rabbal áalamin*
Taufiq Ismail, dikenal sebagai sastrawan Angkatan '66, lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935, tapi dibesarkan di Pekalongan, Jawa Tengah. Ayahnya adalah seorang ulama Muhammadiyah terkemuka, K.H. Abdul Gaffar Ismail, dan ibunya, Tinur Muhammad Nur.
Dengan latar belakang keluarga seperti itulah Taufiq dikenal sebagai penyair yang bernafaskan keagamaan. Selain itu, Taufiq juga seorang kolumnis, serta menulis lirik untuk lagu-lagu kelompok Bimbo asal Bandung.
Taufiq adalah anak sulung dari tiga bersaudara, adiknya bernama Ida Ismail dan Rahmat Ismail. Dari perkawinannya dengan Esiyati Yatim, Taufiq dikarunia putra tunggal Bram Ismail, M.B.A. yang bekerja di PT Unilever, melanjutkan karier ayahnya yang juga pernah bekerja di perusahaan Amerika Serikat itu selama 12 tahun sejak tahun 1978.
Puisi "Muhammadiyah Satu Abad Delapan Tahun" di atas ditulisnya sebagai orang Muhammadiyah, untuk memperingati organisasi yang berdiri 18 November 1912 di Yogyakarta, dan dibacakannya sendiri pada Resepsi Milad ke 108 dari Masjid At-Tanwir Kantor PP Muhammadiyah Menteng, Rabu 18 November 2020 lalu. (nis)