Puisi Indah Jalaluddin Rumi, Ungkap Makna Jihad Besar
Maulana Jalaluddin Rumi menjadi tokoh penting dalam dunia kaum sufi. Ia kerap menyampaikan pesan-pesan penting tentang dimensi paling dalam dalam beragama (esoteris) itu.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala:
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. Yusuf 53.)”
Ridha dengan nafsu itu menjadi sumber semua kemaksiatan dan lupa kepada Allah. Hal itu dikarenakan menjadi sebab tertutupnya cela dan cacatnya nafsu, sehingga celanya nafsu akan dianggap baik. Dan orang yang ridha dengan nafsunya akan menganggap baik tingkah lakunya, orang yang menganggap baik tingkah lakunya tentu akan lupa kepada Allah. Sebab lupa itu manusia tidak mau meneliti tingkah lakunya dan meneliti aib dan cela dirinya. Sehingga macam-macamnya kesenangan nafsu menguasai hatinya, dan akhirnya dia terjerumus pada kemaksiatan.
Abu Hafash berkata: "Barangsiapa yang tidak menundukkan hawa nafsunya sepanjang waktu dan tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak menarik ke jalan kebaikan, maka sungguh ia telah tertipu. Dan barangsiapa melihat padanya dengan sebuah kebaikan, berarti ia telah dibinasakannya."
Imam Al-Junaid al-Baghdadi berkata: "Jangan mempercayai hawa nafsumu, walaupun telah lama taat kepadamu, untuk beribadah kepada Tuhan- mu."
Imam Al-Bushiry dalam Burdahnya berkata: "Lawan selalu hawa nafsumu dan syaitan serta jangan menuruti keduanya, walaupun keduanya itu memberi nasehat kepadamu untuk berbuat kebaikan, tetap engkau harus curiga dan waspada."
Sedangkan curiga terhadap nafsu (tidak ridha dengan nafsu) itu menjadi sumber ketaatan dan ingat kepada Allah. Hal itu dikarenakan orang yang tidak ridha dengan nafsunya ia tidak menganggap baik kelakuannya. Sehingga ia selalu waspada dan selalu meneliti semua kelakuannya. Sehingga nafsunya tidak bisa bebas menguasai orang tersebut. dan orang yang waspada terhadap gerak gerik nafsu akan selalu menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Demikian itulah yang dinamakan taat kepada Allah.
Jalaluddin Rumi, sufi agung, mengungkap Tafsir Hadits “Kita Kembali dari Jihad Kecil Menuju Jihad yang Besar”, dalam bentuk puisi berikut:
Wahai para raja, kami telah membunuh musuh di luar,
Musuh yang lebih buruk masih ada bagi kita di dalam,
Otakmu tidak tahu cara membunuh musuh ini:
Seekor kelinci tidak dapat membuat singa dalam diri ini menjadi rendah!
Diri ini adalah neraka, seekor naga yang ingin celaka,
Lautan tidak dapat mendinginkannya atau membuatnya tetap tenang:
Aku telah meminum tujuh lautan, sepenuhnya basah kuyup,
Rasa haus pembakar manusia itu masih belum padam!
Orang-orang kafir, yang hatinya keras seperti batu,
Memasuki api ini, dipermalukan, dengan jeritan dan rintihan,
Tapi neraka tidak puas dengan makanan seperti itu sama sekali,
Setidaknya sampai Tuhan akhirnya menyeru:
‘Apakah engkau sudah kenyang?’ Sang pelahap menjawab, ‘Tidak!
Tidak bisakah engkau melihat dari situlah apiku menyala!’
Itu membuat dunia menjadi terpotong, menelannya,
Kemudian berteriak, ‘Apakah tidak ada gigitan yang lainnya lagi?’
Allah telah menjadikannya dari Ketidakberdayaan, sebelumnya
Jadilah! Dan terjadilah, membuatnya merasa kenyang sekali lagi.
Kedirian kita yang keras kepala adalah bagian dari neraka,
Bagian-bagiannya menunjukkan sifat keseluruhannya dengan baik,
Adalah Allah yang harus berurusan dengan pukulan mematikan––
Siapa lagi yang dapat menarik tali untuk menembakkan busur ini?
Panah yang lurus hanya akan tunduk kepada Allah,
Busurmu memiliki panah yang bengkok, tertekuk, dan terbelah:
Untuk meninggalkan busur panah haruslah lurus,
Ini kemudian tidak akan gagal untuk meluncur dan menembus.
Ketika dari pertarungan luar aku berbalik
Perang di dalam jiwa kita adalah apa yang telah aku temukan:
‘Jihad kecil yang kita miliki baru saja kita tinggalkan’
Untuk jihad dengan jenis lain yang jauh lebih besar;
Kekuatan dari Allah adalah apa yang aku rindukan untuk menang
Yang dapat mencerabut Gunung Qaf hanya dengan jarum,
Jangan melebih-lebihkan singa yang dapat membunuh!
Orang yang dapat mengalahkan dirinya tetaplah lebih kuat.
Demikian semoga bermanfaat.
*) Dipetik dari Jalal al-Din Rumi, Masnavi (Oxford University Press: New York, 2004), hlm 86-87.
Advertisement